Rifka Annisa: 98 Persen Kekerasan Seksual 2021 Dilakukan oleh Orang Dekat

Konten Media Partner
20 April 2022 20:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi korban kekerasan seksual Foto: admin Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korban kekerasan seksual Foto: admin Kumparan
ADVERTISEMENT
Rifka Annisa Women’s Crisis Center (RAWCC), lembaga yang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan di Yogyakarta, meluncurkan data terkait laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diterima Rifka Annisa sepanjang 2021.
ADVERTISEMENT
Manager Program Pendampingan Rifka Annisa, Indiah Wahyu, mengatakan bahwa pada 2021 tercatat 947 orang yang mengakses layanan Rifka Annisa. Jumlah ini sekitar tiga kali lipat lebih banyak ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
Dari 947 orang yang mengakses, ada 204 orang yang meneruskan layanan Rifka Annisa untuk mendampingi kasusnya. Selebihnya dirujuk ke lembaga layanan yang dekat dengan domisili mereka, namun ada juga yang tidak melanjutkan aduannya.
Dari aduan tersebut, kekerasan terhadap istri adalah yang tertinggi dengan 109 kasus, kemudian diikuti dengan pelecehan seksual sebanyak 35 kasus, kekerasan dalam pacaran 34 kasus, kekerasan dalam keluarga 16 kasus, pemerkosaan 8 kasus, serta sisanya lain-lain.
“Pelaku kekerasan seksual sebagian besar adalah orang dekat dan kenal dengan korban, yang tidak kenal hanya 2 persen,” kata Indiah Wahyu dalam peluncuran Catatan Tahunan Wajah Kekerasan 2021, Rabu (20/4).
Manager Program Pendampingan Rifka Annisa, Indiah Wahyu. Foto: Dok. Pribadi
Secara umum, pelaku memiliki usia yang lebih dewasa ketimbang korban. Pelaku sendiri didominasi oleh teman (teman sekolah, teman organisasi, teman media sosial, kakak tingkat atau senior) sebesar 40 persen, diikuti oleh pacar atau mantan sebesar 21 persen, tetangga 7 persen, guru atau dosen 5 persen, serta ayah tiri atau pacar ibu sebesar 5 persen.
ADVERTISEMENT
Bahkan, ada kasus insest dimana kekerasan seksual dilakukan oleh ayah kandung maupun ayah tiri dengan kasus sebanyak 12 persen.
“Anak dan balita ini banyak sekali mengalami pelecehan seksual, tahun ini klien kami yang paling muda berusia 5 tahun, pelaku adalah calon ayah, calon suami ibunya,” ujarnya.
Sayangnya dari kasus yang diadukan, hanya 16 persen korban yang memilih proses hukum secara pidana baik kategori perkosaan maupun kekerasan seksual, selebihnya memilih tidak menempuh jalur hukum. Banyak faktor yang membuat korban tidak menempuh jalur hukum, di antaranya ketidaksiapan klien, pemulihan psikologis, alat bukti minim, serta keinginan dan kebutuhan klien sendiri untuk tidak menempuh jalur hukum.
Direktur Rifka Annisa, Defirentia One Muharomah mengatakan bahwa pandemi telah meningkatkan kerentanan terhadap perempuan mengalami kekerasan. Modus dan bentuk kejahatan menurutnya juga semakin beragam, seperti kekerasan berbasis gender online (KBGO).
ADVERTISEMENT
“Tahu 2021 ini masih menjadi tahun yang sangat berat untuk perempuan korban kekerasan,” kata Defirentia One.
Pandemi juga memberikan tantangan tersendiri bagi Rifka Annisa dalam menangani laporan kekerasan yang diadukan karena adanya berbagai pembatasan. Selain itu, kebijakan-kebijakan pemerintah menurutnya juga belum cukup optimal dalam merespons kebutuhan korban. Misalnya adanya pengalihan anggaran untuk penanganan pandemi, penutupan layanan untuk perempuan korban, ditutupnya layanan rumah aman, termasuk terhambatnya proses persidangan.
“Namun ada satu hal yang patut kita syukuri, bahwa di tengah semua kesulitan ini, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sudah disahkan, mari kita kawal bersama implementasinya,” ujarnya.