Usaha Para Peneliti Pewarna Alam UGM Kikis Dominasi Pewarna Sintetis

Konten dari Pengguna
12 Desember 2019 16:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Koordinator INDI Edia Rahayuningsih sesaat seusai deklarasi INDI di UGM, Selasa (10/12). Foto : Widi Erha
zoom-in-whitePerbesar
Koordinator INDI Edia Rahayuningsih sesaat seusai deklarasi INDI di UGM, Selasa (10/12). Foto : Widi Erha
ADVERTISEMENT
Sejumlah peneliti dan pegiat pewarna alam berkumpul di Grha Sabha Permana (GSP) UGM Selasa (10/12) untuk mendeklarasikan Indonesia Natural Dye Institute (INDI) UGM dengan tujuan utamanya mengembangkan penggunaan pewarna alami di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dosen Teknik Kimia UGM sekaligus Koordinator INDI, Edia Rahayuningsih mengatakan Pembentukan INDI sebagai wadah para peneliti akan semakin memudahkan pengembangan pewarna alami ke depan. Dibentuknya INDI menurut Edia akan membuat kerja para peneliti semakin terorganisir dan semakin membuka peluang untuk menjalin kerja sama dengan stakeholder.
Ada empat bidang yang akan menjadi pekerjaan utama mereka, di antaranya pendidikan, penelitian, produksi, dan pengembangan.
Dalam bidang pendidikan, mereka akan melakukan berbagai sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penggunaan pewarna alam.
“Selain itu, ada juga pelatihan-pelatihan seperti bagaimana membuat dan menggunakan pewarna alami,” ujar Edia, Selasa (10/12).
Di bidang penelitian, mereka akan mengeksplorasi bahan-bahan pewarna alam yang menurut Edia sangat banyak yang belum dimanfaatkan. Mereka juga akan melakukan pendampingan terhadap proses produksi dan pengembangan pewarna alam.
ADVERTISEMENT
“Karena UGM memiliki semua bidang itu, dari mulai budaya, budidaya, produksi, terus aplikasi di berbagai bidang, sampai pada pemasarannya juga,” kata Edia.
Menggerakkan Kembali Pewarna Alam
Kain batik dengan pewarna alam yang dipamerkan dalam deklarasi INDI beberapa waktu lalu di UGM. Foto : Widi Erha
Penggunaan pewarna alam menurut Edia sebenarnya sudah banyak digunakan oleh orang-orang zaman dulu, tapi seiring perkembangan zaman penggunaannya tergeser oleh hadirnya pewarna kimia yang sebenarnya menyimpan banyak bahaya di dalamnya. INDI, dibentuk untuk mengembalikan lagi penggunaan pewarna alam untuk berbagai sektor.
“Kami malah ingin terjadi gerakan penggunaan kembali pewarna alam. Pewarna itu kan bisa untuk tekstil, makanan, dan yang lainnya yang selama ini didominasi oleh pewarna sintetis yang banyak sisi negatifnya,” kata Edia.
Praktisi dan aktivis penggunaan pewarna alam, Dedi Purwadi, bercerita bagaimana dia memberikan pelatihan-pelatihan membatik kepada siswa-siswa SD. Kepada siswa SD, Dedi menegaskan kalau dia hanya mau membatik jika pewarna yang digunakan adalah pewarna alami.
ADVERTISEMENT
“Itu trik kita, jangan mau tawar menawar,” ujar Dedi.
Maksud Dedi selain agar para siswa bisa bermain warna dengan aman juga untuk memberikan edukasi kepada mereka bahwa banyak sumber pewarna di sekitar mereka. Bahkan, tak jarang Dedi meminum pewarna alami yang terbuat dari pohon jolawe untuk membuktikan bahwa pewarna itu memang aman untuk digunakan.
“Ini you boleh minum, karena ini jamu, jolawe, ini pakai celup. Ini teh, saya minum, ini saya pakai untuk pewarna,” kata Dedi.
Potensi Besar Pewarna Alam
Foto : Widi Erha
Edia mengatakan pasar untuk pewarna alam sangat besar. Untuk industri tekstil, kuliner, juga aplikasi lainnya seperti pemeka cahaya, obat tradisional, sollar sel, dan sebagainya. Nilai pasar itu juga semakin didukung dengan besarnya potensi bahan pewarna alam yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
“Pewarna itu kan dari sinar, yang nanti terus kita manfaatkan. Karena kita di daerah tropis yang sub matahari kita itu intensitasnya luar biasa, tentunya sumber pewarna alam kita ya luar biasa,” kata Edia.
Soal pendanaan, dana riset dan pengembangan yang bisa dimanfaatkan oleh setiap peneliti sebenarnya sangat banyak. Ada dari pemerintah, perguruan tinggi, atau dari swasta, tinggal bagaimana peneliti memanfaatkan peluang itu.
INDI, kata Edia, tidak menyediakan dana riset, sebab posisinya hanya sebatas wadah. Dengan demikian, keaktifan tiap peneliti untuk melihat dan memanfaatkan peluang itu menurut dia sangat penting.
“Jadi sebenarnya banyak (sumber pendanaan), kita tinggal membawa kira-kira kemanfaatannya gimana, kerja samanya gimana. Kalau INDI ini kan sebenarnya menghimpun periset-periset potensial untuk bersama-sama menjawab sesuatu yang strategis,” lanjut Edia.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, bukan perkara mudah memanfaatkan potensi yang dimiliki itu secara optimal. Pasalnya, telah terjadi kemapanan penggunaan pewarna sintetis yang sudah sekian lama dipakai dalam industri-industri di berbagai bidang.
“Kita itu kan melawan kemapanan penggunaan pewarna sintetis itu. Tapi sumber daya kita kan besar, jadi tidak masalah. Apalagi tren penggunaan pewarna alam terus meningkat seiring berkembangnya pola hidup sehat,” kata Edia.
Dedi Purwadi juga mengatakan besarnya potensi pewarna alami yang kita miliki, tak cuman dari tumbuh-tumbuhan saja, bahkan dari benda-benda yang selama ini kita sebut sebagai sampah dan limbah.
“Teh apek di dapur jangan dibuang, kulit brambang di pasar seabreg-abreg, itu semua juga bisa dijadikan pewarna alami,” kata Dedi.
Penggunaan pewarna alami menurut Dedi juga menumbuhkan kesadaran spiritualnya karena selalu berhubungan dengan alam. Baginya alam memiliki ruh, penggunaan elemen-elemen alam sebagai pewarna alam menurutnya adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan.
ADVERTISEMENT
“Dan itu tidak ada dalam pewarna sintetis,” tegasnya.
Kendati demikian, Dedi tak membenarkan menggunakan pewarna alami dengan mengeksploitasi alam. Karena itu, dia juga menanam berbagai pohon yang bisa dia gunakan untuk melakukan pewarnaan.
“Karena kita dituntut untuk menjaga sustainability sumber daya kita,” lanjut Dedi.
Saat meresmikan INDI, Rektor UGM, Panut Mulyono mengatakan bahwa pewarna alam sangat strategis untuk berkontribusi memajukan ekonomi nasional.
“Seperti batik yang juga telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia. Akan terus berkembang, disitulah pewarna diperlukan sehingga masyarakat dunia tahu bagaimana kita melindungi lingkungan, ramah terhadap lingkungan dan pewarna alami menjadi pilihan agar bisa berkontribusi memajukan perekonomian, memajukan industri, dan tidak merusak lingkungan," tuturnya.
Sebenarnya, masih belum jelas benar bagaimana peta jalan industri pewarna alam ini dalam usahanya mengikis dominasi pewarna sintetis. Semua masih berpusar di penelitian dan sosialisasi. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT