Permintaan Ekspor Melesat, Indonesia Butuh Pusat Budidaya Tanaman Hias Dracaena

Konten Media Partner
5 Agustus 2021 21:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Dracaena sanderiana atau bambu rejeki. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Dracaena sanderiana atau bambu rejeki. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Tanaman hias tetap menemukan penggemarnya, termasuk di tengah pandemi seperti sekarang. Meski sektor ekonomi mengalami kelesuan, tetapi dunia bisnis tanaman hias justru makin bergeliat. Salah satu jenis tanaman hias yang punya prospek bagus adalah tanaman hias jenis dracaena atau yang biasa dijuluki bambu keberuntungan.
ADVERTISEMENT
Permintaan pasar ekspor untuk dracaena terus mengalami peningkatan, terutama selama pandemi berlangsung. Namun saat ini, pembudidaya dracaena di Indonesia belum banyak, bahkan yang tercatat oleh Kementerian Pertanian hanya ada satu pusat produksi dracaena di Indonesia yakni di Sukabumi, Jawa Barat.
Ketua Kelompok Tani Alamanda, Dullah Durahman, mengatakan bahwa pada 2020 kemarin Poktan Alamanda berhasil mengekspor 20 kontainer dracaena ke luar negeri. Dan pada 2021 ini, mereka optimis bisa mengekspor dracaena hingga 30 kontainer. Dan rata-rata, tiap bulan kini permintaan ekspor dracaena dari luar negeri ke Alamanda sekitar 1,5 juta batang.
Ada beberapa negara yang menjadi importir dracaena yang dibudidayakan Alamanda, antara lain, China, negara-negara Timur Tengah, Australia, Rusia, Amerika, dan Kanada. Dan kemungkinan besar, pasar ini akan semakin luas nantinya.
ADVERTISEMENT
“Rata-rata mereka order ke kami itu jenis dracaena sanderiana, banyak sekali. Mereka suka sekali model-model atau desain yang kita punya, sekarang kita punya lebih dari 115 model,” kata Dullah dalam diskusi daring yang diadakan oleh Pustaka Kementerian Pertanian, beberapa waktu lalu.
Bambu rejeki budidaya Poktan Alamanda. Foto: Dokumen Poktan Alamanda
Model-model atau desain dracaena sanderiana dari Poktan Alamanda menurut dia menjadi daya tarik sendiri untuk para importir. Pasalnya, di negara lain yang juga memproduksi dracaena untuk ekspor tidak ada model seperti yang mereka buat.
Selain dracaena sanderiana, permintaan beberapa jenis dracaena seperti dracaena fragrans atau sri gading dan compacta juga cukup besar. Pada puncak pandemi tahun 2020 kemarin, permintaan dracaena compacta sangat besar.
Saat ini, Poktan Alamanda juga telah menjalin kerja sama untuk menyuplai dracaena compacta ke sebuah perusahaan di luar negeri sebesar lima kontainer tiap bulan. Ada juga tawaran untuk menyuplai 150 kontainer untuk tahun depan ke China, namun mereka belum bisa menerimanya.
ADVERTISEMENT
“Karena kita masih belum bisa menjamin kontinuitas ke mereka karena salah satu persyaratan utama itu mereka minta hamparan minimal 10 hektar untuk satu komoditi,” ujarnya.
Sebuah perusahaan dari Belanda bahkan telah siap untuk mengalihkan pasokan mereka dari Thailand sebesar 25 sampai 30 persen ke Poktan Alamanda dengan syarat mereka punya hamparan lahan seluas 20 hektar khusus untuk dracaena sanderiana. Lahan seluas itu dibutuhkan karena Alamanda diminta untuk memasok sekitar 340 kontainer dracaena sanderiana ke Belanda dalam setahun.
“Itu potensi pasar yang sangat luar biasa, tapi produksi kita waktu itu hanya empat kontainer tiap bulan, jadi besar sekali potensi yang belum bisa kita sambut,” ujar Dullah Durahman.
Deremensis Lemonline salah satu jenis Dracaena yang juga digemari. Foto: Istimewa
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, Sudrajat, mengatakan bahwa dracaena memang sudah cukup lama dikembangkan di Sukabumi, tepatnya sejak tahun 2008 silam. Namun sampai saat ini, kendala utama yang dihadapi untuk memperkuat sentra dracaena di Sukabumi adalah ketersediaan lahan.
ADVERTISEMENT
Saat ini, budidaya dracaena dilakukan tersebar di kawasan-kawasan yang kecil sehingga belum bisa memenuhi syarat yang diwajibkan oleh para importir dari luar negeri. Karena keterbatasan lahan itu juga produksi dracaena di Sukabumi saat ini baru di kisaran 6,1 juta setahun.
“Saat ini kami sedang berupaya memperoleh lahan yang dibutuhkan dan sedang dikembangan di sebelah utara Sukabumi untuk memperkuat sentra dracaenam” kata Sudrajat.
Sejauh ini, pemerintah menurutnya juga telah memberikan sejumlah dukungan kepada petani dracaena mulai dari pemberian bantuan fasilitas greenhouse, penguatan kelembagaan, kemitraan dengan pelaku usaha, serta menyelenggarakan berbagai event festival bunga atau tanaman hias.
Sementara itu, Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian, Liferdi Lukman, mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah telah beberapa kali mengalokasikan APBN untuk mengembangkan dracaena di daerah lain setelah melihat keberhasilan di Sukabumi. Namun ternyata pelaksanaan di lapangan menurutnya masih jauh yang diharapkan, sehingga sampai saat ini pengembangan dracaena baru ada di Sukabumi.
ADVERTISEMENT
“Jadi kita belum bisa mereplikasi di tempat-tempat lain,” ujar Liferdi.
Pengembangan dracaena di Sukabumi menurutnya menjadi menarik, sebab dijalankan oleh kelompok tani, padahal produk mereka sudah berhasil menembus pasar ekspor ke berbagai negara. Dan dia berharap, nantinya hal tersebut juga bisa ditiru oleh para petani di daerah lain sehingga bisa ikut meningkatkan kesejahteraan petani.
Hal ini karena budidaya florikultura, termasuk dracaena, hasilnya ternyata jauh lebih menguntungkan ketimbang komoditas pertanian lain.
“Mudah-mudahan nanti dracaena ini juga bisa dikembangkan di daerah-daerah lain,” ujarnya.