news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Social Commerce: Solusi UMKM Indonesia Bangkit dari Krisis

Konten dari Pengguna
24 Desember 2020 14:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi UMKM yang berjualan online. Foto: Freepix
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi UMKM yang berjualan online. Foto: Freepix
ADVERTISEMENT
Perhatikan angka-angka ini: 99, 99 persen total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah). Sisanya, hanya 0,01 persen bisnis di Indonesia yang didirikan oleh perusahaan besar. Ini angka resmi yang dikeluarkan oleh Kemenkop pada 2019.
ADVERTISEMENT
Dari jumlah itu, berapa sumbangan serapan tenaga kerjanya? 96 persen! Itu artinya, tatap orang-orang di sembarang tempat, kita akan selalu menemukan dia yang menggantungkan hidupnya pada hidup mati UMKM.
Padahal, dalam setiap krisis, UMKM lah yang menjadi tulang punggung penyelamat ekonomi besar. Apa pasal? Bisnis besar sudah kelewat besar beban rutinnya dan menggantungkan pemenuhannya dari aliran cash flow. Begitu permintaan berhenti, cash flow terganggu, PHK massal menjadi jalan pertama. Dan butuh waktu yang lama untuk mengembalikan keadaan menjadi sebelum krisis. Berbeda dengan UMKM yang beban rutinnya tidak terlalu besar. Pivot dalam situasi sulit jauh lebih mudah dilakukan.
Krisis yang Berbeda
Menkeu Sri Mulyani. Foto: Kemenkeu
Namun ada yang menghawatirkan pada krisis yang disebabkan oleh COVID-19 ini. Krisis-krisis yang dialami manusia dalam 100 tahun terakhir didominasi oleh crash yang semata disebabkan oleh kegagalan sistem ekonomi.
ADVERTISEMENT
“Krisis kali ini berbeda sekali karena kita harus melindungi manusia dan perekonomiannya sekaligus," demikian kata Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Ya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun pembatasan sosial yang tercipta dari syarat-syarat yang harus dipenuhi (rapid test, dilarang berkerumun, dan belum dibukanya layanan pendidikan) agar manusia bisa berinteraksi membuat ekonomi sangat-sangat tertekan
"Satu hal yang berbeda pada krisis kali ini adalah pembatasan sosial. Itu salah satu shock (kejutan) besar karena tidak pernah terjadi sebelumnya, jadi kita harus memikirkan dua sampai tiga langkah ke depan," jelas Sri Mulyani.
UMKM Tertinggal Langkah
Foto: Pixabay
Satu pelajaran penting dari krisis karena COVID-19 ialah tranformasi digital is a must!. Satu hal yang cukup menggembirakan adalah 100 persen perusahaan besar di Indonesia telah melakukan transformasi digital. Tapi, selain bisnis besar menghadapi problem yang jauh lebih komplek, seperti angka ekspor yang masih terus tertekan dan daya beli masyarakat yang sulit untuk memenuhi cash inflow mereka,bisnis besar juga hanya menyumbang 4 persen serapan lapangan kerja. Artinya, seberapa besar pun transformasi digital mereka tak akan berarti banyak bagi penyelamatan ekonomi nasional. Ingat, 96 persen tenaga kerja bergantung pada UMKM. Di titik inilah, UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional ini benar-benar ketinggalan langkah.
ADVERTISEMENT
Ya, angka dari Wapres Ma’ruf Amin menyebutkan bahwa baru 13 persen UMKM Indonesia yang sudah Go Digital. Sisanya, benar-benar mengandalkan proses bisnis offline.
“Itulah yang kami lihat sebagai masalah besar ekonomi kita. Baru 13 persen yang Go Digital, sedangkan yang sudah digital juga masih mengalami kendala bagaimana mengoptimasinya. Sebagai praktisi teknologi kami benar-benar khawatir dengan masa depan ekonomi kita kalau shifting digital UMKM ini lambat,” kata Galuh Sadewo, Chief Business & Partneship, Botika, sebuah perusahaan teknologi artifial intelegence berbasis di Jogja yang fokus memberi solusi bagi kebutuhan UMKM di Indonesia, dalam sebuah diskusi online dengan pelaku UMKM, di Yogyakarta, pekan ini.
Mengutip laporan e-Conomy SEA yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company, Galuh menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia mencapai Rp 624 triliun pada tahun 2020 dan akan terus melonjak 3 kali lipat pada 2025 nanti.
ADVERTISEMENT
Social Commerce Mempercepat Shifting Digital
Foto: Pixabay
Dalam situasi UMKM yang tertinggal langkah, ada perkembangan digital economy yang bisa mempercepat UMKM Indonesia untuk Go Digital, yakni membesarnya platform social commerce sebagai pilihan masyarakat untuk menemukan kebutuhannya.
Galuh memaparkan, meski baru 13 persen UMKM Go Digital, namun, Indonesia terus menduduki peringkat atas sebagai pengguna media sosial terbanyak di dunia. UMKM toko di pinggir jalan kemungkinan tidak punya akun jualan di platform e-commerce, tapi dapat dipastikan mereka secara pribadi ataupun tokonya memiliki akun media sosial. Sebagian tentu saja bahkan sudah menggunakan media sosial sebagai tempat jualan. Whatsapp, Instagram, Facebook, dan Line sudah menjadi sarana bertukar info pribadi maupun jualan.
Hal inilah yang menurut Galuh menjadi peluang bagi semua stakeholder UMKM tanah air untuk memulai media sosial sebagai pengalaman pertama UMKM Go Digital ataupun bagi yang sudah memanfaatkannya, bagaimana bisa dioptimalkan.
ADVERTISEMENT
“Apalagi angka dari e-marketer menunjukkan bahwa penjualan lewat media sosial atau social commerce di Indonesia telah tembus Rp 344,6 triliun atau lebih dari separo dari total revenew e-commerce menurut laporan e-Conomy SEA, artinya ini peluang besar bagi UMKM,” jelas Galuh.
Angka penjualan melalui media sosial tersebut mengalami kenaikan 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pandemi COVID, menurut e-marketer, telah membawa berkah bagi social commerce. Dan seiring fitur-fitur bisnis baru yang diperkenalkan oleh medsos, pasti angka penjualan lewat medsos akan mengalami lonjakan yang sangat pesat di tahun-tahun yang akan datang.
Facebook misalnya, meluncurkan fitur Shops selama pandemi, sebuah fitur yang memungkinkan bisnis di Facebook dan Instagram untuk menambahkan tab belanja ke halaman mereka.
ADVERTISEMENT
“Sifat unik dari media sosial yakni tempat bersosialisasi dan tempat berdagang dan berbelanja ini adalah peluang besar bagi pemerintah dan juga kita semua penyedia solusi teknologi untuk berperan dalam mempercepat UMKM Go Digital,” sambung CEO Botika, Dito Anindita, seraya melanjutkan“jadi sudah saatnya UMKM difasilitasi untuk mempercantik FB dan IG mereka misalnya, sekaligus bagaimana teknologi memudahkan mereka jualan dan melayani pelanggan.”
Seperti di Pasar Tradisional
Ilustrasi pasar tradisional. Foto: Pixabay
Seperti yang disebut oleh Dito, keunggulan media sosial adalah kemungkinan hubungan yang lebih intim antara pebisnis dan konsumennya. Facebook dan Instagram misalnya, selain memungkinkan postingan tulisan, foto, atau video yang mendorong komentar juga masih memiliki Story, Messenger, dan DM.
“Interaksi, percakapan yang intim, itulah keunggulan media sosial sehingga tidak hanya brand awareness yang dimungkinkan dari aktif di medsos tapi sekaligus konversi ke pembelian melalui keaktifan menjawab komentar dan chat,” kata Dito.
ADVERTISEMENT
Riset Facebook dan Boston Conculting Group (BCG) pada tahun lalu menemukan bahwa 91 persen masyarakat Indonesia lebih semangat berbelanja dan bahkan meningkatkan nilai transaksi melalui chat commerce.
Chat commerce adalah perilaku intim konsumen yang ingin bertanya-tanya dulu mengenai produk yang akan ia beli sebelum melakukan pembelian.
“Ini sebenarnya mirip dengan perilaku konsumen kita di pasar tradisional, senang tanya-tanya dulu bahkan nawar. Masyarakat kita itu sangat sosial, senang berinteraksi. Beda dengan masyarakat barat yang lebih dingin dan individual,” tukas Galuh Sadewo, Chief Business & Partneship, Botika.
Dengan Chatbot Layani Ribuan Pelanggan 24 Jam Non Stop
Galuh Sadewo menjadi pembicara dalam sebuah sesi diskusi di Yogyakarta sebelum masa pandemi COVID-19. Foto: Istimewa
Jika pelanggan masih sedikit, pelaku UMKM masih bisa mengandalkan dirinya sendiri ataupun membayar admin. Namun saat konsumen mulai berjumlah ribuan tentu akan sangat mahal untuk membayar banyak admin, apalagi bagi UMKM yang kemampuan finansialnya terbatas.
ADVERTISEMENT
Untuk itu Botika meluncurkan Chatbotika yang bisa menjawab otomatis pertanyaan-pertanyaan pelanggan dari berbagai aplikasi media sosial diantaranya Whatsapp, LINE, Facebook Messenger dan Telegram.
Galuh menerangkan, chat dengan pelanggan bisa terjawab dengan cepat karena dibantu oleh teknologi chatbot yang dapat membalas selama 24 jam dalam 7 hari non-stop. Selain itu tidak perlu khawatir, karena admin tetap bisa monitoring chat dari pelanggan jika admin tidak standby.
“Dan Chatbotika juga memungkinkan mengurus semua percakapan yang terjadi di lintas medsos seperti Line, Whatsapp, Facebook Messenger dan Telegram hanya dengan 1 aplikasi chat,” kata Galuh.
Tak hanya itu, dashboard Chatbotika juga akan menampilan rekap data total pesan, total pelanggan dari berbagai media sosial, total transaksi penjualan serta rekap kepuasan penguna untuk mengetahui perilaku pelanggan.
ADVERTISEMENT
Bisakah Chatbotika menanggapi pelanggan yang menawar harga? Atau, bisakah percakapan dibikin dengan bahasa informal sehingga tampak dijawab oleh manusia dan bukan mesin?.
Galuh menjawab,”memungkinkan. Dan tawar menawar malah bisa dijadikan sebagai strategi penjualan melalui chat.”
Dalam kata penutup diskusi, CEO Botika, Dito Anindita berharap ada percepatan langkah pemerintah maupun dari stakeholder lain seperti kampus dan BUMN, untuk mempercepat UMKM Go Digital.
“Optimalisasi media sosial termasuk Whatsapp dan Telegram adalah langkah mudah dan murah untuk membantu UMKM. UMKM harus segera merasakan enaknya nyari duit dari digital sehingga semangat untuk Go Digital. Ini waktu krusial bagi nasib ekonomi kita tahun depan yang akan masih tertekan oleh COVID,” pungkas Dito. (Dimas Rosh / Adv / CM-1)
ADVERTISEMENT