news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Saatnya Perhatian Publik Mengarah ke "V for Ventilator"

Konten dari Pengguna
2 April 2020 15:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ventilator yang dipasang di tubuh pasien. Foto : Pinterest
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ventilator yang dipasang di tubuh pasien. Foto : Pinterest
ADVERTISEMENT
Apa itu
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 80 persen pasien COVID-19 memang dapat sembuh tanpa perawatan rumah sakit. Tapi satu dari enam orang akan mengalami sakit parah hingga kesulitan untuk bernapas. Ventilator bukanlah obat, dia hanya alat bantu yang memberikan waktu tambahan bagi pasien dan dokter dalam masa kritis. Ventilator menjadi barang yang paling bernilai saat ini.
ADVERTISEMENT
Centers for Disease Control and Prevention, menerangkan ventilator adalah mesin yang dapat menolong pernapasan seseorang dengan mengirimkan oksigen melalui selang yang ditempatkan di mulut atau hidung, atau melalui lubang yang dibuat di leher depan.
Sarath Ranganathan, anggota Dewan Lung Foundation Australia dan direktur obat pernapasan dan tidur di The Royal Children's Hospital, Melbourne, mengatakan pengalaman di Italia dan Spanyol, serta pemodelan yang digunakan oleh ahli matematika di seluruh dunia menunjukkan jumlah pasien COVID-19 yang kritis akan terus meningkat, melebihi ketersediaan alat bantu pernapasan yang ada. Dan jika kebutuhan ventilator ini tidak segera terpenuhi, maka petaka yang nyata ada di depan mata.
Tina Deng, analis peralatan medis dari GlobalData, mengatakan, “kekurangan ventilator adalah kenyataan penting seiring penyebaran COVID-19 yang terus memburuk di dunia.”
ADVERTISEMENT
Berapa Kebutuhan ?
GlobalData memperkirakan AS membutuhkan sekitar 75,000 buah ventilator, sementara jika digabungkan angka kebutuhan dari Perancis, Jerman, Italia, Spanyol dan UK mencapai sekitar 74,000. Diperkirakan dari seluruh kasus di dunia, sekitar 10% pasien membutuhkan alat ini.
"Semua buku pesanan produsen ventilator sudah penuh dan stok barangnya sedikit - menerima pesanan tidak hanya dari pelanggan biasa seperti rumah sakit, tetapi juga langsung dari pemerintah," kata Deng.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam waktu cepat, pemerintah UK mengalihkan produksi ke perusahaan otomotif dan aerospace. Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial UK mengeluarkan spesifikasi untuk perusahaan yang telah menyatakan minatnya – seperti Jaguar Land Rover dan Airbus.
Ventilator baru yang diproduksi harus memiliki kemampuan utnuk terus beroperasi dalam 14 hari penuh, cukup ringan untuk di pasang di tempat tidur rumah sakit dan cukup kuat untuk bisa terus bertahan jika terjatuh ke lantai, dan mampu bertahan setidaknya selama 20 menit jika rumah sakit kehilangan daya listrik. Ventilator juga harus mudah untuk dioperasikan, yang tidak memakan waktu lama untuk dipelajari oleh seorang tenaga medis profesional berpengalaman.
ADVERTISEMENT
Inovasi
Insinyur di Italia telah berupaya untuk memerangi kekurangan ventilator dengan mengubah masker snorkeling menjadi mesin bantu pernapasan. Pengembang dari perusahaan percetakan 3D Isinnova - yang berbasis di utara kota Brescia, yang terkena dampak pandemi - merancang komponen untuk menghubungkan masker snorkeling Decathlon ke mesin pernapasan.
Menurut dua insinyur yang bekerja untuk perusahaan, peralatan telah berhasil diuji pada pasien. Bersamaan dengan ini, pemerintah Italia telah meminta militernya untuk membantu satu-satunya produsen ventilator negara itu untuk meningkatkan produksi perangkatnya.
Sekitar 30 teknisi militer mulai bekerja di perusahaan pemasok elektromedis, Siare Engineering International Group. Menargetkan mampu meningkatkan produksinya hingga 500 buah ventilator per bulan. Perusahaan ini merupakan salah satu dari empat produsen ventilator yang ada di Eropa.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, sebuah tim ilmuwan dan insiyur di Medelin Kolombia mampu membuat prototipe ventilator berbiaya rendah yang dapat menyelamatkan banyak nyawa selama pandemi coronavirus. Insinyur Mauricio Toro dari Universitas Antioquia mengumumkan sedang memberikan sentuhan akhir pada prototipe.
Toro mengatakan di Twitter bahwa tim dari Medellin sudah membagi desain dan pengalamannya dengan Universitas Embry-Riddle Aeronautical dari Florida untuk menciptakan varian yang bisa mendapatkan lisensi penggunaan di AS.
Sedangkan di Kolombia sendiri, tim dan sebuah konsorsium institur inovasi Medellin memiliki kedekatan dengan Invima, institusi perijinan medis milik pemerintah untuk memberikan lisensi sesegera mungkin setelah mesin memenuhi semua persyaratan.
Kekurangan Ventilator
The Society of Critical Care Medicine memperkirakan sekitar 960,000 pasien Covid-19 di AS membutuhkan ventilator selama wabah berlangsung. Namun negara ini hanya memiliki sekitar 172 ribu. Jumlah yang kurang ini masih akan dikurangi lagi dengan jumlah ventilator yang digunakan oleh pasien kritis selain pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
Pada 22 Maret lalu, FDA sudah melonggarkan perijinan kepada Ford, General Motors dan Tesla untuk memproduksi alat kesehatan yang dibutuhkan. Pemberlakukan Undang-undang Defense Act membuat pemerintah AS mampu mengintervensi industri untuk memenuhi kebutuhan medis nasional.
Meskipun begitu, beberapa hari kemudian, CEO Tesla Elon Musk mengumumkan bahwa perusahaannya sudah membeli 1,255 ventilator dari produsen di China untuk digunakan di AS.
Trump sendiri telah menargetkan produksi 100 ribu unit ventilator dalam waktu 100 hari. Menteri Kesehatan dan Pelayanan Manusia Alex Azar yang akan menentukan berapa jumlah ventilator yang harus diproduksi GM.
Berapa kebutuhan ventilator di Indonesia? Tidak ada yang tahu karena bahkan apa yang direncanakan pemerintah kita tidak tahu kecuali secara sporadis menambah jumlah rumah sakit dan alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan.
ADVERTISEMENT
Jubir Gugus Tugas Penanggulangan Virus Corona mengatakan Indonesia telah mendatangkan 100 ventilator. Kepala BKPM, Bahlil Lahadilia memerintahkan sejumlah perusahaan dan investor segera memproduksi ventilator. Apakah itu semua cukup ?
Berpacu dengan corona, kita tidak tahu apa nasib waktu. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)