Pakar: Kejagung Tak Punya Hak Larang Terdakwa Pakai Atribut Agama di Persidangan

Konten Media Partner
17 Mei 2022 18:12 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari meninggalkan ruangan usai sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/10). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari meninggalkan ruangan usai sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/10). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Jaksa Agung ST Burhanuddin melarang terdakwa mengenakan atribut keagamaan ketika menjalani persidangan. Tujuannya, supaya tidak ada pemikiran di tengah masyarakat bahwa atribut keagamaan digunakan oleh pelaku kejahatan pada saat tertentu saja.
ADVERTISEMENT
Hal itu kembali ditegaskan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, kepada wartawan di Jakarta pada Selasa (17/5) hari ini.
Namun, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar, mengatakan bahwa hal tersebut justru berpotensi melanggar hak asasi terdakwa. Jaksa agung menurut dia tidak bisa mengontrol apa yang dikenakan oleh terdakwa, karena hal itu merupakan haknya.
“Seharusnya jaksa tidak bisa mengontrol apa yang digunakan terdakwa yang merupakan haknya,” kata Muhammad Fatahillah Akbar saat dihubungi, Selasa (17/5).
Berdasarkan aturan yang ada saat ini, menurutnya tidak ada batasan kebebasan beragama dalam proses peradilan. Bahkan berdasarkan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD), disebutkan bahwa hak beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
ADVERTISEMENT
“Jadi, tidak bisa diatur dan dibatasi,” tegasnya.
Jika jaksa penuntut umum (JPU) merasa sanksi pidana berkurang akibat atribut keagamaan, maka menurut Akbar jaksa sudah berbicara di luar wilayah hukum. Alih-alih mengatur atribut yang dikenakan terdakwa, jaksa lebih baik fokus saja pada unsur delik dan fakta hukum yang ada sehingga proses hukum bisa berjalan lebih obyektif.
“Jika bicara hukum, PU sebaiknya fokus pada unsur delik dan fakta hukum, bukan pada atribut keagamaan,” ujar Akbar.
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari meninggalkan ruangan usai sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (21/10). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
Sebelumnya, larangan terdakwa mengenakan atribut keagamaan di dalam persidangan ini telah disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana.
Imbauan tersebut menurut dia disampaikan Jaksa Agung di dalam acara halal bihalal, Senin pekan kemarin. Bahkan, untuk mempertegas imbauan tersebut, Kejagung menurut dia akan mengeluarkan surat edaran ke seluruh kejaksaan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kebijakan itu muncul setelah banyak fenomena terdakwa yang tiba-tiba memakai atribut keagamaan seperti peci dan jilbab saat menjalani persidangan, padahal sebelumnya orang tersebut tidak pernah mengenakan atribut itu dalam kesehariannya. Menurut Ketut, hal ini tidak bisa dibenarkan sehingga Kejagung akan menetapkan ketentuan berpakaian para terdakwa.
Penggunaan atribut keagamaan menurutnya juga akan membuat terdakwa seolah-olah alim pada saat di persidangan saja, hal itu dikhawatirkan dapat merusak citra agama tertentu.