Bariroh, Wanita Asal Tegal yang Olah Sampah Jadi Ulat Pakan Ternak

Konten Media Partner
13 Juli 2019 17:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bariroh (tengah berkerudung) menunjukkan ulat pakan ternak produksinya yang sudah dipanen. (Foto: Bentar)
zoom-in-whitePerbesar
Bariroh (tengah berkerudung) menunjukkan ulat pakan ternak produksinya yang sudah dipanen. (Foto: Bentar)
ADVERTISEMENT
Bariroh (55), seorang ibu rumah tangga asal Desa Tuwel Rw 4, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, mempunyai solusi dalam mengatasi sampah organik. Metode pengolahan sampah ini pun memiliki cara yang sederhana dan biaya yang murah.
ADVERTISEMENT
Hebatnya, cara memproses sampah ini tidak butuh teknologi mahal. Bariroh memanfaatkan sampah organik tersebut untuk memproduksi maggot (ulat) yang berfungsi sebagai pakan ternak.
Kepada Panturapost, dia bercerita awal mula proses pemanfaatan sampah ini. Dia memang sudah lama mengolah sampah dengan metode bank sampah serta menjadikan pupuk kompos. Meski begitu, polemik sampah masih ada saja di desanya.
Sampah-sampah organik seperti nasi, bekas masakan santan, hingga buah-buahan, tidak terkelola dengan baik. Akhirnya, dia berpikir keras bagaimana sampah-sampah tersebut bisa bermanfaat.
"Pada saat itu di bulan April (2019) saya dikasih tahu sama teman, katanya ada proses pembuatan maggot (ulat) lewat sampah organik. Dari situ saya penasaran dan pada akhirnya saya ikut belajar tentang pengolahan maggot. Dari situ lah saya penasaran apakah proses pembuatan maggot ini bisa mengurangi sampah organik," terang Bariroh, Jumat (12/7).
Mengolah sampah organik. (Foto: Bentar)
Awalnya, Bariroh mencoba di rumah sendiri. Dia mengumpulkan sampah organik dari teman-temannya. Pada saat itu ada sekitar 10 keluarga yang memberi sampah organik ke rumahnya setiap hari. Proses pun dilakukan Bariroh dalam pembuatan maggot.
ADVERTISEMENT
"Dari telur, maggot menjadi larva. Setelah itu lalu disimpan di kotak atau tempat untuk menampung maggot yang usia satu minggu. Dalam kotak tersebut maggot akan dikasih pakan dari sampah organik. Setelah maggot terlihat putih menjadi cokelat, dalam waktu 25 hari, maggot pasti sudah bisa dipanen," terang Bariroh.
Maggot yang sudah dipanen. (Foto: Bentar)
Sementara itu untuk sampah organik yang sudah mengering, seperti kulit buah, daun- daun, sayuran yang kering digunakan untuk pengomposan. Untuk mendistribusikan maggot, Bariroh berkerja sama dengan perusahaan penyedia pakan ternak di desa tetangga.
"Dari awal saya sampai sekarang sudah mengalami panen 5 kali. Harga maggot Rp 5.000 per kilogram. Bagi kami harga enggak saya pikirkan suatu saat bisa naik. Yang paling penting masalah sampah organik yang selama ini belum terurai," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Reporter: Bentar Editor: Irsyam Faiz