Penerapan Augmented Reality pada Tembang Dolanan Anak Ki Hadjar Dewantara

Konten dari Pengguna
29 Desember 2020 16:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ARTDA 1.0. Foto: Dokumentasi Laboratorium Sariswara.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ARTDA 1.0. Foto: Dokumentasi Laboratorium Sariswara.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah tembang dolanan anak punah, Laboratorium Sariswara Taman Siswa bekerja sama dengan PT Arutala meluncurkan Augmented Reality Tembang Dolanan Anak (ARTDA 1.0). Dengan aplikasi AR ini, tembang dolanan anak akan serasa hidup seperti melihat anak-anak yang sedang nembang dolanan dan menari riang.
ADVERTISEMENT
Co-Founder sekaligus CPO Arutala, Ambar Setyawan mengatakan bahwa ARTDA 1.0 merupakan solusi dari sulitnya mengajarkan tembang dolanan anak, terutama di masa pandemi ini yang tak memungkinkan pengajaran tatap muka secara langsung.
“Teknologi ini (AR) sangat interaktif, memberikan visualisasi, sehingga memudahkan siapa saja yang mau belajar tembang dolanan anak karya Ki Hajar Dewantara” papar Ambar dalam acara peluncuran ARTDA 1.0 yang dilakukan secara daring, Senin (21/12).
Dengan aplikasi ini, anak-anak bisa praktik dan belajar tembang dolanan anak sendiri dari rumah dengan melihat objek tiga dimensi. Objek dalam ARTDA 1.0 juga dibuat semenarik dan semenggemaskan mungkin untuk menarik minat anak-anak belajar.
“Sangat hidup, lucu sekali. Nanti anak-anak bisa melihat proses bagaimana sih proses tari. Dan diiringi dengan lagu-lagu Jawa, tembang dolanan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Anak-anak akan diberikan pengalaman senyata mungkin, karena animasi dalam buku panduan dapat dilihat secara 360 derajat dari atas, bawah, kanan, dan kiri. Anak hanya tinggal menggerakkan tangannya saja, sehingga mereka bisa melihat objek dari segala sisi.
Aplikasi ini merupakan aplikasi AR yang berbasis marker maupun tanpa marker, sehingga penggunaannya bisa menggunakan buku maupun tanpa buku, cukup memakai gawai.
“Tapi untuk lebih interaktif bisa menggunakan buku,” ujarnya.
Jika menggunakan buku, maka anak tinggal memindai animasi-animasi yang ada pada buku menggunakan aplikasi tersebut. Aplikasi ini juga sudah bisa diunduh secara gratis di Google Playstore.
Sariswara Bina Karakter Anak
Ilustrasi ARTDA 1.0. Foto: Dokumentasi Laboratorium Sariswara.
Ketua Badan Khusus Taman Kesenian Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, Ki Priyo Dwiarso, mengapresiasi kiprah generasi muda yang masih menjaga dan melestarikan ajaran-ajaran luhur ki Hadjar Dewantara.
ADVERTISEMENT
Priyo Dwiarso mengatakan, upaya-upaya inovatif seperti pembuatan metode seperti ARTDA 1.0 ini sangat penting supaya ajaran Ki Hadjar Dewantara tetap bisa diajarkan ke generasi sekarang secara relevan.
“Sehingga itu bisa membentuk budi luhur sang anak,” ujarnya.
Terlebih dari penelitian Jui-Ching Wang dari Northern Illinois University, menemukan bahwa metode sariswara yang bertujuan untuk membina karakter anak merupakan satu-satunya di dunia.
“Karena Dr Jui-Ching Wang sudah muter ke Afrika, di Asia, itu tidak ada metode yang sama dengan sariswara, luar biasa,” ujarnya.
Melalui mata pelajaran seni budaya, bukan berarti bertujuan supaya anak menjadi seniman. Tapi menurut Priyo, seni budaya dimaksudkan supaya dalam diri anak tertanam tri wi, yakni wirogo (keindahan lahiriah), wiroso (keindahan rasa), dan wiromo (irama hidup atau karakter).
ADVERTISEMENT
“Ini adalah teori dari Ki Hadjar Dewantara pada metode sariswara,” ujar Priyo.
Sementara itu, Kepala Galeri Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan, Pustanto, mengatakan bahwa sariswara merupakan sokoguru pendidikan karakter Nusantara, sehingga perlu dijaga dan dikembangkan. Untuk itu, metode ini perlu selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman.
“Sariswara harus kita kemas sedemikian rupa menjadi yang menarik untuk anak-anak kita,” ujarnya.
Untuk itu, dia sangat mengapresiasi peluncuran ARTDA 1.0 sebagai upaya supaya metode sariswara tetap relevan di era serba digital seperti sekarang. Dia berharap, ARTDA 1.0 akan terus dikembangkan dengan melibatkan lebih banyak kalangan dan diterapkan secara kontekstual, sehingga dapat dihasilkan penghalusan budi pekerti siswa Indonesia.
“Direktorat Jenderal Kebudayaan berharap dengan cara ini para siswa dapat mempraktikkan sariswara secara kekinian, dengan mendayagunakan aneka bentuk budaya digital,” ujar Pustanto.
ADVERTISEMENT
Berkah Pandemi
Ilustrasi ARTDA 1.0. Foto: Dokumentasi Laboratorium Sariswara.
Pimpinan Laboratorium Sariswara, Listyo HK, mengatakan ARTDA 1.0 bermula dari gagasan mereka untuk membuat video tutorial yang melibatkan banyak anak-anak dan tim. Namun ketika usulan itu disepakati Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, tidak lama badai pandemi menerjang sehingga mereka diminta untuk mengubah konsep program tersebut.
“Ketika itu kami menggagas bagaimana kalau ini diubah animasi, ternyata biayanya membengkak kalau memakai animasi full,” kata Cak Lis, sapaan akrab Listyo HK, dalam peluncuran ARTDA 1.0 yang dilakukan secara virtual, Senin (21/12).
Dari situ, kemudian dicari jalan keluar bagaimana menggabungkan buku petunjuk teknis dan animasi yang bisa menarik minat anak untuk melakukannya. Melalui aplikasi ini, Cak Lis berharap anak-anak dan orangtua akan semakin tertarik mempelajari tembang-tembang dolanan anak sehingga dapat diselamatkan dari kepunahan.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, tembang dolanan anak merupakan salah satu metode pembelajaran Sariswara yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara. Sehingga melestarikan tembang dolanan anak sama halnya melestarikan ajaran-ajaran luhur menteri pendidikan pertama Indonesia itu.
“Tembang dolanan merupakan salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran Sariswara yang diciptakan oleh Ki Hadjar Dewantara. Menggabungkan tiga pelajaran kesenian, bahasa indah, lagu atau tembang, dan cerita,” ujarnya.
Gabungan tiga pelajaran tersebut diyakini oleh Ki Hadjar Dewantara dapat melandasi watak untuk menggandrungi keindahan dan kehalusan, sebagaimana watak dari sebuah kesenian. (Widi Erha Pradana / YK-1)