Puasa sampai Sesajen, Ini 4 Rahasia yang Bikin Keris Punya Aura Magis

Konten Media Partner
22 Mei 2022 14:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keris Nogo Siluman. Foto : dokumen Sri Margana
zoom-in-whitePerbesar
Keris Nogo Siluman. Foto : dokumen Sri Margana
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Salah seorang pembuat keris yang paling ternama di Yogyakarta, Empu Sungkowo Harumbrodjo, mengungkapkan kenapa keris dikenal sebagai sebuah benda yang sakral dan punya kekuatan magis. Menurut Empu Sungkowo, hal itu tidak lepas dari proses bagaimana keris itu dibuat.
ADVERTISEMENT
Dalam proses pembuatan keris, ada sederet ritual, perhitungan, syarat, serta sejumlah pantangan yang mesti dipatuhi. Jika tidak, aura yang dikeluarkan oleh keris yang dihasilkan justru bisa menjadi negatif.
Lantas, apa saja ritual maupun syarat yang mesti dijalankan selama proses pembuatan keris tersebut?
Puasa 3 Hari Sebelum Membuat Keris
Empu Sungkowo saat menjadi pembicara dalam Rembag Kaistimewaan. Foto: Widi Erha Pradana
Sebelum mulai membuat keris, Empu Sungkowo biasanya harus menjalani puasa selama tiga hari. Waktu untuk berpuasa juga mesti dilakukan pada hari-hari tertentu, yakni pada Rabu Pon, Kamis Wage, dan Jumat Kliwon, atau Kamis Wage, Jumat Kliwon, dan Sabtu Legi. Dalam perhitungan Jawa, jumlah neptu dari tiga hari itu sebanyak 40.
“Jadi puasa tiga hari mewakili puasa 40 hari,” kata Empu Sungkowo dalam acara Rembag Kaistimewan berjudul Filosofi, Sejarah, dan Makna Estetika Keris Gaya Yogyakarta, yang diadakan oleh Paniradya Kaistimewan secara daring, Kamis (19/5).
ADVERTISEMENT
Puasa itu dimaksudkan sebagai bentuk penyucian diri, sebab ketika membuat keris seorang empu harus berada dalam kondisi jiwa yang suci sehingga bisa menghasilkan keris dengan aura yang positif. Sahur dan buka dalam puasa itu juga hanya dengan nasi dan air putih saja.
Menyiapkan Sajen atau Ubo Rampe
Ubo rampe pembuatan keris. Foto: Widi Erha Pradana
Setelah menjalani tirakat berupa puasa selama tiga hari, seorang empu juga mesti menjalani doa ritual yang dilengkapi dengan sesajen atau ubo rampe. Ubo rampe yang terdiri atas berbagai jenis makanan itu kemudian dibagikan atau disedekahkan kepada tetangga sekitar dengan maksud untuk meminta restu kepada mereka.
“Supaya pembuatan keris nanti bisa selamat, sesuai apa yang diinginkan dan tidak mengganggu,” ujar Empu Sungkowo.
Ada beberapa kelengkapan di dalam ubo rampe tersebut, pertama adalah tumpeng yang bermakna tumuju dumateng Pangeran atau menuju kepada Tuhan. Sebab, semua doa yang dilantunkan tetap ditujukan kepada Tuhan sebagai penguasa semesta.
ADVERTISEMENT
Selain tumpeng, di dalam ubo rampe juga mesti terdapat ingkung, yang bermakna supaya harapannya bisa jinangkung atau terlaksana. Ada juga daun dadap srep untuk menciptakan suasana yang dingin. Kemudian ada juga pisang raja atau sanggan, yang berarti sesanggeman supaya tugas atau kewajibannya terlaksana.
Ada juga lawe wenang supaya pikirannya selama membuat keris bisa tenang. Tak hanya itu, ada juga pala gumandhul (pepaya) dan pala kependhem (singkong atau talas).
“Keris itu ada bagian, yang kependhem (terpendam) itu besinya, yang gemandul (menggantung) itu dari angkasa, misalnya pamor batu meteor atau pamor prambanan,” kata Empu Sungkowo.
Intinya, sesajen atau ubo rampe ini berisi komponen-komponen yang masing-masing melambangkan doa dan harapan kepada Tuhan dalam membuat keris.
ADVERTISEMENT
Berhenti saat Emosi Tidak Stabil
Ketika sedang membuat keris, seorang empu juga harus dalam kondisi emosional yang stabil. Empu Sungkowo mengatakan proses pembuatan keris harus dilakukan saat dirinya tenang, tidak sedang dalam kondisi marah atau sedih.
“Kalau pikiran kurang tenang atau emosi, kita juga harus berhenti. Soalnya nanti aura dari keris itu kurang baik. Maka harus hati-hati dalam membuat keris, harus hatinya tenang, pikirannya senang,” ujar Empu Sungkowo.
Dalam membuat keris juga ada hari-hari pantangan, dimana pada hari tersebut seorang empu tidak boleh bekerja membuat keris. Hari pantangan itu berbeda-beda tergantung hari lahir si pemesan atau calon pemilik keris tersebut.
“Setiap pemesan punya pantangan hari yang berbeda-beda, sehingga membuat keris memang harus sabar, tidak bisa dipaksakan asal jadi secepat mungkin,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Disesuaikan Hari Lahir dan Pekerjaan Pemilik
Jenis atau bentuk keris yang dibuat nantinya juga mesti disesuaikan dengan neptu atau hari lahir serta profesi atau pekerjaan pemesannya. Sebab, bilah dan pamor sebuah keris akan berbeda-beda antara satu profesi dengan profesi lain.
Misalnya jika pemiliknya adalah seorang petani, maka akan disarankan untuk membuat keris jenis beras utah dengan luk 13, yang bermakna supaya hasil panennya lebih melimpah. Sedangkan untuk wirausaha atau pebisnis, biasanya akan disarankan menggunakan keris jenis luk 11 atau udan mas, yang bermakna doa supaya usaha pemiliknya makin sukses.
Fungsi dan peruntukan yang berbeda untuk masing-masing profesi juga akan menentukan bahan pembuatannya, terutama untuk bahan pendok, mendak, dan warangkanya.
“Bahan dan jenisnya disesuaikan dari neptu sama profesi pemesan, agar keris itu selaras dengan pribadi si pemiliknya nanti,” kata Empu Sungkowo.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai ritual, syarat, dan pantangan yang mesti dipatuhi, membuat proses pembuatan keris cukup memakan waktu. Saat ini, untuk membuat satu bilah keris, Empu Sungkowo yang sudah aktif membuat keris sejak 1995 silam, membutuhkan waktu rata-rata satu bulan.
Proses-proses itulah yang menurut empu Sungkowo akan membuat keris memiliki aura tertentu serta kekuatan magis. Jika prosesnya dilakukan dengan tepat, maka keris yang dihasilkan akan memiliki aura positif, sebaliknya jika prosesnya tidak tepat justru keris itu bisa membuat celaka pemiliknya karena auranya bisa berubah jadi negatif.
“Karena keris itu kan pusaka, doa, sehingga pembuatannya juga bisa dikatakan sakral,” ujarnya.