Punya 72 Festival, Yogya Dinilai Tak Punya Tempat Layak untuk Gelar Festival

Konten Media Partner
25 November 2022 18:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua JFFE 2022, Satya Brahmantya. Foto: Widi RH Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Ketua JFFE 2022, Satya Brahmantya. Foto: Widi RH Pradana
ADVERTISEMENT
Meski memiliki 72 festival dan menjadi salah satu kota dengan jumlah festival terbanyak di Indonesia, namun ternyata Yogya tak memiliki tempat yang representatif untuk menggelar festival.
ADVERTISEMENT
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Jogja Festivals Forum & Expo (JFFE 2022) yang juga salah satu pegiat festival di Yogyakarta, RM Satya Brahmantya. Dia mengatakan, salah satu kendala yang dihadapi oleh para pelaku festival di Yogya selama ini adalah terbatasnya ruang-ruang yang layak untuk menggelar festival, apalagi festival-festival yang mendatangkan orang dalam jumlah besar.
Akibatnya, para pelaku festival harus memutar otak bagaimana mengelola ruang-ruang yang sebenarnya kurang layak menjadi lebih layak dipakai.
Dia mencontohkan Jogja National Museum (JNM), yang biasa dipakai untuk menggelar ArtJog, salah satu festival terbesar di Yogya. Menurut dia, JNM sebenarnya kurang layak untuk menggelar event sebesar ArtJog. Sebelum digunakan oleh ArtJog, JNM bisa dibilang hanya bangunan tua yang tak terurus.
ADVERTISEMENT
“Jadi ArtJog itu harus memutar otak bagaimana menjadikan JNM itu layak untuk menggelar pameran ArtJog. Yang membuat ArtJog menjadi bersih seperti sekarang ya sebenarnya ArtJog,” kata Satya Brahmantya saat dihubungi, Jumat (25/11).
Gedung Jogja Natioal Museum (JNM), salah satu tempat paling sering digunakan untuk menggelar event dan festival di Yogya. Foto: Dok. JNM
Meski begitu, sampai sekarang menurut dia sebenarnya JNM masih belum layak untuk menggelar festival dan pameran level internasional seperti ArtJog.
“Listriknya sering mati-mati lah, sebenarnya enggak layak. Tapi karena kita enggak punya yang lain selain JNM, maka terpaksa kami adakan di sana,” ujarnya.
Selain JNM, Jogja Expo Center (JEC) yang sering digunakan untuk menggelar event-event seperti festival menurut dia juga sebenarnya kurang layak. Misalnya saat dipakai untuk menggelar Kustomfest pada 2019, saat itu animo pengunjung sudah mencapai hampir 30.000 orang dalam dua hari selama gelaran festival. Padahal kapasitas JEC menurut dia hanya bisa dikunjungi untuk 7.000-an orang.
ADVERTISEMENT
“Untungnya tiap jam waktu datangnya beda-beda. Bayangkan jika datangnya bersamaan pasti tempatnya enggak cukup. Jadi JEC-pun sebenarnya enggak layak, terlalu kecil, minimal dua kali dari itu,” kata dia.
Gedung JEC, salah satu lokasi di Yogya yang paling sering dijadikan tempat menggelar event dan festival. Foto: Jogja Expo Center
Padahal, JNM dan JEC merupakan dua tempat andalan untuk menggelar event dan festival di DIY. Lokasi-lokasi lain menurut dia jauh lebih tidak layak, tapi untungnya berkat kreativitas para pelaku festival bisa menyulap tempat-tempat tersebut sehingga bisa digunakan untuk menggelar festival.
“Misalnya tempat konser, mana ada tempat konser yang layak di Jogja? Yang kita pakai yaudah Kridosono, Prambanan, padahal sebenarnya enggak layak,” ujarnya.
“Sampai Westlife kemarin harus pegangin lampu sendiri, itu kan tamparan keras bukan hanya untuk promotornya, tapi juga untuk fasilitas di Jogja ini kok seperti itu,” tegas Satya Brahmantya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, para pelaku festival menurut dia sangat mengharapkan perhatian dari pemerintah DIY dalam menyediakan ruang-ruang yang bisa dipakai untuk menggelar event-event publik seperti festival yang lebih layak, baik dari luasan maupun fasilitas. Sebab, lokasi yang representatif juga akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekosistem festival di Yogya ke depan.