2017-2018: Catatan Perekonomian Indonesia

Konten dari Pengguna
2 Februari 2018 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wck tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
2017-2018: Catatan Perekonomian Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Secara umum, kinerja perekonomian nasional sepanjang tahun 2017 bergerak stagnan imbas dari pengetatan moneter di sejumlah negara dan isu geopolitik. Pertumbuhan ekonomi hanya mentok 5,05 persen, meski asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebesar 5,2 persen. Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang disertai anomali dari sisi produksi berupa penurunan kinerja sektor riil dan dari sisi pengeluaran konsumsi rumah tangga menyebabkan penurunan daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Perlambatan ini juga berdampak pada penyaluran kredit perbankan yang hanya tumbuh 8,2 persen year-on-year (yoy) per Desember 2017, jauh dari target Bank Indonesia (BI) sebesar 10-12 persen sebelum revisi, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi pertumbuhan kredit berada di level 13 persen, kemudian diturunkan lagi menjadi 11 persen.
Sementara itu, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) per posisi Desember tumbuh 8,3 persen (yoy) atau sebesar Rp5141,5 triliun. Pertumbuhan ini diluar target OJK sebesar 9-11 persen pada akhir 2017. Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dari kredit mengindikasikan ekspansi penyaluran kredit yang masih tertahan karena beberapa bank masih terkonsentrasi untuk merestrukturisasi kredit bermasalah.
Sementara itu, pemerintah dapat menjaga pergerakan harga pangan (volatile food), sehingga tidak berdampak dari inflasi sepanjang 2017 sebesar 3,61 persen. Angka ini masih di bawah target inflasi BI sebesar 4 persen. Besaran inflasi pada 2017 disebabkan oleh kebijakan pemerintah yakni adanya harga barang dan jasa yang diatur oleh pemerintah, mulai harga bakar minyak dan tarif dasar listrik.
ADVERTISEMENT
Walaupun kebijakan pemerintah belum sepenuhnya efektif mendorong pertumbuhan ekonomi, namun sejumlah indikator menunjukan kinerja positif seperti penurunan tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, dan rasio gini, yang masing-masing menurun menjadi 5,5 persen, 10,1 persen, dan 0,39 persen. Selain itu, lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings mendongkrak peringkat Long Term Foreign dan Local Currency Issuer Default Rating Indonesia menjadi BBB dari sebelumnya BBB- dengan outlook stabil. Kenaikan peringkat utang Indonesia itu didukung ketahanan Indonesia terhadap guncangan eksternal atau faktor global dalam beberapa tahun terakhir.
Bank Dunia menempatkan Indonesia pada posisi peringkat ke-72 dari 190 negara dalam kemudahan berusaha 2018. Posisi Indonesia naik 19 tingkat dibanding 2017 dari peringkat 91 ke peringkat 72. Menurut laporan Bank Dunia, indikator Ease of Doing Business (EODB) Indonesia yang mengalami perbaikan tajam antara lain peneyelesaian kepailitan, penegakan kontrak, dan akses terhadap listrik.
ADVERTISEMENT
Celah di Tahun Politik
Melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik berimbas terhadap performa intermediasi perbankan. Lebih tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan kredit menyebabkan likuiditas perbankan menjadi longgar. Loan to Deposits Ratio (LDR) perbankan terus menurun hingga menyentuh angka 88,97 persen per November 2017. Padahal, periode yang sama tahun sebelumnya LDR sebesar 90,70 persen. Kondisi ini mengakibatkan perbankan semakin sulit untuk meningkatkan margin dan laba yang tinggi.
Net Interest Margin (NIM) perbankan per November 2017 hanya menembus angka 5,31 persen, lebih rendah jika dibandingkan November 2016 yang mampu mencapai 5,62 persen. BI dan OJK mematok pertumbuhan kredit perbankan masing-masing 12-14 persen dan 11-12 persen. Target ini lebih tinggi dari proyeksi 2017 2 (dua) regulator tersebut sebesar 10-12 persen dan 11,7 persen.
ADVERTISEMENT
Menyambut tahun 2018, pemulihan global dan restrukturisasi kredit bermasalah diharapkan berlanjut di tengah tantangan global seperti perlambatan ekonomi Tiongkok, pengetatan kebijakan moneter di beberapa negara Uni Eropa, dan ketegangan geopolitik yang semakin memanas di Semenanjung Korea, serta volatilitas harga minyak dan komoditas. Stimulus ekonomi berupa intervensi pemerintah untuk mendorong permintaan dan daya beli melalui kebijakan padat karya (cash for work) yang memiliki efek jangka pendek diharapkan dapat mengerek pertumbuhan ekonomi. Salah satunya memaksimalkan program yang sudah berjalan, seperti Dana Desa. Anggaran lebih dari Rp120 triiun perlu terserap sepenuhnya pada pengembangan desa, bukan hanya berfokus pada infrastruktur, tetapi juga pengembangan kapasitas ekonomi desa, seperti mengembangkan koperasi, Badan Usaha Milik Desa, peternakan, dan pertanian desa.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan dari desa memang perlu menjadi perhatian pemerintah seraya terus berkonsentrasi pada implementasi paket kebijakan pemerintah yang berorientasi pada sisi produksi (supply side) seperti peningkatan pembangunan infrastruktur, deregulasi ekonomi, insentif pajak, dan penurunan suku bunga yang baru memiliki efek dalam jangka panjang. BI memprediksi pertumbuhan ekonomi 2018 berada di level 5,1-5,5 persen
Sementara itu, BI menargetkan inflasi berada di level 3,5+1 dengan menjalankan langkah-langkah strategis pengendalian inflasi dengan pemerintah antara lain memastikan kecukupan pasokan pangan dan mengatur besaran dan waktu kenaikan kebijakan administered prices, serta mengendalikan dampak lanjutan yang berpotensi timbul, dalam hal terdapat kebijakan penyesuaian administered prices.
Pemerintah diprediksi akan berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan, mengingat 2018 merupakan tahun politik, 171 daerah akan menyelenggarakan Pilkada serentak. Namun, jika pemerintah dapat menjaga stabilitas ekonomi dan ketegangan politik, Pilkada 2018 akan menjadi berkah, belanja pemerintah untuk pemilihan umum baik Pilkada dan Pilpres cukup besar yaitu hampir Rp18 triliun. Belum biaya yang akan dikeluarkan oleh partai politik dan calon yang akan berkompetisi, ekonomi akan menggeliat, dan mengurangi kelesuan belanja.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018 yang akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian domestik. Dana Moneter Internasional (IMF) menilai tahun 2018 merupakan momentum untuk melakukan ekspansi. Mengombinasikan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang adalah jawaban agar perekonomian tidak mengalami kemandekan, sehingga target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 dapat tercapai.