Y= f (G,E, dan M), Mengenal Persamaan Buah Berasa Asam

Konten dari Pengguna
2 Juni 2020 16:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jeruk dan belimbing. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jeruk dan belimbing. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Banyak orang menyukai buah-buahan karena rasanya yang manis. Sebagian besar buah memang memiliki rasa yang manis setelah dia masak. Namun kerap ditemui juga beberapa buah yang rasanya tidak manis meski sudah masak.
ADVERTISEMENT
Pakar Manajemen Produksi Tanaman UGM, Dody Kastono, menjelaskan ada tiga faktor yang mempengaruhi buah memiliki rasa yang manis atau tidak. “Prinsipnya, hasil tanaman itu memenuhi persamaan Y= f (G, E, dan M),” ujar Dody ketika dihubungi, pekan ini. Jadi Y, atau rasa tergantung pada koefisien 3 faktor yakni G, E, dan M.
G dalam persamaan tersebut adalah faktor internal atau genetik, E merupakan faktor eksternal yang meliputi tanah dan iklim serta cuaca, khususnya mikroklimat pertanaman. Sementara M adalah pengelolaan oleh manusia, dalam hal ini masukan atau input serta teknologi produksi yang diterapkan. Dengan begitu, tiga faktor yang memengaruhi manis tidaknya sebuah buah yaitu faktor internal atau genetik, faktor eksternal dalam hal ini lokasi dia ditanam, serta faktor perlakuan yang diberikan oleh manusia.
ADVERTISEMENT
Tentang G
Buah-buahan yang secara genetik memang tidak manis seperti asam, belimbing wuluh, atau jeruk nipis yang pada dasarnya memang memiliki rasa masam, ditanam dimanapun dan dengan perlakuan apapun, dia tidak akan berubah menjadi manis. Kecuali jika buah-buah tersebut disilangkan menggunakan rekayasan genetika dengan jenis buah lain, bisa dimungkinkan rasa yang dihasilkannya menjadi manis.
“Kalau itu (asam, belimbing wuluh, jeruk nipis) sudah genetisnya, tidak akan mudah diubah. Kecuali dengan rekayasa genetika, misal perkawinan silang sehingga didapatkan jeruk nipis tapi manis rasanya,” jelas Dody.
Senstitifitas E
Beberapa jenis tanaman, termasuk tanaman buah juga sangat sensitif terhadap lokasi penanamannya. Kadang ada kriteria lingkungan yang sangat spesifik, sehingga ketika ditanam di tempat lain dia tidak akan bisa tumbuh secara optimal. Misalnya tembakau cerutu yang dikembangkan di Klaten, Jember, dan Deli Sumatera Utara, kualitasnya akan sangat berbeda jika ditanam di wilayah lain.
ADVERTISEMENT
“Kalau buah juga ada, hanya saja tidak sespesifik seperti tembakau. Misalnya salak pondoh yang dikembangkan di luar wilayah Sleman, contoh di Banjarnegara, banyak yang mengalami perubahan rasa maupun ukuran,” lanjutnya.
Yang paling sering terjadi adalah tanaman buah yang asalnya dari dataran tinggi kemudian ditanam di dataran rendah, atau yang asalnya di daerah dengan curah hujan tinggi kemudian ditanam di daerah dengan curah hujan tinggi, biasanya akan sangat mempengaruhi rasa buahnya. Hal serupa juga biasa terjadi pada buah introduksi dari subtropis ke tropis atau sebaliknya. Faktor lingkungan ini sangat erat hubungannya dengan suhu, kelembapan udara, curah hujan, angina, serta intensitas cahaya.
Perlakuan M
Faktor ketiga yang tidak kalau penting adalah perlakuan yang diberikan dalam proses budidayanya. Perlakuan ini meliputi pemupukan, pengairan, pemangkasan, serta pembasmian hama dan penyakit. Supaya memiliki rasa yang lebih manis, usahakan untuk menghindari penggunaan pupuk urea, melainkan gunakan ZA dan KCl. Selain itu, pemupukan juga harus disesuaikan dengan fase pertumbuhan dan perkembangan tanamannya, sehingga kualitasnya bisa sesuai dengan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut sebenarnya juga berlaku untuk jenis tanaman lain, tidak terbatas pada tanaman buah saja.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya ketiga faktor pertumbuhan itu terjadi pada semua jenis tanaman, tidak terbatas tanaman buah saja,” ujar Dody. (Widi Erha Pradana / YK-1)