Salam Perpisahan PKL untuk Malioboro Tercinta

Konten Media Partner
26 Januari 2022 16:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Trotoar Malioboro terasa lengang pada Rabu (26/1) siang. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Trotoar Malioboro terasa lengang pada Rabu (26/1) siang. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Jalan Malioboro lebih lengang dari biasanya. Beberapa lapak masih tutup, meski hari sudah siang. Sebentar lagi, lapak-lapak itu tak cuman tutup, tapi benar-benar akan hilang dari sepanjang Jalan Malioboro, jalan yang kita cintai semua.
ADVERTISEMENT
Rabu, 26 Januari 2022, jadi hari bersejarah untuk Jalan Malioboro. Hari pertama proses para pedagang kaki lima (PKL) di sepanjang Jalan Malioboro mulai dipindah ke tempat baru. Titik awal yang akan menentukan masa depan mereka: apakah akan lebih mujur, atau sebaliknya, hancur.
Suryadi, 52 tahun, sudah tiga dekade menggantungkan hidupnya dengan berjualan sandal di Jalan Malioboro. Suka maupun duka sudah dia lewati. Manis pahit sudah dia rasakan. Sekitar tahun 1990-an, adalah masa kejayaannya. Dagangannya laris, dapur di rumahnya bisa mengepul setiap hari, bahkan dia bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus SMA semua.
“Pahitnya ya pas sepi, terutama pandemi kemarin saya dua tahun enggak jualan, baru mulai jualan malah dipindah,” kata Suryadi, Rabu (26/1).
Suryadi di hari terakhir dia berdagang di Malioboro pada Rabu (26/1). Foto: Widi Erha Pradana
Puluhan tahun bukan waktu yang sebentar. Ribuan orang dengan tabiat beragam sudah dia temui. Ada yang baik, ada yang lucu, tak sedikit juga yang menyebalkan karena menawar harga terlalu ekstrem namun akhirnya tak jadi beli. Tapi semua itu akan jadi kenangan yang berharga untuk dia, terutama setelah nanti dia pindah ke tempat yang baru, yakni gedung eks Bioskop Indra.
ADVERTISEMENT
“Pasti kangen lah nanti. Sebenarnya berat juga buat ninggalin Malioboro, tapi itu kan sudah jadi keputusan pemerintah, ya manut saja, Bismillah,” ujarnya.
Sunarto, 57 tahun, tak bisa membayangkan bagaimana bisa memenuhi kebutuhan keluarganya jika tak ada Malioboro. Selama 20 tahun, dia jadi pedagang berbagai macam aksesoris di jalan paling terkenal di Jogja itu.
“Dari yang awalnya ngontrak sama istri, sekarang Alhamdulillah sudah punya tempat tinggal sendiri, bisa menghidupi 1 istri dan 3 anak yang sudah lulus sekolah semua,” kata Sunarto.
Malioboro yang lengang pada Rabu (26/1). Foto: Widi Erha Pradana
Sunarto juga akan jadi salah satu PKL yang akan dipindah ke eks Bioskop Indra. Awalnya dia juga merasa berat meninggalkan tempat yang sudah seperti rumahnya sendiri, yang sudah menghidupi dia dan keluarganya selama puluhan tahun. Tapi dia tak mau berprasangka buruk pada rencana Tuhan, sebab sejak awal dia juga tak pernah punya rencana untuk jualan di Malioboro. Tapi kemudian Tuhan membuka jalan rezekinya dari situ.
ADVERTISEMENT
“Namanya kehidupan tidak ada yang tahu, saya pasrah saja, yakin Tuhan pasti kasih jalan, walaupun pertama kaget juga kenapa harus dipindah,” ujarnya.
Pati, 38 tahun, juga akan merindukan suasana berjualan di Malioboro. Mulai berjualan makanan di Malioboro sejak 2002, dia sudah telanjur betah. Apalagi dia sudah punya pelanggan setia, yang ketika berwisata ke Jogja pasti menyempatkan waktu untuk makan di tempatnya.
“Terus di sini kan pemandangannya enak, kalau di tempat yang baru kan nanti di dalam gedung, jadi kayaknya suntuk,” ujar Pati.
Meski baru jualan sejak akhir 2019, Danang Setyo Nugroho, 23 tahun, juga sudah banyak belajar dari Malioboro. Dari teman-teman sesama pedagang yang jauh lebih senior, juga dari cerita para pelanggannya, Danang mendapatkan banyak pengalaman hidup yang berharga. Tentang bagaimana para pedagang menyiasati masa-masa sulit selama pandemi untuk tetap bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
“Sebelumnya kan saya enggak pernah tahu masalah-masalah itu, setelah di sini saya jadi banyak belajar susahnya cari uang, bahkan mengalami sendiri,” kata Danang.
Suasana Malioboro juga akan jadi hal yang paling dia rindukan jika sudah pindah ke tempat yang baru nanti. Semilir angin yang bertiup ketika siang sedang panas-panasnya, aroma aspal Malioboro yang baru saja diguyur hujan, pemandangan muda-mudi yang sedang memadu kasih, semua jadi bagian Malioboro yang akan dia rindukan. Hal-hal itulah yang selama ini jadi pengusir jenuh ketika menunggu pembeli.
“Banyak juga yang bening-bening kan, jadi enggak bosan,” kata dia setengah tertawa. (Widi Erha Pradana / YK-1)