news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pakar UGM: Butuh Lomba Cipta Menu dari Bahan Lokal yang Bisa Saingi Gandum

Konten Media Partner
19 Juli 2022 16:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Profesor Masyhuri. Foto: Dok. UGM
zoom-in-whitePerbesar
Profesor Masyhuri. Foto: Dok. UGM
ADVERTISEMENT
Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Masyhuri, menilai pemerintah butuh mengadakan dan memperbanyak perlombaan membuat produk makanan berbahan pangan lokal yang bisa menyaingi produk makanan dari gandum.
ADVERTISEMENT
Ini adalah salah satu contoh langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah jika benar-benar serius untuk melakukan substitusi gandum dengan bahan-bahan pangan lokal.
Selain sebagai ajang promosi produk pangan berbahan lokal, perlombaan ini juga bisa menjadi jalan untuk menemukan resep atau teknologi pengolahan bahan lokal yang bisa menyamai atau bahkan mengalahkan rasa makanan dari gandum.
“Barang siapa bisa membuat makanan dari lokal yang sama atau lebih hebat dari gandum dia akan menerima hadiah, tanpa perlombaan seperti itu susah,” kata Masyhuri kepada Pandangan Jogja @Kumparan, Selasa (19/7).
Selain berbagai macam lomba, pemerintah juga perlu memberikan insentif kepada produsen makanan berbahan baku lokal. Misalnya bantuan modal atau keringanan pajak bagi perusahaan-perusahaan tersebut.
Hal lain yang mesti jadi perhatian adalah ketersediaan bahan baku. Sebab, tanpa ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan, industri juga enggan untuk membuat produk makanan berbahan baku lokal. Di sisi lain, produktivitas pangan lokal menurutnya masih terbatas.
ADVERTISEMENT
Karena itu, supaya petani mau menanam bahan pangan lokal, maka pemerintah harus bisa menjamin harga di tingkat petani. Tanpa ada jaminan harga, maka jangan harap petani bersedia untuk menanam komoditas yang dibutuhkan.
“Masalahnya pemerintahnya mau kerja apa tidak, butuh perjuangan keras memang kalau benar-benar mau melakukan diversifikasi gandum,” kata Masyhuri.
Ilustrasi singkong. Foto: Pexels
Menurutnya, kenaikan harga gandum dunia mesti bisa dimanfaatkan untuk melepaskan Indonesia dari ketergantungan atas bahan produk makanan berbasis gandum. Situasi ini menurutnya membuat bahan lokal penghasil karbohidrat dalam negeri memiliki peluang lebih besar untuk bisa bersaing.
“Gandum ini mahal sebenarnya momentum, peluang kita untuk memasukkan bahan lokal mengalahkan gandum jadi lebih besar,” ujarnya.
Meskipun, upaya itu tentu tidak akan mudah. Sebab, sudah bertahun-tahun masyarakat Indonesia mengonsumsi berbagai jenis makanan berbahan baku gandum.
ADVERTISEMENT
Memang, saat ini sudah ada tepung mocaf (modified cassava flour) yang rasanya sudah mirip dengan tepung gandum, namun belum bisa benar-benar menggantikannya. Sehingga penggunaannya mesti dilakukan bertahap, masih harus dicampur dengan tepung gandum.
“Dengan teknologi dan inovasi terus menerus, mestinya tepung mocaf ini bisa menyamai gandum,” kata Masyhuri.
Dari segi harga, tepung mocaf juga masih kurang bisa bersaing dengan tepung terigu. Karena itu, dibutuhkan kebijakan harga dari pemerintah supaya harga tepung dari bahan lokal ini bisa lebih bersaing, dan hal itu semakin mungkin untuk dilakukan di tengah kenaikan harga gandum ini.
Dewan Pembina INAgri, Achmad Yaqub. Foto: Dok. Pribadi
Dewan Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri), Achmad Yakub, menyampaikan hal serupa. Bahwa kenaikan harga gandum adalah momentum yang tepat bag Indonesia untuk mengurangi penggunaan dalam negeri dan menggantinya dengan bahan-bahan lokal.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, diversifikasi pangan lokal ini bukanlah hal baru. Pemerintah Indonesia sudah kerap mewacanakan soal diversifikasi gandum sejak bertahun-tahun silam.
“Tapi selalu mentok di wacana, kalau benar-benar mau diversifikasi gandum dengan bahan lokal, ya ini waktunya. Jangan hanya lip service,” kata Achmad Yakub.
Untuk itu, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang menunjukkan keseriusan mereka supaya hal ini tak lagi jadi wacana. Upaya diversifikasi pangan ini mesti melibatkan industri dan masyarakat, jangan hanya melibatkan para elit saja yang akan membuat program ini jadi proyek formalitas seperti yang sudah-sudah.
Tidak cukup hanya fokus pada ranah produksi penyediaan bahan bakunya. Sektor hilir justru kini mesti jadi prioritas utama, bagaimana ekosistem industri pengolahan pangan lokal tersedia dan terdapat pasar yang menyerapnya.
ADVERTISEMENT
“Jika nanti pasarnya tersedia, harga di tingkat petani terjamin, nanti tanpa disuruh petani pasti mau menanam (bahan baku) dengan sendirinya,” kata Achmad Yakub.