Sebelum Jeruk Nipis Jadi Lemon Tea dan Teman Makan Soto

Konten dari Pengguna
15 Januari 2021 16:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Bayangkan, nikmatnya makan soto di tengah hujan dengan perasan dua potong kecil jeruk nipis. Meski sedikit, tapi jeruk nipis punya peran besar dalam membangun cita rasa soto yang kita santap. Kita bisa berdebat arti penting jeruk nipis untuk soto. Tapi soto tanpa jeruk nipis, adalah jeruk nipis tanpa soto, heuheu.
ADVERTISEMENT
Sebelum melengkapi soto yang kita nikmati setiap pagi, jeruk nipis telah melewati perjalanan panjang. Semua tentu dimulai dari tangan-tangan para petani, yang telah merawat pohon-pohon jeruk nipis sampai dia berbuah dan siap dipanen.
Suratmi, 51 tahun, salah seorang penjual jeruk nipis di Pasar Induk Buah dan Sayur Giwangan Yogyakarta, menjual jeruk nipis dari Jawa Timur, khususnya Gresik dan Banyuwangi. Kadang, dia juga menjual jeruk nipis hasil petani lokal Yogyakarta, seperti dari Sleman.
“Tapi sekarang yang sedang banyak dari Gresik sama Banyuwangi, sedang puncaknya (masa panen) di sana,” kata Suratmi, Rabu (13/1).
Dari petani, jeruk nipis itu diangkut menggunakan truk atau pickup ke pasar induk untuk dijual para pedagang grosiran seperti Suratmi. Dari pedagang di pasar induk, jeruk-jeruk nipis itu kemudian dibeli oleh pedagang-pedagang eceran, misal pedagang di pasar tradisional, warung, atau toko buah pinggir jalan. Jeruk nipis di lapak Suratmi, diangkut lagi oleh pedagang dari seluruh pedagang di Yogyakarta sampai ke luar kota seperti Wonosobo, Magelang, Klaten, Purworejo, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
“Baru nanti restoran atau rumah makan beli di sana, karena kalau di sini kan enggak bisa ngecer,” ujarnya.
Dari warung-warung atau penjual eceran itulah nantinya pemilik usaha kuliner akan membeli jeruk nipis sebagai teman semangkuk soto atau untuk dijadikan lemon tea yang segar.
Memasuki musim puncak panen seperti sekarang, harga jeruk nipis mengalami penurunan yang signifikan. Jika biasanya satu kilogram bisa mencapai Rp 20 ribu, sekarang harga per kilogramnya hanya di angka Rp 4 ribu.
“Belum tahu sampai kapan, kalau tahun kemarin harga di bawah Rp 10 ribu itu sampai tiga bulanan lebih,” ujar Suratmi.
Jasa Ekspedisi Kurangi Penjualan Pedagang Grosiran
Suratmi. Foto: Widi Erha Pradana.
Suratmi bisa dibilang sebagai pedagang buah yang cukup senior. Sejak remaja, dia sudah memulai kariernya sebagai pedagang buah. Sebelum membuka lapak di Pasar Giwangan, dia sudah pernah membuka lapak di Shopping beberapa kali yang sekarang jadi Taman Pintar, pernah di Pelem Gurih, hingga akhirnya pindah di ke Pasar Giwangan.
ADVERTISEMENT
“Sudah pindah ke mana-mana, enggak laku pindah lagi, enggak laku pindah lagi, sampai pindah ke sini sekitar tahun 2000-an,” ujarnya.
Dulu, antara 2006 sampai 2007, sehari dia bisa menjual enam ton jeruk nipis. Tapi beberapa tahun belakangan, penjualannya mulai berkurang. Dalam sehari, paling tidak sekarang dia hanya bisa menjual satu ton jeruk nipis, jika sedang ramai baru penjualannya bisa menyentuh angka dua ton.
Adanya jasa ekspedisi memungkinkan konsumennya seperti pengusaha kuliner bisa langsung membeli jeruk nipis ke petani. Selain bisa mengecer, jasa ekspedisi juga dinilai lebih praktis, konsumen jadi tidak perlu lagi repot-repot ke pasar dan mengangkut sendiri jeruk nipis yang dia beli.
“Jadi enggak harus beli di sini lagi, sudah bisa beli satu karung atau dua karung dari petani karena ekspedisi itu,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Banyaknya usaha kuliner di Yogyakarta, mulai dari angkringan sampai restoran, menjadikan penjual jeruk nipis seperti Suratmi masih bisa bertahan sampai sekarang. Apalagi penggunaan jeruk nipis cukup luas, dari minuman, bumbu makanan, sampai minuman kesehatan seperti jamu.
“Karena hampir semua usaha kuliner kan butuh jeruk nipis. Kayak soto itu, dipakai apa enggak kan pasti ada jeruk nipisnya,” ujar Suratmi.
Memilih Jeruk Nipis Terbaik
Andi Siswanto, 32 tahun, juga memilih jeruk nipis sebagai salah satu komoditas yang dia jual. Selain pasar yang masih cukup besar, ketahanan jeruk nipis juga cukup lama, bisa sampai satu pekan.
Biasanya, pembeli yang beli di lapaknya justru memilih jeruk nipis yang masih hijau dan agak keras.
“Soalnya mereka kan dijual lagi, kalau beli yang sudah kuning gitu nanti enggak tahan lama,” ujar Andi.
ADVERTISEMENT
Tapi jika langsung dikonsumsi, jeruk nipis yang terbaik menurutnya adalah yang memiliki kulit halus dan sudah kekuningan. Ketika ditekan, tekstur jeruk nipis akan terasa sedikit empuk.
“Kalau kulitnya halus terus empuk, itu airnya banyak,” ujarnya.
Sedangkan jeruk nipis yang kulitnya masih berwarna hijau dan kasar, serta teksturnya masih keras, itu artinya air di dalamnya tidak terlalu banyak.
Secara bentuk, jeruk nipis terbaik akan memiliki bentuk yang sempurna, tidak ada bagian-bagian kulit yang keriput. Jeruk nipis dengan ciri-ciri seperti ini adalah jeruk nipis terbaik untuk langsung dikonsumsi baik untuk bumbu masakan maupun untuk minuman.
“Baunya itu juga lebih seger lah istilahnya, lebih kuat. Rasanya juga udah mantap,” kata Andi. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT