IMG-20210528-WA0026.jpg

Cerita Sipir Penjara di Tegal yang Sukses Kelola Sampah Lewat Bank Sampah

29 Mei 2021 15:06 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Akhmad Budi Hermanto, saat mengelola bank sampah di lingkungan rumahnya. (Foto: Dok Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Akhmad Budi Hermanto, saat mengelola bank sampah di lingkungan rumahnya. (Foto: Dok Pribadi)
ADVERTISEMENT
PEKERJAAN sehari-harinya adalah penjaga narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Slawi, Kabupaten Tegal. Tapi kepeduliannya terhadap lingkungan tidak diragukan lagi. Dia adalah Akhmad Budi Hermanto.
ADVERTISEMENT
Jadi, selain berprofesi sebagai abdi negara, pemuda 34 tahun ini juga menjadi ketua Asosiasi Bank Sampah (Asobsi) Kabupaten Tegal. Sehari-hari dia harus membagi waktunya antara bekerja sebagai PNS dan mengolah sampah di lingkungannya.
"Sejak 2 tahun terakhir, kesibukan saya bertambah. Selain menjaga dan mengelola narapidana yang juga dikenal 'sampah' masyarakat, juga sampah rumah tangga," kata dia kepada PanturaPost, Jumat (28/5/2021).
Kepeduliannya terhadap lingkungan sebenarnya sudah muncul sejak 2015. Kala itu, dia mengikuti kegiatan penanaman pohon yang digelar Pemerintah Kabupaten Tegal.
"Saat itu saya berfikir, bagaimana caranya saya berkontribusi menjaga lingkungan. Akhirnya saya mulai membangun komunikasi dengan para pegiat bank sampah di Kabupaten Tegal," katanya.
Akhmad Budi Hermanto, di sela pekerjaannya menyempatkan diri mengelola bank sampah. (Foto: Dok Pribadi)
Dia pun mulai belajar bagaimana mengolah limbah rumah tangga. Mulai dari memilah sampah organik dan non-organik. Sampai memanfaatkan sampah makanan menjadi magot.
ADVERTISEMENT
"Waktu itu saya belum menerapkan teori pengolahan sampah. Sampai pada akhirnya pada awal 2019 saya mulai mencobanya di rumah," ungkapnya.
Ternyata memang tidak mudah. Penolakan justru datang dari istrinya sendiri, yang merasa terlalu ribet memilah-milah sampah. Budi tak menyerah. Dia pun ingin membuktikan bahwa apa yang dilajukannya akan berhasil.
"Saya berfikir begini, kalau saya tidak memulai dari diri sendiri, lalu dari mana lagi. Saya pun berusaha memberi pemahaman kepada istri, sampai akhirnya istri sepakat," ucapnya.
Bulan demi bulan pun berlalu, sampah yang dia pilah terus menumpuk hingga mencapai 30 karung. Dia pun mulai kebingungan bagaimana cara membuangnya.
"Akhirnya saya dapat kenalan orang yang mau menampungnya. Tumpukan sampah hasil pilahan rumah tangga itu pun akhirnya bisa dijual dengan harga yang lumayan. Istri saya tentu saja senang," ungkapnya.
Akhmad Budi Hermanto, di sela pekerjaannya menyempatkan diri mengelola bank sampah. (Foto: Dok Pribadi)
Setelah berhasil mengolah sampah sendiri, dia pun mengajak para tetangga untuk mengukuti jejaknya. Ada beberapa orang yang ikut. Tapi, ada saja omongan miring dari tetangga seperti, "buat apa capek-capek ngumpulin sampah", "buang-buang tenaga saja, tidak ada hasilnya".
ADVERTISEMENT
"Saya bilang ke orang-orang yang mau bergabung, 'kita jangan berfikir ekonominya dulu, tapi berfikir ini sedekah kita'," katanya.
Sampai akhirnya dia pun berhasil mengumpulkan orang-orang yang mau bergabung dan membetuk bank sampah di lingkungannya bernama Garasi Edukasi Sampah atau disingkat GaEs.
"Alhamdulillah bank sampah didirikan, sampah di lingkungan saya lebih terkendali. Tidak menumpuk di depan rumah," katanya.
Keberhasilannya mendirikan dan mengelola bank sampah membuat dia ditunjuk menjadi Ketua Asobsi Kabupaten Tegal.
Tepatnya saat pandemi mulai muncul di Indonesia. Dia pun langsung membuat Gerakan Sedekah Sampah Lawan Wabah COVID-19.
Dari gerakan itu, sampah yang dikumpulkan akan dijual. Dan hasilnya nanti diberikan ke RSUD Dr Soeselo Slawi untuk membantu pembelian APD untuk paramedis.
Penyerahan APD untun tenaga kesehatan dari gerakan sedekah sampah lawan wabah COVID-19.
Selain itu, ada gerakan memberikan bantuan paket sembako kepada penyapu jalan dan pemulung. Gerakan serupa juga dilakukan baru-baru ini tepatnya di bulan Ramadhan tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Hasil sedekah sampah juga diberikan kepada anak yatim piatu. Ini dilakukan guna memberikan edukasi mereka akan pentingnya menjaga lingkungan.
“Kami ingin turut serta membantu melawan wabah corona dengan yang kami bisa. Yaitu mengelola sampah. Sampah kita ambil dari warga atau dari bank sampah yang ada di desa,” jelas Budi.
Menurutnya, keberadaan bank sampah bisa jadi solusi untuk mengatasi persoalan lingkungan. "Apalagi, TPA sampah paling besar di Kabupaten Tegal yakni TPA Penujah sudah over kapasitas, saya khawatir ini akan menjadi ledakan sampah dan bisa mencemari lingkungan," katanya.
Dia pun bertekad, setiap desa ada bank sampah. Sehingga sampah rumah tangga bisa dikendalikan dengan maksimal.
"Di Kabupaten Tegal, ada sekitar 200 komunitas bank sampah yang terdaftar di pemerintah daerah. Namun, saat ini, yang aktif diperkirakan hanya 40 kelompok," katanya.
Seorang napi Lapas Slawi sedang memilah sampah. (Foto: Dok Akhmad Mudi Hermanto)
Tak hanya di desa-desa, dia pun mendirikan bank sampah di Lapas Slawi yang jadi kantornya sehari-hari. Namanya Bank Sampah Pan Jera Berkah.
ADVERTISEMENT
Di sana, dia mengedukasi para napi untuk mengolah sampah dengan benar. Termasuk mengolah sisa makanan para warga binaan untuk media pakan Magot (sejenis serangga pengurai sampah dari larva lalat/Black Soldier Fly).
Pengolahan magot di Lapas Slawi.
"Ini tentunya mempunyai nilai ekonomis untuk menambah tabungan para warga binaan. Karena itu dengan adanya bank sampah di lingkungan Lapas ini sangat membantu para napi. Selain lingkungan jadi lebih bersih, bank sampah juga bisa jadi kegiatan mereka agar punya ketrampilan," katanya.
Baginya, sampah tak selamanya buruk. Ia akan menjadi baik jika dikelola dengan cara yang benar. Bahkan, sampah akan bermanfaat untuk lingkungan dan menghasilkan nilai ekonomi. Baik 'sampah' masyarakat maupun sampah rumah tangga. (*)
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten