Tiada Lagi Pohon Kemuning di Sendang Kemuning Sidoluhur, Godean, Sleman

Konten dari Pengguna
20 Desember 2020 15:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sendang Kemuning di Padukuhan Gatak, Sidoluhur, Godean, Sleman, DI. Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Sendang Kemuning di Padukuhan Gatak, Sidoluhur, Godean, Sleman, DI. Yogyakarta. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa daun sukun kering mengambang di permukaan air Sendang Kemuning di Padukuhan Gatak, Sidoluhur, Godean, Sleman, DI. Yogyakarta. Hujan deras yang baru reda menjelang sore, membuat daun kering yang jatuh di sendang lebih banyak dari biasanya.
ADVERTISEMENT
“Sedang keruh mas, habis buat main anak-anak,” kata seorang perempuan setengah baya dengan bahasa Jawa yang sore itu lewat di sekitar sendang, Senin (7/12).
Air memang tampak keruh, cokelat kehitaman, bercampur lumpur dan pasir dari dasar sendang berukuran sekitar lima kali delapan itu. Selain pohon sukun, di sekitar sendang juga cukup banyak dijumpai pohon bambu, kelapa, dan gayam.
“Memang sering dipakai main anak-anak, hampir setiap sore,” kata Muhani, ketua RT setempat ketika ditemui di kediamannya.
Meski air menjadi keruh setelah dipakai bermain anak-anak sekitar, namun keesokan harinya menurut Muhani air sendang Kemuning akan kembali jernih. Selain untuk bermain anak-anak, beberapa warga juga masih menggunakan sendang Kemuning untuk mencuci baju.
Dulu, sendang ini juga menjadi sumber air untuk pertanian warga, tapi sekarang airnya sudah tidak cukup untuk mengairi semua lahan milik masyarakat. Sehingga untuk keperluan pertanian, petani setempat kini mengandalkan air dari anak sungai kecil yang juga mengalir di sekitar sendang.
ADVERTISEMENT
“Dulu juga buat mandi, tapi sekarang kan warga sudah punya kamar mandi sendiri semua,” ujarnya.
Para Penghuni yang Hilang
Foto: Widi Erha Pradana.
Tak banyak yang diketahui tentang sejarah dan asal-usul sendang Kemuning. Generasi-generasi sebelumnya juga tidak bercerita banyak tentang sejarah dan awal mula munculnya mata air itu. Tapi dipastikan, mata air itu sudah ada sejak puluhan atau bahkan ratusan tahun silam.
Menurut Muhani, mata air sendang Kemuning muncul tiba-tiba secara alami dari dalam tanah. Airnya menyembur deras, bahkan dari dalamnya mengeluarkan berbagai jenis ikan. Air tersebut terus mengalir deras tak kunjung berhenti, hingga masyarakat sekitar melakukan ritual dengan menutup sumber mata air itu dengan dandang. Baru setelah itu, air yang menyembur itu mulai mengecil dan mengalir secara normal.
ADVERTISEMENT
“Kalau cerita dari orang-orang tua itu seperti itu, soalnya waktu saya kecil juga sudah ada sendang Kemuning itu,” ujar Muhani.
Di sekitar mata air itu, menurut Muhani dulu juga terdapat sebuah pohon kemuning berukuran besar. Tapi sekarang, pohon kemuning itu hanya tinggal cerita. Tidak jelas, apakah pohon itu tumbang atau ditebang.
“Mungkin, karena ada pohon kemuning itu makanya sendang ini diberi nama sendang Kemuning,” lanjutnya.
Beberapa dekade sebelumnya juga masih terdapat sejumlah pohon gayam besar di sekeliling sendang Kemuning. Tapi sekarang, pohon-pohon gayam besar itu juga sudah ditebang, menyisakan beberapa pohon gayam dengan ukuran yang sedang. Sebenarnya masih ada dua pohon gayam yang cukup besar dan tua, tapi jarak dari sendang Kemuning cukup jauh, sekitar 50 meter dari sumber mata air.
ADVERTISEMENT
Menurut Muhani, penebangan pohon di sekitar sendang memang tidak bisa dihindarkan. Pasalnya, sendang tersebut berada di tanah milik warga, sehingga ketika pemilik lahan ingin menebang pohon di lahannya juga tidak ada yang bisa mencegah.
“Untuk intensitas mata airnya tidak berkurang jauh, tapi airnya kalau keruh jadi lebih lama jernihnya. Dulu airnya cepet banget jernih, walaupun habis hujan kayak gini,” ujarnya.
Intensitas mata air di sendang Kemuning justru mengecil ketika sungai yang ada di sebelah utaranya dibangun talud cor. Meski jarak sungai itu cukup jauh dari sendang, namun menurut Muhani memberikan dampak yang cukup signifikan. Pasalnya, letak sungai itu lebih tinggi daripada sendang Kemuning.
Tak hanya pohon kemuning dan gayam yang sudah hilang, penghuni asli lain sendang Kemuning: ikan lele lokal dan wader, sekarang juga sudah tak dijumpai lagi. Ketika Muhani masih kecil, ikan lele banyak bersembunyi di celah-celah sendang dan di sekitar bebatuan. Ikan wader juga banyak bergerombol, berenang keliling sendang.
ADVERTISEMENT
“Sekarang sudah enggak ada. Sudah punah,” ujarnya.
Hilangnya wader dan lele lokal dari sendang Kemuning, menurut dia diakibatkan oleh masifnya perburuan oleh masyarakat. Perburuan itu bukan hanya menggunakan pancing, tapi menggunakan setrum. Sehingga ikan-ikan kecil yang belum semestinya ditangkap juga ikut mati.
Tak Pernah Kering Meski Kemarau
Menurut Muhani, mata air sendang Kemuning selama ini belum pernah kering, bahkan di musim kemarau berkepanjangan sekalipun meski debitnya tidak sebesar ketika musim penghujan.
Menurut dia, kondisi air di daerah sekitarnya memang masih cukup bagus. Kedalaman air tanah masih dangkal, bahkan ketika musim penghujan seperti sekarang, dengan kedalaman tak sampai satu meter air sudah bisa didapatkan.
“Selain karena masih banyak pohon, juga karena daerah ini kan termasuk bagian lereng Merapi, meskipun jauh. Jadi selama di atas masih bagus, bawahnya juga ikut bagus,” ujar Muhani.
ADVERTISEMENT
Meski masyarakat setempat tidak mengeramatkan sendang Kemuning, tapi menurut dia cukup sering orang dari luar yang datang ke sendang untuk berendam atau semedi. Meski Muhani tak tahu pasti, apa tujuan mereka berendam di sendang Kemuning.
“Karena kebanyakan enggak izin juga, jadi langsung ke sendang,” ujarnya.
Konon sempat ada pengusaha yang sempat melakukan ritual di sendang Kemuning. Pengusaha itu kemudian mengambil sebuah pusaka dari sendang Kemuning, tapi pusaka itu entah bagaimana caranya kembali lagi ke tempatnya. Setelah itu, usahanya mengalami berbagai masalah hingga akhirnya bangkrut.
“Tapi itu katanya, pastinya saya juga enggak tahu. Cuman cerita dari mulut ke mulut,” ujarnya.
Muhani berharap, masyarakat dapat lebih menjaga mata air sendang Kemuning. Meski saat ini mereka tidak banyak menggantungkan hidupnya dari sendang itu, tapi bukan tidak mungkin di masa depan mereka akan mengalami kesulitan air di tengah pembangunan yang semakin masif. Jika celakanya hal itu benar-benar terjadi, sendang Kemuning akan menjadi sumber kehidupan masyarakat yang sangat berarti.
ADVERTISEMENT
“Semoga itu tidak sampai terjadi. Tapi bagaimanapun kita tetap harus menjaga mata air, karena kita kan enggak bisa hidup tanpa air. Walaupun sekarang kebutuhan air masih aman, tapi masa mau nunggu sampai kesulitan,” ujar Muhani. (Widi Erha Pradana / YK-1)