Dangdut, Kapitalisasi Tubuh, dan Fenomena Via Vallen

Konten Media Partner
9 Juli 2019 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Via Vallen. Foto: Munady Widjaja
zoom-in-whitePerbesar
Via Vallen. Foto: Munady Widjaja
ADVERTISEMENT
Oleh Yuni Suprapto*
Dangdut adalah musik di Indonesia yang memiliki unsur-unsur Hindustani, India, dan Arab. Perkembangan musik ini selalu beriringan dengan realitas yang terjadi di masyarakat. Perkembangan musik dangdut di tanah air juga punya cerita sendiri yang selalu enak untuk kita bahas.
ADVERTISEMENT
Kita ingat dulu musik dangdut tengah dipopulerkan oleh beberapa pesohor ternama di Indonesia. Di antaranya di tahun 1990-an ada nama beken Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, Evie Tamala dan lainnya. Rhoma Irama mempopulerkan musik dangdut dengan nada dan dakwah, Elvi Sukaesih khas cengkok Melayu dan India. Sedangkan Evie Tamala dengan ciri khas yang mendayu-dayu.
Beda tahun berbeda pula dengan perkembangan dan genrenya. Di tahun 2000-an musik dangdut mengalami perkembangan yang luar biasa fenomenal. Dimulai dengan gebrakan beberapa orkes-orkes besar di Jawa Timur yang melambungkan nama-nama penyanyi Jawa Timur. Dengan olah vokal, gerak, dan goyangan yang bermacam, fenomena ini menggoyahkan singgasana para senior-senior artis dangdut kala itu. Tak ayal perkembangan goyangan ini menjadi sebuah komoditi besar bagi dunia entertainment.
ADVERTISEMENT
Fenomena goyangan ini, hingga sekarang masih dijadikan andalan oleh beberapa penyanyi dangdut untuk melambungkan nama mereka. Berangkat dari fenomena ini penulis akan membedah dengan menggunakan teori kapitalisasi tubuh yang disampaikan oleh Michael Focault.
Kapitalisasi tubuh digunakan pada kegiatan promosi, marketing produk, acara hiburan, dan kontes-kontes kecantikan, di tunjang dengan perkembangan teknologi dan beragam kemasan acara yang menarik, media elektronik TV, Internet. Terkhusus media sosial adalah ladang subur. Teori kapitalisasi tubuh di bedakan menjadi beberapa proposisi diantaranya; 1) memanfaatkan tubuh sebagai objek kekuasaan; 2) masyarakat modern menggerakkan kekuatan untuk populasi yang berfokus pada pengaturan reproduksi tubuh manusia; 3) kapitalisme berkembang pesat dan turut menggunakan tubuh untuk mewujudkan kepentingan mereka; 4) tubuh menjadi objek kapitalisme yang berkembang sebagai mekanisme baru.
ADVERTISEMENT
Goyangan penyanyi dangdut menjadi objek kapitalisasi tubuh. Antara lain: pertama, seorang penyanyi dangdut melalui goyangannya dijadikan alat kekuasaan oleh pihak yang punya kepentingan untuk mendatangkan keuntungan kapital. Semakin goyangannya menarik perhatian khalayak, maka pemilik modal akan semakin gencar mempromosikan dan membikinkan acara yang fokus pada goyangan tersebut.
Kedua, masyarakat tahun 2000-an di Indonesia menyukai dangdut terfokus pada goyangan. Dangdut identik harus goyang, kalau tidak goyang ya berarti bukan dangdut; ketiga goyangan penyanyi dangdut saat melantunkan lagu merupakan cara perwujudan kapitalisme, semakin goyangannya booming dan diminati oleh masyarakat, maka akan menempati rating tertinggi dan secara otomatis akan terus mengalir kapitalnya, baik kepada penyanyi maupun kepada pemodal yang mempunyai andil dan kepentingan acara; keempat goyangan yang terbukti booming akan memunculkan goyangan baru yang lebih dahsyat.
ADVERTISEMENT
Kemudian apa hubungan dangdut, fenomena goyangan penyanyi dangdut, kapitalisasi tubuh dan fenomena Via Vallen saat ini. Ya, menurut penulis sangat berhubungan, Via Vallen adalah penyanyi dangdut asal Sidoarjo Jawa Timur yang saat ini, boleh dibilang salah satu yang paling sukses. Dengan genre popdut-nya, Via Vallen memiliki kekhasan tersendiri pada saat menyanyi, dia bisa bernyanyi dangdut dengan berbagai genre dangdut. Salah satunya kekhasan nya yakni dengan aksen rap dan reagae.
Via Vallen. Foto: Ronny/kumparan
Kekuatan vokal dan cengkok dangdut nya yang bisa masuk kedalam berbagai genre musik. Tanpa harus menunjukkan goyangan yang heboh membuat via vallen semakin bersinar. Via Vallen telah mengubah arah dangdut kearah lebih positif yang dulunya pada tahun 2000-an di citrakan agak negatif karena identik dengan goyangan yang memanfaatkan lekuk indah tubuh penyanyi.
ADVERTISEMENT
Via Vallen dengan kemampuannya menyanyikan lagu dangdut dengan berbagai genre pop, reage, serta hip hop menjadi suksesor penyanyi-penyanyi dangdut lain saat ini. Arah positif dan perbaikan citra musik dangdut. Berbekal kemampuannya tersebut Via Vallen didaulat menyanyikan lagu Theme Song Asian Games yang berlangsung di Indonesia dengan judul meraih bintang, dan dinyanyikan sangat sukses. Lagu meraih bintang meraih kesuksesan yang kemudian lagu ini banyak dicover oleh beberapa pemusik dan penyanyi dari luar negeri. Yang membuat dangdut semakin digemari dan dicintai bukan hanya di Indonesia namun juga di luar negeri.
Konklusi dari tulisan ini adalah dunia dangdut memang belum sepenuhnya meninggalkan kapitalisasi tubuh berupa goyangan lekuk tubuh. Namun dengan adanya fenomena Via Vallen hal tersebut sedikit tereduksi, dan kita sebagai konsumen atau masyarakat, akan lebih cerdas di dalam menonton konten hiburan terutama dangdut, mana yang kontenya positif dan baik.
ADVERTISEMENT
*Dosen Pendidikan Sosiologi Universitas Peradaban Bumiayu