Tak Perlu Impor, Semua Fakultas Farmasi di Indonesia Bisa Bikin VTM untuk PCR

Konten dari Pengguna
14 Mei 2020 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
VTM. Foto : Dokumen Ika Puspitasari
zoom-in-whitePerbesar
VTM. Foto : Dokumen Ika Puspitasari
ADVERTISEMENT
Ketika seseorang telah menjalani rapid test dan dinyatakan positif COVID-19, selanjutnya dia akan menjalani pengujian swab menggunakan PCR untuk memastikan statusnya. Namun harus ada media untuk melakukan pengujian swab yang diambil dari nasofaring atau orofaring. Media itu adalah Viral Transport Medium (VTM).
ADVERTISEMENT
Kelangkaan VTM akan membuat proses pengujian tersendat, akibatnya semakin banyak sampel yang menumpuk. “Tanpa VTM tidak bisa diperiksa dengan PCR. Jadi memang sangat vital,” ujar Ketua Prodi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UGM, Ika Puspitasari, menjelaskan seberapa penting VTM dalam pengujian COVID-19, pekan ini.
Melihat VTM yang masih kerap sulit didapatkan, sekitar 20 relawan yang terdiri atas dosen dan laboran berinisiatif untuk memproduksi VTM. Dalam sehari, mereka bisa memperoduksi 1.000 item VTM jika memang dibutuhkan. Sejauh ini, mereka sudah memproduksi 9.900 VTM untuk menyuplai rumah sakit di DIY dan beberapa wilayah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bahkan sudah ada pesanan dari RS di Jayapura, Papua. Namun mereka masih menunggu jadwal penerbangan pesawat ke Jayapura.
ADVERTISEMENT
VTM yang dibuat relawan di Farmasi UGM juga telah diuji oleh RS BUMN di Jakata. Hasilnya, VTM yang diproduksi dinyatakan layak digunakan, sehingga mereka sekarang sedang bersiap untuk memenuhi kebutuhan VTM RS BUMN di Jakarta dan sekitarnya sebanyak 170.000 unit untuk tiga bulan.
“Orang lain WFH kami relakan tiap Hari di lab meracik VTM tersebut,” lanjut Ika.
Mengacu Protokol CDC AS
Relawan Fakultas Farmasa UGM di laboratorium. Foto : Ika Puspitasari
Relawan di Fakultas Farmasa UGM membuat VTM dengan mengacu pada protokol Centers for Disease Control and Prevention (CDC) AS. Dalam pembuatannya mereka memerlukan beberapa alat seperti biosafety cabinet, waterbath, serta filter steril ukuran 0,20-0,45 micron. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain Fetal Bovine Serum (FBS) yang kemudian di-heat inactivated, Hanks Balanced Salt Solution (HBSS), gentamicin sulfate, serta amphotericin B.
ADVERTISEMENT
“Semua bahan impor, tetapi kebetulan di Farmasi sudah punya stok karena bahan praktikum yang biasa dipakai oleh mahasiswa,” lanjutnya.
Meski didapatkan dari luar, namun Ika mengaku sampai sekarang stok bahan yang dimiliki Farmasi UGM masih aman untuk membuat 10.000 unit VTM. “Dan selalu saya stok yang kira-kira sudah menipis seperti gentamisin, amfoterisin, dan FBS,” kata dia.
Secara singkat, prosedur pembuatan VTM meliputi inaktivasi FBS di dalam waterbath penyiapan antibiotik dengan mencampurkan kedua antibiotik di atas, dan mencampurkan bahan-bahan yang telah disiapkan tersebut ke dalam buffer HBSS. Penyimpanan sediaan VTM adalah pada suhu 2-8°C.
Relawan sedang melakukan salah satu prosedur pembuatan VTM. Foto : Ika Puspitasari
Karena diracik sendiri, Ika mengatakan harga VTM yang mereka produksi jauh lebih murah ketimbang yang dijual di pasaran. Satu unit VTM dengan kapasitas 3 ml dikenai biaya Rp 20 ribu, Rp 13 ribu sebagai biaya pengganti bahan dan Rp 7 ribu sebagai pengganti tabung steril.
ADVERTISEMENT
“Kalau kabar teman di pasaran VTM plus dacron swab dipatok Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu. Kami tidak cari untung, biaya tenaga kerja yaitu laboran dan dosen termasuk saya tidak dibayar, kami murni kerja sukarela,” jelas Ika.
Sebenarnya, kata Ika, asal semua kampus farmasi yang ada di setiap kota ikut membuat VTM, kelangkaan VTM tidak akan jadi masalah lagi. Masing-masing kampus bisa dikerahkan untuk menyuplai kebutuhan di kotanya masing-masing, sehingga bisa memangkas rantai distribusi yang panjang.
“Butuhnya hanya lab Laminair Air Flow Hood mestinya (semua) fakultas farmasi punya. Dan bekerja dengan prinsip menjaga sterilitas. Kalau alatnya standar saja, autoclave, filter, alat-alat gelas,” ujar Ika. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT