Memiliki Proporsi 40 Persen dari Total Berat, Limbah Ikan Bisa Bikin Kaya

Konten dari Pengguna
29 Agustus 2020 10:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Limbah cangkang kerang dan kulit ikan ternyata menyimpan potensi besar jika mampu dikelola secara optimal. Dirjen Pengolahan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Nilanto Perbowo, tidak memungkiri bahwa besarnya produksi industri perikanan dan kerang Indonesia mengakibatkan limbah yang dihasilkan juga semakin besar.
ADVERTISEMENT
Limbah industri perikanan itu di antaranya terdiri atas tulang, kulit, sirip, kepala, sisik, jeroan, serta cairan. Diperkirakan, limbah tersebut memiliki proporsi antara 30 sampai 40 persen dari total berat ikan, moluska, serta krustasea (udang-udangan) dengan prosentase kepala 12 persen, tulang 11,7 persen, sirip 3,4 persen, kulit 4 persen, duri 2 persen, serta isi perut atau jeroan sebesar 4,8 persen.
Untuk itu, supaya limbah yang dihasilkan tidak berdampak buruk bagi lingkungan di sekitarnya, maka pengelolaan limbah industri perikanan mutlak dilakukan. Selain meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, pengelolaan limbah perikanan juga bisa memberikan nilai tambah para pelaku usaha di dunia industri perikanan.
“Selain ini membuat lingkungan tetap terjaga dari limbah, yang kedua ini akan meningkatkan semangat baru sebagai sumber pertumbuhan ekonomi di sektor perikanan,” kata Nilanto Perbowo dalam webinar daring yang diadakan oleh Ditjen PDSPKP awal pekan kemarin.
ADVERTISEMENT
Pada 2019, ekspor kulit ikan di Jawa Tengah menempati urutan terbesar ke lima dari jenis hasil industri perikanan yang diekspor. Hal ini menurut Nilanto menunjukkan bahwa limbah perikanan memiliki potensi yang besar jika mampu dikelola secara optimal.
Menurut Nilanto, produk-produk olahan limbah yang berbasis pada kreativitas dan gaya hidup memiliki segmentasi pasar menengah ke atas. Karena itu, diperlukan imajinasi dan kejelian dalam menangkap peluang dalam mengolah produk berbahan baku limbah industri perikanan.
Mengolah Cangkang Kerang Jadi Produk Bernilai Jutaan
Ilustrasi cangkang kerang. Foto: Pixabay.
Nur Hamidah adalah salah satu contoh pelaku usaha pengolahan limbah perikanan yang sukses. Dia adalah pemilik Istana Kerang, sebuah usaha kerajinan pengolahan cangkang kerang di Cirebon yang produk-produknya kini sudah menembus pasar internasional.
ADVERTISEMENT
Nur Hamidah mengawali usahanya sejak tahun 2000-an ketika melihat banyaknya cangkang-cangkang kerang yang tertimbun di tepi pantai dan di tepi sawah dekat rumah warga. Dia kemudian mencoba mengolah cangkang-cangkang kerang yang awalnya tidak bernilai itu menjadi berbagai jenis produk mulai dari furniture, lampu hias, hiasan dinding, pigura cermin, piranti saji, vas bunga, dan sebagainya.
Percobaan demi percobaan dilakukan, mulai dari pemanasan cangkang kerang, pengepresan, perendaman, pemotongan, hingga pewarnaan sampai ditemukan hasil yang optimal.
“Awalnya kami merangkai-rangkai kulit kerang yang sudah dibentuk menjadi bentuk-bentuk bulat atau persegi, sampai kami mendapatkan kesimpulan yang kami gunakan sebagai dasar dalam pengembangan dan inovasi selanjutnya,” ujar Nur Hamidah.
Sejauh ini, produk-produk yang dia buat justru lebih banyak dinikmati oleh masyarakat internasional. Sehingga, produk yang dihasilkan justru lebih banyak diekspor ketimbang dijual ke pasar domestik. Selain itu, Istana Kerang juga kerap mengikuti sejumlah pameran internasional untuk mengenalkan produk-produknya.
ADVERTISEMENT
Namun usahanya tidak luput dari berbagai persoalan. Beberapa masalah yang dia hadapi di antaranya terbatasnya tenaga kerja terampil siap pakai yang menghambat proses produksi dan pengembangan inovasi.
“Karena untuk merealisasikan sebuah desain atau inovasi baru, desainer dalam hal ini adalah owner terpaksa harus terjun langsung membimbing pekerja untuk melakukan percobaan berulang-ulang,” lanjutnya.
Permasalahan lain yaitu minimnya bantuan atau akses untuk mengikuti pameran di luar negeri. Padahal, pasar utama mereka berasal dari luar negeri. Masalah lain adalah adanya ekspor kulit kerang mentah secara besar-besaran. Hal ini mengakibatkan ketersedian bahan baku, terutama kulit kerang semakin sulit didapatkan.
“Hal ini pernah dialami oleh Filipina yang pernah mengekspor kulit kerang besar-besaran yang mengakibatkan ketika kerajinan kerang di sana membutuhkan bahan baku, mereka sampai mengimpor ke Indonesia,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menyulap Kulit Ikan Nila Jadi Tas dan Sepatu
Ilustrasi ikan nila. Foto: Pixabay
Lain dengan Nur Hamidah yang menyulap kulit kerang menjadi kerajinan bernilai jutaan rupiah, Soleh Yusup menyulap kulit ikan nila menjadi produk-produk berdaya saing tinggi seperti tas dan sepatu. Awalnya, Soleh yang tinggal di daerah Bandung Barat melihat besarnya potensi perikanan di daerahnya yang belum dimanfaatkan secara optimal.
“Hanya dimanfaatkan untuk (bahan) kerupuk, jadi nilai tambahnya rendah, tapi untuk produk kulit nilai tambahnya akan lebih tinggi,” ujar Soleh Yusup.
Kini, Soleh telah memiliki merek sendiri untuk produk-produk kulit ikan nilanya, yakni Veergha Collection. Dia menggunakan bahan baku ikan nila dengan bobot minimal 1,2 kilogram. Ikan tersebut kemudian dipisahkan kulit dari dagingnya. Kulit yang telah dipisah, lalu dicuci dan direndam sekitar satu jam.
ADVERTISEMENT
Setelah itu, kulit ikan nila direndam lagi di dalam air yang sudah diberi kapur semalaman untuk melembutkan teksturnya serta menghilangkan bau amis.
“Dagingnya bisa dijadikan abon ikan atau bakso ikan, dan lain-lain,” lanjutnya.
Setelah direndam semalaman menggunakan air kapur, kulit ikan kembali direndam semalaman menggunakan campuran sn. Selanjutnya, bahan baku tersebut dicuci bersih untuk direndam lagi menggunakan campuran pewarna kulit sebelum akhirnya dijahit menjadi berbagai macam produk.
“Bahan pun siap untuk dipola sesuai kebutuhan, bisa sepatu, tas, dompet, dan lain-lain,” ujarnya.
Hasilnya, omzet ratusan juta pun berhasil dikantongi oleh Soleh Yusup dalam sebulan berkat pengolahan limbah kulit ikan nila tersebut. (Widi Erha Pradana / YK-1)