Tren Sepatu Roda Kala Pandemi, Rasa Bosan dan Takut Dilibas di Atas Lintasan

Konten Media Partner
19 September 2021 13:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bersenang-senang di atas lintasan sepatu roda, anak-anak mengusir rasa bosan kelamaan belajar daring dan melawan rasa takut atas luka karena terjatuh.
Anak-anak yang sedang berlatih dengan sepatu roda di stadion Sultan Agung, Sabtu (18/9). (Pandangan Jogja/Danang Bakti)
Nayshila, kelas 4 SD, senang bukan kepalang melihat lintasan sepatu roda itu telah terisi beberapa anak sebayanya. Beberapa bulan terakhir, bagi Nayshila, pandemi telah hilang dari muka bumi ditelan oleh debar senang di atas lintasan.
ADVERTISEMENT
“Pokoknya kalau sudah sampai sini, sudah lupa semua bosan di rumah karena pandemi corona,” kata Nayshila mantab.
Ya, kejenuhan mengikuti belajar daring selama pandemi membuat sejumlah anak-anak di Jogja mengisi waktu luangnya dengan belajar dan bermain sepatu roda.
Sabtu (18/9) pagi, puluhan anak-anak kelas satu sampai empat SD tengah asyik bermain sepatu roda di komplek Stadion Sultan Agung, Bantul. Ada yang terlihat masih takut-takut, tapi sebagian juga ada yang sudah sangat lincah meluncur di atas sepatu rodanya.
Selama pandemi, antusiasme anak-anak di Jogja untuk belajar sepatu roda meningkat sangat signifikan. Hal ini disampaikan oleh pelatih sepatu roda di komunitas Jogja Inline Skate, Muhammad Rifai.
Pada 2019, jumlah siswa yang dia latih bahkan tak sampai 10 anak. Namun selama pandemi, muridnya justru meningkat sangat signifikan, terutama pada tahun ini.
ADVERTISEMENT
“Sekarang sekitar 80an anak,” kata Muhammad Rifai, kemarin.
Seorang anak sedang berlatih dengan sepatu roda di stadion Sultan Agung, Sabtu (18/9). (Pandangan Jogja/Danang Bakti)
Menurutnya, sebagian siswanya mengikuti latihan sepatu roda karena merasa bosan sudah terlalu lama belajar daring. Akhirnya, sepatu roda menjadi pelampiasan mereka mengusir kejenuhannya.
“Bayangin aja tiap hari di rumah gimana enggak stress,” ujarnya.
Tingginya antusias anak-anak juga melahirkan komunitas-komunitas sepatu roda baru untuk mewadahi kegiatan mereka. Menurut Rifai, kini sudah semakin banyak komunitas sepatu roda untuk anak-anak yang tersebar di semua kabupaten dan kota di DIY. Hal ini menjadi angin segar bagi perkembangan olahraga sepatu roda di DIY, yang selama ini memang sudah cukup berprestasi di tingkat nasional.
“Siapa tahu muncul bibit-bibit unggul kan dari komunitas kayak gini,” lanjutnya.
Tingginya antusiasme serta semakin banyaknya komunitas-komunitas sepatu roda yang lahir di Jogja menurutnya juga perlu didukung dengan fasilitas latihan yang memadai. Pasalnya, saat ini mereka agak kesulitan untuk mendapatkan tempat latihan yang memadai. Selain itu, karena tempat-tempat yang memungkinkan untuk latihan hanya terdapat di titik-titik tertentu saja seperti di Stadion Maguwoharjo, Amongrogo, Sultan Agung, dan sebagainya, membuat banyak anak-anak harus datang dari tempat yang jauh untuk bisa mengikuti latihan sepatu roda.
ADVERTISEMENT
“Murid saya ada yang datang dari dekat jembatan Progo, 30-an kilometer dari sini, kan jauh sekali,” kata Rifai.
Takut Jatuh Adalah Musuh Terbesar
Seorang anak sedang berlatih dengan sepatu roda di stadion Sultan Agung, Sabtu (18/9). (Pandangan Jogja/Danang Bakti)
Melatih sepatu roda anak-anak dari nol memiliki kesulitan tersendiri. Hal paling sulit yang mesti dilakukan oleh Rifai adalah membuat anak-anak didiknya tak takut terjatuh ketika berlatih. Sebab, rasa takut terjatuh akan menghambat mereka untuk mempelajari setiap teknik dalam sepatu roda.
“Jadi pertama gimana biar anak-anak enggak takut lagi,” kata Rifai.
Setelah rasa takut perlahan pudar, hal berikut yang perlu dipelajari anak-anak adalah soal keseimbangan. Keseimbangan adalah teknik paling dasar yang mesti dikuasai ketika ingin bermain sepatu roda. Baru setelah punya keseimbangan yang bagus, mereka akan mulai dilatih untuk berjalan di atas sepatu roda, bagaimana berbelok, dan bagaimana caranya untuk berhenti.
ADVERTISEMENT
“Belum sampai lari, itu sudah tingkat lanjut,” ujarnya.
Muhamad Rifai (34) pelatih Jogja Inline Skate saat diwawancarai di stadion Sultan Agung, Sabtu (18/9). (Pandangan Jogja/Danang Bakti)
Yang diajarkan kepada anak-anak didiknya memang teknik-teknik dasar dalam menggunakan sepatu roda. Nantinya, jika mereka memang punya bakat dan berminat untuk jadi atlet balap sepatu roda, mereka bisa diarahkan untuk mengikuti klub-klub sepatu roda yang ada di Jogja. Di klub itulah nantinya mereka akan mendapatkan pelatihan tingkat lanjut yang arahnya memang untuk menjadi atlet.
“Di Jogja banyak klub sepatu roda, nanti kalau mereka memang minat bisa diarahkan ke sana,” ujarnya.
Lebih Disiplin dan Wadah Bersosialisasi
Anak-anak yang sedang berlatih dengan sepatu roda di stadion Sultan Agung, Sabtu (18/9). (Pandangan Jogja/Danang Bakti)
Sudah sejak Juni, Agus dan istrinya mendampingi Nayshila, anak mereka yang masih kelas 4 SD berlatih sepatu roda bersama Rifai. Asyik berselancar di YouTube, mengantarkan sang anak pada video sepatu roda.
ADVERTISEMENT
“Biasa kan anak, lihat apa kan pasti pengin,” kata Agus.
Karena melihat anaknya sudah sangat bosan setelah setahun lebih belajar daring, Agus membelikan anaknya sepatu roda untuk mengisi waktunya. Dia juga memasukkan anaknya ke komunitas sepatu roda untuk mendapatkan pelatihan yang baik. Dan dalam tiga bulan, kini sudah cukup banyak skill yang dikuasai.
“Sudah bisa belok sama ngerem, walaupun masih agak takut ya,” lanjutnya.
Ternyata tak hanya keterampilan sepatu roda yang didapatkan oleh anaknya setelah mengikuti komunitas sepatu roda. Tiga bulan mengikuti pelatihan juga membuat anaknya lebih disiplin, terutama untuk bangun pagi.
“Karena semangat kan buat latihan, enggak mau telat,” ujarnya.
Anaknya juga lebih ceria ketimbang sebelumnya, hal itu menurut dia karena di dalam komunitas bertemu dengan banyak anak-anak yang lain. Hal ini tentu tidak dirasakan anaknya selama belajar daring hampir dua tahun ini. Ketika bertemu dengan anak-anak sebayanya, maka jiwa anak-anaknya yang ceria pun muncul.
ADVERTISEMENT
“Anak jadi lebih bisa bersosialisasi, karena selama ini kan di rumah terus, lebih sering murung,” kata Agus.
Di atas lintasan sepatu roda itu, anak-anak melibas semua penat dan bosan karena pandemi sekaligus menaklukkan rasa takut terjatuh, terluka, dengan keterampilan dan debar senang bersama teman-teman.