Pencuri Cabai Mati Ditebas Celurit, Petani Mati oleh Iklim Kemarau Basah

Konten Media Partner
18 Juni 2022 17:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polres Sleman berhasil menangkap HH (17), pria yang aniaya pencuri cabai dengan celurit hingga tewas di Turi, Kabupaten Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Polres Sleman berhasil menangkap HH (17), pria yang aniaya pencuri cabai dengan celurit hingga tewas di Turi, Kabupaten Sleman. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini seorang pelajar di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), ditangkap polisi karena menganiaya seorang pencuri cabai di sawah dengan menggunakan celurit hingga tewas.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya ini, pelajar yang masih di bawah umur itu itu, 17 tahun, terancam pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dunia dengan ancaman 7 tahun penjara.
Pandangan Jogja @Kumparan, pada Jumat (17/6) petang mewawancarai Pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sinduadi, Sleman, DIY, Sunarno, untuk mengetahui banyak hal di seputar pertanian cabai.
Pertama, Sunarno menyebut, pencurian cabai hanyalah salah satu tantangan para petani cabai. Pencurian cabai di sawah petani pada bulan-bulan ini, marak terjadi, karena harga cabai yang meroket.
Petani cabai rawit sudah bisa untung dengan harga jual Rp 35 ribu per kilogram. Nah pada saat ini karena banyak yang gagal panen, harga cabai meroket hingga Rp 100 ribu / Kg.
ADVERTISEMENT
“Pada 2019 lalu saat harga cabai melambung seperti sekarang pencuri cabai gak hanya datang sendiri tapi pakai bak terbuka ramai-ramai mencuri cabai di sawah petani di sini,” kata Sunarno.
Pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sinduadi, Sleman, DIY, Sunarno
Siasat yang bisa dilakukan petani cabai untuk mengamankan sawahnya adalah dengan ramai-ramai berjaga di malam hari.
Tapi pencurian bagi petani cabai hanyalah sebuah “happy problem.” Masalah pencurian baru muncul jika petani sukses budidaya cabai. Padahal untuk bisa sukses menanam cabai di musim kemarau basah ini bukanlah yang mudah.
Intensitas hujan di musim kemarau saat ini sangat lah tinggi. Bagi petani di dataran tinggi dengan sawah terasering, siasat untuk mengatur pasokan air tidak terlalu sulit. Tapi bagi petani di dataran rendah itu bukanlah yang mudah.
ADVERTISEMENT
Sunarno menjelaskan air yang berlebihan, memunculkan masalah tak hanya genangan di sawah tapi juga virus dan bakteri yang berbeda dari musim kemarau kecing.
“Nah petani mana tahu soal itu? Sistem budidaya cabai di musim kemarau basah tidak ada yang mengajarkan ke petani. Jadi banyak petani yang hari ini bangkrut, berutang, karena gagal panen cabai. Belum dicuri pun sebenanrya sudah berat situasinya bagi petani cabai pada kemarau basah ini,” papar Sunarno.
Bahkan bagi petani yang sudah cukup memahami sistem budidaya cabai di musim kemarau basah ini pun masalah masih jauh dari usai.
Karena ternyata Sarana Prasarana Pertanian (Saprotan) yang dibutuhkan pun justru menghilang dari pasaran. Pupuk untuk cabai susah dicari, pestisida untuk melawan virus dan bakteri yang muncul karena kemarau basah juga tak ada di pasaran.
ADVERTISEMENT
Sunarno mengeluhkan pasokan Sapotran yang sama sekali tidak stabil sehingga sangat menyulitkan petani memanfaatkan momentum harga cabai yang bagus pada saat ini.
“Lain halnya mungkin di daerah yang memang penghasil cabai, sapotran mereka katanya stabil ada. Tapi di daerah yang menanamnya musiman, sulit sekali. Di Sleman ini susah nyari pupuk dan pestisida cabai,” kata Sunarno.