Negara Musti Beri Kompensasi pada PLN, Pandangan Fahmi Radhi

Konten dari Pengguna
20 Mei 2020 3:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto : dokumen PLN
zoom-in-whitePerbesar
Foto : dokumen PLN
ADVERTISEMENT
PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, pada 2019 meraih Laba Operasi setelah Subsidi Pemerintah sebesar Rp. 44,16 triliun, dengan Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) sebesar Rp. 81,66 triliun.
ADVERTISEMENT
EBITDA merupakan salah satu ukuran kinerja keuangan perusahaan yang mengukur perolehan pendapatan dalam satu periode akuntansi. EBITDA digunakan oleh investor, pemegang saham, dan lembaga pemeringkat dalam menentukan nilai perusahaan, yang fokus pada pendapatan usaha.
Dalam kondisi tarif listrik yang tidak dinaikkan sepanjang tahun 2019, PLN berhasil membukukan Pendapatan Usaha sebesar Rp285,64 triliun, meningkat 4,67% dibanding Pendapatan Usaha pada 2018 yang mencapai Rp 194,4 triliun.
"Saya mengapresiasi publikasi laporan keuangan PLN yang tepat waktu meski harus WFH karena COVID-19," kata pengamat ekonomi energi UGM, Fahmi Radhi, di Yogyakarta, kemarin.
Berdasar pembacaan Fahmi atas laporan keuangan PLN yang dipublikasikan di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), kenaikan pendapatan usaha PLN lebih ditopang oleh kenaikkan volume penjualan setrum, yang mencapai sebesar 245,52 Terra Watt Hour (TWh), naik 4,65% dibanding 2018 yang penjualan kWh mencapai sebesar 234,62 TWh.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan peningkatan rasio elektrifikasi nasional yang sudah mencapai 98,89% pada Desember 2019, peningkatan volume penjualan kWh pada 2019 ini didukung oleh adanya pertumbuhan jumlah pelanggan yang telah mencapai 75,7 juta, naik sebanyak 3,8 juta pelanggan dari 71,9 juta pelanggan pada 2018.
Sedangkan daya tersambung mencapai 136.600 MVA pada 2019, bertambah 7.700 MVA dari posisi akhir Desember 2018 sebesar 128.900 MVA.
Untuk mendukung peningkatan volume penjualan sepanjang 2019, PLN berhasil menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 4.588 Mega Watt (MW), dari 57.646 MW pada 2018 menjadi 62.234 MW pada 2019. Jaringan transmisi khususnya untuk evakuasi daya pembangkit yang telah beroperasi meningkat 6.211 kilometer sirkuit (kms) dari 53.606 kms pada tahun 2018 naik menjadi 59.817 kms sampai dengan akhir tahun 2019, dan penambahan kapasitas Gardu Induk sebesar 17.507 Mega Volt Ampere (MVA) dari 131.164 MVA pada tahun 2018 menjadi 148.671 MVA.
ADVERTISEMENT
“Perolehan laba operasi sebesar Rp. Rp. 44,16 triliun itu juga diperoleh dari upaya efisiensi yang dilakukan oleh PLN dalam mengendalikan biaya energi pembangkit, yang dapat menurunkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik,” kata Fahmi Radhi.
Menurut Fahmi, hasil audit subsidi dan kompensasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan terjadinya penurunan Biaya Pokok Produksi (BPP) tahun 2019 dibandingkan 2018, yang menunjukkan hasil dari upaya efisiensi yang dilakukan oleh PLN selama tahun 2019.
Dari perolehan Laba Usaha dan EBITDA, serta efisiensi dicapai PLN Fahmi mengatakan tidak berlebihan dikatakan bahwa kinerja keuangan PLN 2019 meningkat cukup signifikan dibanding periode 2018.
Hanya saja, Laba Usaha dan EBITDA itu belum dikurangi dengan pengeluaran insentif tarif listrik untuk meringankan beban rakyat miskin dan rentan miskin.
ADVERTISEMENT
Untuk menjalankan kebijakan Presiden Joko Widodo, PLN memutuskan untuk menggratiskan pembayaran listrik bagi 24 juta pelanggan dengan daya 450 Volt Ampere (VA) dan memberikan diskon 50% bagi 7 Juta pelanggan dengan daya 900 VA bersubsidi.
Keringanan biaya listrik itu berlaku selama tiga bulan yakni April, Mei, dan Juni 2020. dibutuhkan dana sekitar Rp. 3,5 triliun. Untuk perpanjangan dan perluasan kebijakan itu tentunya dibutuhkan biaya yang lebih besar lagi.
Kalau beban biaya itu harus dibebankan sepenuhnya kepada PLN tentunya akan mengurangi perolehan Laba Usaha PLN, bahkan tidak menutup kemungkinan PLN akan menanggung kerugian pada tahun berjalan.
“Oleh karena itu, beban biaya itu mestinya harus ditanggung oleh negara dengan memberikan kompensasi kepada PLN, yang dialokasikan pada APBN, sehingga PLN masih dapat mempertahankan kinerja keuangan pada 2020 mendatang,” kata Fahmi Radhi. (Rls / YK-1)
ADVERTISEMENT