Teknologi Baru Masker Anti Virus Nanopartikel Berbahan Limbah Tebu

Konten dari Pengguna
17 April 2020 3:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dr Tom Rainey and Dr Thuy Chu Van memperlihatkan masker ciptaannya. Foto : Phys.org
zoom-in-whitePerbesar
Dr Tom Rainey and Dr Thuy Chu Van memperlihatkan masker ciptaannya. Foto : Phys.org
ADVERTISEMENT
WHO mengimbau penduduk dunia untuk mengenakan selalu masker saat berada di ruang publik dan sambil tetap mematuhi jarak aman sosial. Memang seperti itulah pencegahan mandiri yang bisa dilakukan masyarakat saat terpaksa harus keluar rumah, ditambah frekuensi mencuci tangan yang harus ditingkatkan sesuai dengan aktifitas yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Penggunaan masker untuk keperluan medis berbeda dengan masker untuk keperluan harian, dan kemampuan masker kain untuk menyaring virus memang sangat meragukan. Namun bagi masyarakat, menggunakan masker kain yang memiliki aneka motif dan bahkan bisa dibuat sendiri di rumah sesuai dengan selera masing-masing itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali menggunakan alat pelindung.
Baru-baru ini, Dr. Thomas Rainey dan dan Dr Thuy Chu serta tim penelitinya dari Queensland University of Technology sedang mengembangkan masker berteknologi tinggi. Bahan masker buatan mereka diklaim mampu mencegah bahan berbahaya seukuran virus masuk ke dalam sistem pernapasan dan nyaman saat digunakan.
“Kami telah mengembangkan dan menguji sebuah materi nanoselusosa yang breathable yang bisa memusnahkan partikel yang lebih kecil dari 100 nanometer, itu seukuran virus. Kualitasnya dalam menahan partikel nanopartikel melebihi apa yang terbaik di pasaran saat ini, ” kata Dr Rainey kepada phys.org.
ADVERTISEMENT
Selain kemampuan menahan materi berbahaya seukuran virus, Dr Rainey juga menekankan pentingnya breathability dari sebuah masker. “Breathability yang kami maksud adalah tekanan atau upaya yang harus digunakan penggunanya untuk bernapas melalui masker. Semakin tinggi breathability, semakin nyaman pengguna dan mengurangi kelelahan,” katanya.
Masker memang membuat proses bernapas menjadi sedikit tidak nyaman, membutuhkan tarikan yang agak kuat untuk mendapatkan jumlah oksigen yang cukup. Ketidaknyamanan bernapas menggunakan masker bisa menjadi masalah bagi mereka yang memiliki kondisi pernapasan dan orang-orang yang diharuskan mengenakannya dalam waktu lama.
“Pengujian yang kami lakukan menunjukkan bahwa materi baru ini lebih nyaman untuk bernapas daripada masker yang kini ada di pasaran, termasuk masker medis,” tegasnya.
Selain dua keunggulannya tersebut, kelebihan lain dari materi ini adalah ramah lingkungan karena bisa terurai secara alami.
ADVERTISEMENT
“Komponen nanofiber selulosa dibuat dari bahan tanaman limbah seperti tebu dan limbah produksi pertanian lainnya, karenanya dapat terurai dengan alami. Materi ini juga dapat dibuat dengan peralatan sederhana, sehingga kita dapat dengan cepat menghasilkan materi ini dalam jumlah besar.”
Bahan pembuatannya relatif murah untuk diproduksi karenanya akan cocok untuk penggunaan sekali pakai. Dr Rainey mengatakan bahwa materi ini bisa digunakan sebagai filter catridge sekali pakai pada masker wajah. Saat ini tim peneliti sedang mencari mitra dari kelompok industri untuk memulai produksi massal.
Tampaknya, krisis yang diakibatkan oleh virus korona tidak akan membawa kita kembali ke jaman batu, justru sebaliknya, krisis ini justru mempercepat akselerasi negara bangsa di dunia menuju duni baru yang lebih sarat kebaruan. Dunia teknologi dan ilmu pengetahuan merespon cepat untuk segera menemukan jalan keluar dari krisis. (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)
ADVERTISEMENT