Masuk Puncak Musim Panen di Era Pandemi, Harga Mangga Hancur Lebur

Konten dari Pengguna
26 Oktober 2020 12:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana lapak buah mangga di pasar Gamping, Sleman Oktober 2020. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Suasana lapak buah mangga di pasar Gamping, Sleman Oktober 2020. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cerita yang terus berulang, setiap panen raya harga justru hancur. Panen mangga tahun ini melimpah tapi daya beli yang turun karena pandemi membuat makin parah penurunan harga jual mangga petani.
ADVERTISEMENT
Awan kelabu mulai sedikit terbuka ketika truk yang dikemudikan Maryanto, 55 tahun, memasuki wilayah Yogyakarta setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam dari Ponorogo, Jawa Timur. Menjelang pertengahan hari, matahari baru mulai berani menampakkan diri, itupun hanya sesekali karena sejak pagi langit Yogya diselimuti mendung.
Dalam beberapa pekan terakhir, hampir setiap hari Maryanto pulang pergi Ponorogo-Yogya membawa mangga segar. Siang itu, dia hanya sendirian membawa mangga seberat 7 ton.
“(Mangga) arumanis mas, dari Ponorogo,” ujar Maryanto, Sabtu (24/10).
Mangga memang menjadi salah satu komoditas buah yang paling mendominasi di lapak-lapak buah di Pasar Induk Buah dan Sayur Ambarketawang, Gamping, Sleman. Ratusan kotak kayu ditumpuk rapi di tiap lapak, berisi mangga-mangga berwarna hijau dengan sedikit corak kekuningan.
ADVERTISEMENT
Menurut Maryanto, bulan-bulan ini sampai November nanti jadi puncak musim panen mangga di Ponorogo. Desember nanti sebenarnya masih ada, tetapi jumlahnya tidak sebanyak seperti di bulan-bulan ini.
Hasil panen tahun ini menurutnya cukup besar, karena intensitas hujan belum terlalu tinggi. Tapi ternyata besarnya hasil panen tidak sesuai dengan harga jual mangga.
“Dari petani paling sekilo cuman Rp 3 ribu, Rp 4 ribu,” ujarnya.
Paling Anjlok Sejak Bertahun-tahun Terakhir
Sabiq Khoiron, 23 tahun, salah seorang penjual buah di salah satu lapak di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping. Foto: Widi Erha Pradana.
Anjloknya komoditas pertanian termasuk buah ketika musim panen raya memang bukan sesuatu yang mengejutkan. Bahkan itu sudah menjadi seperti kewajaran, bahwa setiap komoditas melimpah harga jual justru ancur.
Tapi menurut Sabiq Khoiron, 23 tahun, salah seorang penjual buah di salah satu lapak di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping, tahun ini menjadi rekor terburuk harga mangga dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Dari musim-musim sebelumnya, penurunan paling parah musim ini,” ujar Sabiq Khoiron.
Dia memprediksi, anjloknya harga mangga tahun ini tidak lepas dari pandemi COVID-19 yang tak berujung. Porak-porandanya perekonomian masyarakat membuat daya beli mereka menurun drastis. Akibatnya, para pedagang juga mengalami kesulitan untuk memasarkan stok buahnya.
“Penjualannya kurang cepet, padahal harganya sudah turun drastis. Mungkin karena pengaruh COVID juga kan, enggak selesai-selesai,” lanjutnya.
Sebelumnya, di awal-awal musim harga mangga masih tinggi, antara Rp 25 ribu sampai Rp 28 ribu per kilogram untuk jenis arumanis dengan kualitas terbaik. Namun saat ini, mangga dengan kualitas yang sama harganya hanya di kisaran Rp 8 ribu sampai Rp 9 ribu per kilogram saja. Sementara untuk kualitas di bawahnya, harganya mentok di angka Rp 5 ribu sampai Rp 6 ribu saja.
ADVERTISEMENT
Padahal tahun-tahun sebelumnya, harga mangga dengan kualitas terbaik paling rendah masih di angka Rp 14 ribu sampai Rp 15 ribu, sementara untuk kualitas di bawahnya masih laku Rp 8 ribu sampai Rp 10 ribu.
“Biasanya kan turunnya dikit, umpama dari Jawa Barat harga masih Rp 15 ribu ke atas, mangga Jawa Timur paling turunnya Rp 8 ribu atau Rp 9 ribu. Sekarang sudah turun banget nyampe Rp 5 ribu, Rp 6 ribu,” ujarnya.
Untuk penjualan, mangga-mangga yang ada di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping ini kemudian akan dikirim ke berbagai kota lain. Paling banyak saat ini didistribusikan ke Wonosobo, Purbalingga, dan Cilacap.
“Kalau hujan biasanya agak susah ngejualnya, biasanya sampai buangin, nurunin harga daripada busuk,” ujar Sabiq.
ADVERTISEMENT
Pola Panen Mangga di Jawa
Stok mangga di Pasar Buah Gemah Ripah Gamping Sleman melimpah. Foto : Widi Erha Pradana
Mangga-mangga di awal musim berasal dari daerah Jawa Barat seperti Indramayu, dan Subang. Semakin ke pertengahan musim mulai panen juga mangga-mangga dari Jawa Tengah seperti dari Pekalongan dan Jepara. Sementara mangga-mangga dari Jawa Timur biasanya panen terakhir, pada pertengahan sampai akhir musim.
“Dari Jawa Timur itu biasanya dari Madiun, Nganjuk, Ponorogo. Di awal musim harganya masih tinggi, kalau pas Jawa Timur biasanya sudah turun harganya,” ujar Sabiq.
Mangga-mangga dari Jawa Timur biasanya tersedia sampai bulan Januari. Di akhir musim, ketika stok mangga sudah mulai menipis harganya akan kembali naik, lalu akan benar-benar habis sekitar bulan Februari.
“Tapi cuman sebentar, nanti sekitar Maret atau April sudah mulai ada lagi,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Secara rasa, sebenarnya mangga dari Jawa Barat dan Jawa Timur tidak ada perbedaan signifikan. Namun dari segi ukuran, mangga-mangga dari Jawa Timur cenderung lebih besar ketimbang daerah lain.
Arumanis sampai sekarang memang menjadi primadona mangga yang paling digemari masyarakat. Dari segi bisnis, mangga jenis ini juga paling menguntungkan, karena selain stok yang melimpah harganya juga cukup stabil dan menjangkau semua kalangan.
“Sebenarnya ada dari Jawa Barat namanya gedong gincu, itu harganya selalu lebih tinggi dari arumanis. Tapi yang paling banyak dicari tetap arumanis,” lanjutnya.
Musim ini, jumlah mangga yang dipanen menurut Sabiq cukup besar. Faktor utamanya menurut dia adalah musim penghujan yang datang di waktu yang tepat. Intensitas hujan yang belum terlalu tinggi pada bulan-bulan ini membuat hasil panen bisa optimal. Berbeda ketika musim penghujan datang terlalu dini, seperti sekitar empat tahun silam yang sampai membuat petani gagal panen.
ADVERTISEMENT
“Pernah kemarin empat tahun yang lalu kayaknya, gagal panen. Karena baru kembang dikit itu udah pada rontok kena hujan, jadi enggak jadi mangga,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)