news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Romantisnya Memanen Sayur Kebun Sendiri di Bawah Senja Yogyakarta

Konten dari Pengguna
24 Juni 2020 20:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dodok Putra Bangsa bersama relawan lainnya sedang memanen kangkung. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Dodok Putra Bangsa bersama relawan lainnya sedang memanen kangkung. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul tiga sore, ketika matahari sudah tidak terlalu terik Mas Dodok Putra Bangsa mengawali panen sayuran di sebuah kebun yang terletak di daerah Sorowajan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Sekitar 10 orang lainnya yang saat itu sudah berkumpul dan tidak sabar menanti panen dimulai langsung ikut terjun ke kebun seluas 300 meter persegi itu. Mereka tidak mau ketinggalan untuk menuai hasil dari tanaman yang sudah sekitar sebulan ini mereka rawat sepenuh hati.
ADVERTISEMENT
Ini adalah panen ketiga sejak pertama kali mereka menjadikan lahan milik Jaringan Gusdurian ini sebagai kebun berbagai macam sayuran. Bayam dan kangkung adalah yang pertama mereka panen dari sekian jenis sayuran lain.
“Ini usianya 25 hari, sudah tiga kali ini kita panen,” kata Dodok Putra Bangsa di sela mencabuti kangkung-kangkung yang sudah siap panen, Selasa (23/6).
Barangkali tidak akan ada yang percaya jika sekitar sebulan sebelumnya, lahan yang kini dihijaukan dengan berbagai macam sayur itu merupakan lahan marginal yang dipenuhi ilalang. Dengan kekuatan gotong royong, lahan tandus itu kemudian dibabat dan disulap menjadi lahan pertanian produktif.
Kegembiraan dan keceriaan menyertai proses panen. Sesekali canda tawa pecah. Lalu mulai memanen lagi. Hingga tidak terasa setumpuk kangkung sudah terkumpul. Panen hari itu menghasilkan hampir 50 ikat kangkung segar, sebagian akan digunakan untuk menyuplai kebutuhan dapur umum yang diinisiasi oleh Solidaritas Pangan Jogja (SPJ) dan sisanya akan dijual dalam bentuk donasi supaya kebun bisa tetap berjalan.
ADVERTISEMENT
“Banyak juga ya, ini dua hari besok sudah bisa dipanen lagi,” lanjut Dodok.
Kebahagiaan yang Sulit Dilukiskan
Foto: Widi Erha Pradana
Suyatno, salah seorang relawan sedang sibuk mengikat kangkung-kangkung hasil panenan hari itu. Ada rasa tidak percaya, akhirnya setelah penantian cukup panjang mereka bisa memanen sayur yang mereka tanam. Apalagi dari sekian relawan yang tergabung untuk merawat kebun itu, tidak ada satupun yang memiliki latar belakang pertanian, baik secara teori maupun praktik.
“Di awal kita belajar dulu sama teman-teman petani di Kulon Progo. Gimana caranya menyemai, merawat, tanaman apa yang cocok buat ditanam, kita belajar dari nol,” kata Suyatno.
Di lahan yang tidak terlalu luas itu, mereka menggunakan metode tanam tumpang sari sehingga bisa menanam berbagai jenis tanaman. Ada tanaman untuk jangka pendek seperti kangkung, sawi, dan bayam, ada yang jangka menengah seperti kacang panjang, cabai, tomat, dan terong, serta tanaman jangka panjang seperti singkong dan pisang.
ADVERTISEMENT
Untuk mengusir hama, mereka memilih menggunakan unsur-unsur alam, misalnya tanaman pengalih hama seperti bunga matahari, kemangi, dan kenikir. Pestisida yang digunakan juga berasal dari unsur-unsur nabati yang dibuat dari fermentasi akar pohon bambu dan air bekas rendaman beras.
Setelah melalui proses yang cukup panjang, Suyatno dan kawan-kawannya kini mengerti bahwa menjadi petani tidak semudah yang dibayangkan. Tanaman baginya sudah seperti bayi yang sangat rentan, jika salah asuhan bukan saja pertumbuhannya tidak maksimal tapi bisa juga mati.
Sebagai orang yang tidak pernah bertani sebelumnya, menyaksikan sendiri bagaimana biji-biji mulai berkecambah, kemudian mulai tumbuh daun kecil hingga siap dipanen adalah sebuah kebahagiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
“Rasanya gimana ya, susah dideskripsikan. Karena dari kita awal sampai puncaknya kan prosesnya sangat panjang. Pas panen itu merasa lega, wah tanamanku gitu lho. Susah lah dideskripsikan, harus ngalamin sendiri biar tahu,” lanjut Suyatno ketika menceritakan perasaannya setelah panen.
ADVERTISEMENT
Ernawati adalah satu-satunya perempuan yang ikut memanen kebun sore itu. Jika mengingat semua prosesnya dari awal, dia tidak menyangka bahwa hasil kebun yang mereka rawat akan menghasilkan sebanyak ini.
“Ketika panen ternyata hasilnya banyak itu nyenengin banget ya, apalagi kita bisa ngerasain kalau bercocok tanam ternyata tidak semudah yang dibayangkan,” kata Erna.
Erna sudah menganggap tanaman-tanaman di kebun sebagai anaknya sendiri. Ketika sedang merawat tanaman-tanamannya, entah menyirami atau menyiangi, dia sering mengajak ngobrol mereka. Erna percaya, sebenarnya tanaman bisa merespons apa yang dikatakan manusia. Dan ketika manusia mengajaknya membicarakan hal-hal yang baik, tanaman juga akan menghasilkan kebaikan juga.
“Menyenagkan ngobrol sama tanaman. Karena bagiku, tanaman itu juga makhluk hidup ya. Jadi aku hargai, aku ajak ngomong seperti dengan makhluk hidup lainnya,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Mulai Tertarik Jadi Petani
Foto: Widi Erha Pradana
Banyak pelajaran berharga yang Suyatno dan kawan-kawannya dapatkan setelah berkebun. Tahu bagaimana panjang dan sulitnya berkebun membuat mereka jadi lebih menghargai hasil pertanian. Berkebun juga mendorong mereka untuk mempelajari jenis-jenis tumbuhan yang mereka tanam.
“Karena kita kan enggak ada yang punya basic petani, sekarang jadi tahu jenis-jenis tanaman yang dulunya enggak tahu,” ujar Suyatno.
Bahkan beberapa dari mereka sudah mulai tertarik untuk bertani sendiri setelah melihat dan menjalani semua proses bercocok tanam di kebun. Ada yang sudah meminta bibit untuk ditanam di rumahnya, bahkan ada yang sudah membuka sepetak lahan.
“Ada yang minta benih cabai misalnya, lima atau enam untuk ditanam di rumahnya, itu banyak,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Impian besarnya, mereka ingin mengajak masyarakat untuk bercocok tanam supaya bisa memenuhi kebutuhan dapurnya sendiri-sendiri. Untuk itu, mereka juga akan membagikan bibit sayuran kepada masyarakat. Mereka ingin membuktikan bahwa di lahan yang marjinal di tengah kota pun bisa ditanami, dan hasilnya bagus. Apalagi sekarang sudah banyak teknologi pertanian yang bisa digunakan untuk lahan-lahan sempit, bisa menggunakan kaleng bekas, karung, kantong plastik, vertikultur, hidroponik, dan sebagainya.
Selain pertanian, mereka juga mulai merambah ke peternakan. Mereka sudah membuat kandang ayam dan sedang menyiapkan kolam untuk beternak lele nantinya.
“Jika persoalan pangan sudah bisa diselesaikan di rumah tangga masing-masing, maka kita tidak perlu khawatir dengan krisis pangan,” ujar Suyatno.
Menjelang Maghrib panen baru selesai. Obrolan-obrolan hangat dan nyanyian-nyanyian kecil mengiringi kegembiraan mereka setelah panen. Sore itu, senja di Yogyakarta lebih puitis dari biasanya. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT