Omah Budaya Kahangnan Resmi Dibuka, Jadi Galeri Wayang Pertama di Jogja

Konten dari Pengguna
23 Agustus 2020 13:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hangno Hartono (kiri) dalam pembukaan galeri. Foto: Venzha Christ.
zoom-in-whitePerbesar
Hangno Hartono (kiri) dalam pembukaan galeri. Foto: Venzha Christ.
ADVERTISEMENT
Omah Budaya Kahangnan di daerah Gowasari, Pajangan, Bantul resmi dibuka Rabu, (19/8). Omah Budaya Kahangnan merupakan sebuah galeri, yang dikhususkan untuk memamerkan karya-karya yang berbasis wayang sebagai sumber inspirasinya.
ADVERTISEMENT
Hangno Hartono, pemilik galeri tersebut yang juga merupakan Direktur Lembaga Cahaya Nusantara (Yantra), mengatakan selama ini belum ada galeri di Yogyakarta yang khusus menampilkan karya-karya tentang dunia pewayangan. Dan Omah Budaya Kahangnan, menjadi galeri seni pertama di Yogyakarta yang akan menampilkan karya-karya seni yang inspirasinya bersumber dari wayang.
“Wayang di sini tidak mesti harus wayang Mahabarata Ramayana. Dan tidak mesti harus wayang dalam pengertian yang kita kenal saat ini seperti Janoko, Arjuno, atau Semar, Gareng, Petruk, dan sebagainya,” kata Hangno Hartono selepas acara peresmian Omah Budaya Kahangnan hari pertama, Rabu (19/8).
Hangno Hartono dan Cik Sian, pasangan suami istri beda ras yang menggemari wayang dari berbagai latar budaya. Foto: Venzha Christ.
Wayang-wayang klasik yang dikenal masyarakat saat ini, berperan sebagai inspirasi dalam membuat sebuah karya. Sementara outputnya akan menjadi seperti apa, tergantung pada proses kreatif para senimannya.
ADVERTISEMENT
Menurut Hangno, ada nilai-nilai yang dalam, yang terkandung di dalam wayang. Baik secara teknis pembuatan, ikonografis, serta secara filosifis narasi. Secara teknis misalnya dalam pembuatan tatah atau lubang pada wayang dan sungging. Sungging merupakan teknik pewarnaan wayang yang sangat memainkan gradasi warna.
“Itu sebetulnya bisa menjadi ide-ide yang menarik untuk diaplikasikan di dunia kreatif,” lanjutnya.
Secara ikonografis, simbol-simbol dalam wayang klasik juga bisa menjadi sumber inspirasi dalam pembuatan karya seni. Misalnya, kenapa Bima dan Anoman memakai poleng dan jenis-jenis batik yang dipakai oleh begawan atau kesatria. Nilai-nilai filosofis narasi di dalam dunia pewayangan juga sangat dalam dan inspiratif untuk diaplikasikan ke seni-seni lain.
Potensi wayang sebagai sumber inspirasi pembuatan karya seni sangat besar. Tapi sampai sekarang, menurut Hangno para seniman di Yogyakarta masih jarang yang menggunakan wayang sebagai sumber inspirasi dalam berkarya. Berbeda dengan seniman-seniman di Bali, apapun alirannya pasti selalu membawa ciri khas Bali di dalamkaryanya.
ADVERTISEMENT
“Harapan kami sebagai pelaku penggerak budaya, selain memasyarakatkan wayang selain penampilan konvensional yaitu pentas wayang, kita mengajak kalangan seniman untuk menjadikan wayang sebagai sumber inspirasinya,” ujar Hangno.
Perlu Berkembang Supaya Tetap Hidup
Daftar acara pembukaan galeri Kahangnan.
Ketika wayang dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam pembuatan karya seni, maka wayang menurut Hangno tidak akan mati meskipun bermetamorfosis ke dalam bentuk yang lain. Wayang sebagai seni, menurutnya perlu mengalami pengembangan supaya tetap relevan dengan era sekarang.
“Karena wayang sudah hampir 500 tahun kalau tidak berkembang ya aneh. Kita tidak boleh alergi dengan perkembangan wayang, justru mendorong orang untuk berkreasi dengan wayang,” ujar Hangno.
Yang terpenting menurutnya adalah konsepesi wayang itu sendiri. Konsep yang terkandung dalam wayang sangat bagus sebagai nilai-nilai kehidupan, terutama untuk masyarakat Jawa supaya kembali ke jati dirinya, yakni menyatu dengan alam.
Daftar acara.
Jika diamati, di dalam wayang sangat sarat akan unsur-unsur lingkungan. Motif-motif yang ada di dalam wayang hampir semuanya merupakan unsur alam, terutama flora dan fauna.
ADVERTISEMENT
“Nilai-nilai spiritual dalam wayang itu yang penting untuk diekspresikan dalam berbagai macam bentuk dalam kehidupan manusia,” ujarnya.
Kendati ada pengembangan, tapi dasar dalam pakem-pakem seni wayang tetap dipertahankan sebagai referensi untuk mengeksplorasi karya berikutnya. Tapi bagi Hangno, sebuah karya seni tidak berhenti, harus selalu berkembang. Itu kenapa di galerinya juga terpajang beberapa karya pengembangan seerti wayang dari kulit bambu, wayang dari barang-barang daur ulang, limbah, plastik, juga ada karya seni rupa berbasis wayang yang dibuat secara digital.
“Kreativitas-kreativitas dalam pengembangan inilah yang juga akan menjadikan wayang termasyarakatkan. Tapi alangkah baiknya, perkembangan ini juga punya dasar. Dasarnya pakem, tapi tidak berhenti di pakem,” lanjutnya.
Seniman Punya Tanggung Jawab Menjaga Eksistensi Wayang
Pentas salah satu seniman wayang di pembukaan Galeri Kahangnan. Foto: Venzha Christ.
Budaya dan tradisi merupakan unsur penting dalam terbentuknya sebuah bangsa. Bangsa Indonesia kerap dianggap sebagai bangsa yang muda karena baru lahir pada 1945. Sangat mudah mendefinisikan bangsa Indonesia jika hanya melihat sejarah pascaproklamasi. Lain ketika dasarnya adalah budaya dan tradisi, bangsa Indonesia terbentuk melalui perjalanan panjang berabad-abad lamanya.
ADVERTISEMENT
“Itu yang dimiliki tradisi. Makanya kita kembali ke tradisi itu kembali kepada sejarah kita, genealogi kita. DNA kita itu cetkannya banyak, input datanya sangat banyak,” ujar Hangno.
Wayang sebagai salah satu budaya yang dimiliki Indonesia tidak lepas dari berbagai ancaman yang mencoba mengikisnya dan memutus dari kehidupan masyarakat. Ancaman terbesar yang dihadapi wayang menurut Hangno adalah doktrin-doktrin yang kerap muncul bahwa wayang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan.
Tapi menyalahkan mereka yang mendiskreditkan wayang juga bukan cara yang bijak. Pasalnya, hal itu kebanyakan didasari atas ketidaktahuan. Banyaknya orang yang tidak tahu tentang nilai-nilai wayang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin memutus bangsa Indonesia dari tradisinya sendiri. Karena itu, para seniman menurut Hangno punya tanggung jawab besar untuk menjaga eksistnsi wayang di tengah kehidupan masyarakat.
ADVERTISEMENT
“Bukan dengan memarahi mereka yang termakan doktrin, tapi dengan memasyarakatkan wayang, bagaimana supaya nilai-nilai di dalam wayang dapat sampai kepada masyarakat secara utuh,” ujarnya.
Pada pembukaan itu, ada puluhan karya yang dipajang di galeri Omah Budaya Kahangnan dari 23 seniman di Yogyakarta. Ke depan, selain sebagai galeri karya seni berbasis wayang, Omah Budaya Kahangna rencana juga akan mengadakan acara rutin tiap tiga atau empat bulan sekali untuk memasyarakatkan wayang.
Karya-karya yang dipajang di galeri itu juga tidak terbatas milik seniman dari Yogyakarta saja. Bahkan, mereka yang tidak memiliki latar belakang seniman tapi punya karya seni berbasis wayangpun bisa memajang karyanya di sana.
“Tadi ada yang datang, dia pekerjaannya tukang las, tapi dia bilang kalau punya karya wayang dari logam, itu kan bagus, bisa juga dipajang di sini,” ujar Hangno. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT