Tiap Tahun Industri Alkes Dalam Negeri Masih Impor dan Defisit 400 Persen

Konten Media Partner
30 Desember 2021 17:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi alat-alat medis di sebuah ruang operasi. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi alat-alat medis di sebuah ruang operasi. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Keinginan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan kemandirian industri obat dan alat kesehatan (alkes) dalam negeri tampaknya akan menemui jalan terjal. Pasalnya, sampai saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada produk impor.
ADVERTISEMENT
Kasubdit Sektor Primer Direktorat Deregulasi Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Investasi, Haryo Yudho Sadewo, menyampaikan sampai saat ini dari tahun ke tahun berdasarkan neraca perdagangan alat kesehatan, Indonesia masih mengalami defisit. Defisit itu dikarenakan impor alat kesehatan Indonesia masih jauh lebih tinggi ketimbang produksi dalam negeri.
“Rata-rata defisit neraca perdagangannya untuk alkes ini mencapai hingga 400 persen, ini masih tinggi sekali,” kata Haryo Yudho dalam webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Kemandirian Industri Farmasi dan Alat Kesehatan UGM yang bertajuk ‘Dinamika Regulasi Alat Kesehatan’, Rabu (29/12).
Haryo Yudho. Foto: Widi Erha Pradana
Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, dalam periode 2016 sampai 2021 kuartal ketiga Indonesia memang masih mengalami defisit neraca perdagangan pada sektor alkes. Pada 2019 misalnya, impor Indonesia mencapai 2.907,1 juta dolar AS, sedangkan ekspornya hanya 648,4 juta dolar AS.
ADVERTISEMENT
Pada 2020, impor alkes Indonesia lebih tinggi lagi, mencapai 2.907,1 juta dolar AS, sedangkan ekspornya hanya 635,8 juta dolar AS. Pada 2021, dari kuartal 1 sampai kuartal 3, impor alkes Indonesia mencapai nilai 2.521,5 juta dolar AS, sedangkan eskpornya kembali turun menjadi 593,3 juta dolar AS.
Sedangkan jumlah industri alat kesehatan di dalam negeri yang tercatat oleh BKPM saat ini berjumlah 276 industri. Haryo mengatakan bahwa industri alkes dalam negeri ini akan menjadi fokus BKPM supaya bisa terus berkembang dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Atau bahkan berorientasi ekspor, kita bisa memasok ke negara-negara lain,” ujarnya.
Meski memiliki potensi industri yang sangat besar, sampai saat ini industri alkes belum masuk menjadi prioritas penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA). Di dalam PMDN, industri alkes baru menempati posisi 23, dengan nilai investasi sebesar Rp 280 miliar. Sedangkan di dalam PMA, industri alkes baru menempati peringkat 12 dengan nilai investasi sebesar 553,2 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,87 triliun.
ADVERTISEMENT
“Indonesia masih 94 persen impor alat kesehatannya,” lanjutnya.
Rian Adi Saputra. Foto: Widi Erha pradana
Plt Kepala Seksi Industri Mesin, Peralatan Listrik, dan Alat Kesehatan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Rian Adi Saputra, juga tidak menampik bahwa produk alkes impor sampai saat ini memang masih mendominasi pasar Indonesia.
“Persaingannya memang masih belum setara,” kata Rian Adi Saputra.
Persoalan utama industri alkes Indonesia menurutnya adalah ketersediaan bahan baku, dimana sebagian besar bahan baku alkes harus diimpor dari luar negeri. Selain itu, teknologi yang dimiliki oleh industri dalam negeri saat ini masih berupa teknologi rendah dan teknologi menengah.
“Mungkin sudah ada beberapa yang teknologi tinggi, namun masih sifatnya sampling,” ujarnya.
Permasalahan bahan baku ini, menurutnya bisa diatasi salah satunya dengan cara meningkatkan utilisasi industri sampai di angka 80 persen dengan penerapan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) maksimal. Upaya itu harapannya dapat membuka potensi investasi bahan baku alkes, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap substitusi impor serta neraca perdagangan. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT