Presiden Jokowi dan Raja Willem Harus Tahu bahwa Bibit Cendana Butuh Pohon Inang

Konten dari Pengguna
13 Maret 2020 14:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penananam pohon cendana oleh Presiden Jokowi - Iriani dan Raja Willem-Alexander - Ratu Maxima di halaman Istana Bogor sebagai simbol persahabatan dua negara. Foto : Twitter @koninklijkhuis
zoom-in-whitePerbesar
Penananam pohon cendana oleh Presiden Jokowi - Iriani dan Raja Willem-Alexander - Ratu Maxima di halaman Istana Bogor sebagai simbol persahabatan dua negara. Foto : Twitter @koninklijkhuis
ADVERTISEMENT
Pohon Cendana yang ditanam oleh Raja Willem-Alexander dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di halaman Istana Bogor pada Selasa (10/3) kemarin menjadi salah satu simbol persahabatan antara Indonesia dan Belanda. Penanaman pohon cendana itu merupakan salah satu rangkaian dari kunjungan kenegaraan Raja Willem-Alexander dan sang Ratu Maxima ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Peneliti LIPI, Soedarsono Riswan, dalam jurnalnya Kajian Botani, Ekologi dan Penyebaran Pohon Cendana mengatakan pohon bernilai ekonomi tinggi ini tumbuh secara alami di Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama di Pulau Sumba dan Timor. Awalnya, pohon cendana diperkirakan berasal dari India karena dijumpainya tegakan cendana di daerah Mysore dan sekitarnya.
Namun para pakar botani kebanyakan kemudian lebih meyakini pohon cendana berasal dari kepulauan Indonesia, yakni di Kepulauan Busur Luar Banda di sebelah tenggara Indonesia, utamanya adalah pulau Timor dan Sumba.
Sejarah perdagangan kayu cendana di masa lampau semakin menguatkan bahwa pohon ini merupakan flora asli NTT. Ya, Belanda dan Portugis pertamakali sampai di NTT disebabkan oleh Cendana dan pertama masuk Maluku tersebab oleh cengkih.
ADVERTISEMENT
Dari NTT, manusia dan waktu, membuat pohon cendana kini bisa dijumpai di Kabupaten Bondowoso, Sulawesi, Maluku, hingga ke utara Australia. Sementara keberadaan cendana di India tidak lepas dari perdagangan kayu cendana di masa lampau. Data tertua menyebutkan, perdagangan kayu cendana dari pulau Timor sudah dilakukan sejak abad ke-3.
Tak heran jika pohon cendana selalu dikaitkan dengan NTT. Nama pohon cendana bahkan sudah diabadikan pada sebuah universitas di Kupang, yakni Universitas Nusa Cendana.
“Bahkan juga tanaman ini telah dipilih oleh Provinsi NTT sebagai flora maskot daerah ini. Sebenarnya yang dijuluki Nusa Cendana tepatnya adalah pulau Sumba,” tulis Soedarsono.
Ancaman Kepunahan dan Penurunan Keragaman Genetik
Sayangnya populasi pohon cendana di Indonesia terus menurun dalam beberapa dekade terakhir dengan kepunahan jadi ancamanya nyata.
ADVERTISEMENT
Dosen sekaligus peneliti dari Fakultas Kehutanan UGM, Yeni Widyana Nurcahyani mencatat, data yang dimiliki Pemprov NTT 2010 menunjukkan bahwa jumlah pohon cendana di daerah Timor, Alor, dan Sumba hanya 300 ribu pohon. Padahal pada 2000, ada sekitar 1 juta pohon di wilayah itu.
“Angka ini menunjukkan reduksi lebih dari 100 persen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir,” jelas Yeni Widyana Nurcahyani dalam disertasi untuk program doktor di Fakultas Kehutanan UGM tahun 2017 yang meneliti cendana di Kawasan Gunung Sewi.
Yeni mengatakan cendana tidak hanya menghadapi ancaman kepunahan, tapi juga mengalami penurunan keragaman genetik yang cukup signifikan.
Penyebab utama penurunan keragaman genetik populasi cendana secara signifikan adalah adanya fragmentasi hutan. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
“Populasi cendana di Indonesia yang tersebar di pulau Jawa, Sumba, dan Timor juga mengalami degradasi secara genetis maupun reproduksi karena gangguan antropogenis dan alami,” jelasnya.
Harapan Rehabilitasi Cendana
Dengan besarnya degradasi pada populasi alam cendana di kepulauan Indonesia bagian Tenggara, kemunculan ras lahan baru di Gunung Sewu Global Geopark Network menurut Yeni bisa menjadi sumber daya yang menjanjikan untuk program regabilitasi.
Tidak hanya itu, kawasan pegunungan kapur seluas 1.300 kilometer persegi di bagian tengah Pulau Jawa ini juga dapat dimanfaatkan sebagai wahana penelitian dan reintroduksi.
“Cendana di Gunung Sewu tersebar sepanjang gradien geografis pada berbagai tipe lanskap,” tuturnya.
Hasil penelitiannya di Gunung Sewu menemukan adanya perbedaan karakteristik lanskap dan habitat di kawasan Gunung Sewu. Perbedaan itu menyebabkan terjadinya variasi struktur populasi, kondisi klimatis, dan lingkungan antarras lahan cendana sepanjang zona geografis di Gunung Sewu.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Yeni menyebutkan bahwa keragaman genetik spasial maupun temporal bervariasi seiring dengan perbedaan struktur populasi. Keragaman tersebut sangat dipengaruhi oleh struktur populasi, kelimpahan bunga, dan klonitas.
Menurutnya, strategi konservasi cendana sebaiknya disusun sesuai dengan basis genetik, keragaman genetik, sistem perkawinan, tingkat fragmentasi, dan klonitas dari setiap populasi. Pengembangan strategi konservasi juga harus diintegrasikan dengan program konservasi regional dan nasional.
“Bisa dilaksanakan dengan berbagai skema reintroduksi, rehabilitasi, ataupun perhutani sosial, termasuk di dalamnya manajemen konservasi dengan skema geopark,” ujarnya.
Butuh Tanaman Inang
Penanaman pohon cendana oleh Presiden Joko Widodo dan Raja Belanda Willem-Alexander di halaman Istana Bogor menimbulkan beberapa pertanyaan di kalangan pecinta botani karena tidak adanya pohon inang bagi bibit cendana yang ditanam.
ADVERTISEMENT
Riset Yudi Riadi Fanggida dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB, yang dimuat di jurnal FMIPA IPB dengan judul artikel 'Evapotranspirasi Bibit Cendana (Santalum Album L.) dengan Beberapa Inang Primer' mengatakan bibit cendana sebagai sebuah individu mempunyai akar yang minim serabut sehingga membatasinya untuk menyerap air dan hara dari media tumbuhnya.
“Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, secara alamiah cendana memiliki sifat hemiparasit dengan karakter sebagai parasit akar, ditandai dengan terbentuknya haustoria untuk menghubungkan akar cendana dengan akar tumbuhan inang,” tulis Yudi.
Haustoria pada akar cendana berfungsi sebagai pengisap unsur hara dari tumbuhan inang. Sifat hemiparasit ini mengakibatkan selama masa pertumbuhan cendana memerlukan kehadiran tumbuhan lain di sekitarnya yang berperan sebagai inang.
ADVERTISEMENT
Menurut Gaol and Ruma (2009), banyak bibit tanaman cendana yang gagal tumbuh atau tumbuh dengan pertumbuhan yang sangat lambat akibat ditanam tanpa inang. Bibit cendana yang ditanam tanpa inang umumnya hanya mampu bertahan selama satu tahun.
Tanaman cendana muda yang ditanam tanpa inang akan memberikan pertumbuhan yang lebih rendah atau lambat dibandingkan dengan cendana yang ditanam dengan inang. Dalam pembudidayaan cendana, ada dua macam inang, yaitu inang primer dan inang sekunder.
Inang primer diperuntukkan bagi pertumbuhan bibit cendana dalam polibag pada tingkat awal pertumbuhan, dan inang sekunder untuk pertumbuhan lanjutan di lapangan. Inang primer akan sangat menentukan pertumbuhan bibit cendana.
Krokot Sebagai Inang Terbaik Cendana
Yudi meneliti pertumbuhan pohon cendana dengan berbagai jenis inang, yakni cabai, krokot, dan sengon. Hasilnya, bibit cendana dengan inang primer sengon memiliki efisiensi pemanfaatan air untuk menghasilkan biomassa cendana di atas permukaan yang terendah, sama rendahnya dengan efisiensi bibit cendana yang ditanam tanpa inang.
ADVERTISEMENT
Bibit cendana dengan inang primer krokot memiliki nilai efsisensi pemanfaatan air tertinggi, hal ini terkait dengan karakteristik perakaran serabut krokot yang sukulen dan lunak sehingga mendukung terbentuknya haustoria yang memungkinkan bibit cendana untuk menyerap air dan hara guna mendukung pertumbuhannya.
“Karakteristik tersebut menjadikan krokot sebagai inang primer yang lebih baik bagi bibit cendana, bila dibandingkan dengan cabai dan sengon,” tulis Yudi.
Haustoria akar cendana-krokot mendukung penyerapan air dan hara, serta daun krokot yang kecil dan tebal memiliki transpirasi yang rendah sehingga meminimalkan persaingan dengan bibit cendana dalam penggunaan air dan hara.
Jadi, bersahabat dengan Belanda, menerima pernyataan maaf untuk masa lalu dengan menanam pohon cendana, Pak Jokowi dan Raja Willem harus tahu, butuh pohon inang agar pohon simbol hubungan kedua negara di masa depan ini bisa tumbuh lebat dan melawan kepunahan. Tanpa pohon inang, bibit pohon cendana akan layu bahkan sebelum sedikit pun berkembang. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT