news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Keluarga Miskin di Tegal: Ayah Tunanetra, Anak Tunagrahita, Ibu Sakit

Konten Media Partner
25 Januari 2020 20:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Meiwan bersama anak dan istrinya di depan rumah kontrakannya. (Foto: Irsyam Faiz)
zoom-in-whitePerbesar
Meiwan bersama anak dan istrinya di depan rumah kontrakannya. (Foto: Irsyam Faiz)
ADVERTISEMENT
Di depan rumah kontrakan kecil, seorang anak berusia 10 tahun, duduk di kursi plastik lusuh sambil terus meracau. Sesekali dia tersenyum, lalu memperlihatkan ekspresi murung. Kemudian meracau dan tersenyum lagi. Ekspresinya berubah-ubah.
ADVERTISEMENT
Meiwan Faxhriza, ayah dari anak itu berusaha menenangkan anak semata wayangnya itu. Dia lalu memanggil Susilowati, istrinya, yang sedang memasak di dapur. Tak lama kemudian Susilowati datang dan memberikan minum. Anak perempuan itu akhirnya diam.
Di pagi menjelang siang itu, Sabtu (25/1/2020) Meiwan dan istrinya menerima kedatangan Tim PanturaPost. Kami berbincang sekitar 1 jam di depan rumah kontrakannya di Desa Balapulang Kulon, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal.
Campaign Ayah Tunanetra di Tegal. Foto: kumparanDerma
Di rumah kontrakan dengan 2 ruangan yang masing-masing berukuran 3x3 meter, Meiwan tinggal bersama anak dan istrinya. Kami tidak bisa mengobrol di dalam rumah karena ruang utamanya sudah penuh dengan perabotan dan pakaian yang berantakan. Ruangan itu digunakan untuk tidur sekaligus bercengkrama.
Kondisi rumah kontrakan yang ditinggali Meiwan dan anak istrinya. (Foto: Irsyam Faiz)
Adapun ruangan satunya digunakan untuk dapur. Di sana hanya kompor dan gas berfungsi, selebihnya adalah barang-barang rongsokan. Meiwan dan keluarganya sudah 10 tahun tinggal di kontrakan itu.
ADVERTISEMENT
Ananda Nurchaliza, anak Meiwan itu mengalami tunagrahita sejak usia 8 bulan. Sementara istrinya mempunyai penyakit yang belum didiagnosa. Di kepalanya terdapat benjolan cukup besar. Meiwan sendiri juga memiliki kondisi wajah tidak sempurna. Dia pernah mengalami tumor otak yang mengakibatkan mata sebelah kanan tidak bisa melihat lagi.
Meski hidup serba kekurangan, pria 45 tahun itu tetap semangat untuk berjuang menghidupi anak dan istrinya. Setiap pagi dia bekerja sebagai petugas kebersihan di Puskesmas. Kemudian siangnya dia bekerja di pasar, juga sebagai tukang bersih-bersih. Pendapatan dari dua pekerjaan itu pun tak seberapa. Sebulan dia hanya memperoleh uang Rp 600 ribu.
Kondisi rumah kontrakan yang ditinggali Meiwan dan anak istrinya. (Foto: Irsyam Faiz)
Padahal dalam satu bulan, pengeluarannya bisa mencapai Rp 1,5 juta. Untuk menutupi kekurangan, dia pun bekerja menjadi pemulung. "Apa pun akan saya kerjakan untuk menghidupi keluarga. Selagi itu halal. Sebelum bekerja di puskesmas dan di pasar, saya kerjaannya cari rongsok," katanya.
ADVERTISEMENT
Selama ini, dia juga melarang istrinya untuk bekerja. Menurut dia tugas istri itu merawat anak dan mengurus rumah. Soal mencari nafkah, biar dia yang menanggung. "Sekarang saya bagaimana caranya bisa memenuhi kebutuhan setiap hari Rp 40.000 untuk makan dan jajan anak. Belum kontrakannya Rp 200 ribu per bulan," katanya.
Kepada PanturaPost dia bercerita, pada 2007 atau setahun setelah menikah dikarunia anak, saat itu buah hatinya mengalami lumpuh dan tunagrahita. "Sempat dibawa ke dokter khusus anak di Slawi dan hasilnya hanya bisa menyembuhkan kelumpuhanya saja. Kemudian saat sudah besar sekarang tidak bisa bicara. Jadi anak saya usia 10 tahun tetapi (kelakuannya) seperti 8 bulan," ucap Meiwan sambil tertunduk sedih.
Ananda Nurchaliza.
Sementara itu, benjolan besar di kepala istrinya muncul dua tahun belakangan ini. Benjolan itu keras, setiap waktu benjolan itu semakin membesar. Meiwan sempat memeriksakannya ke Puskesmas. Tapi karena keterbatasan alat, pihak puskesmas tidak bisa mendiagnosanya.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, dia tak lagi membawa istrinya ke dokter. Dia khawatir akan mengeluarkan biaya yang besar. Di sisi lain dia juga enggan memanfaatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dia punya.
"Saya ragu mau pakai KIS, khawatir tidak dilayani dengan baik. Soalnya yang sudah-sudah gitu sih. Lagian istri saya juga ga merasakan pusing atau sakit di kepala, jadi saya pikir istriku masih baik-baik saja," ujarnya.
Susilowati.
Dia juga khawatir jika anak dan istrinya dirawat di rumah sakit besar, akan meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang bersih-bersih. Karena jika pekerjaan ditinggal dia tak dapat uang untuk makan.
"Terus kalau pekerjaan ditinggal otomatis kerjaan saya ada yang mengganti. Cari kerja dengan kondisi saya seperti ini susah. Ini juga kerjaan karena ada yang kasih," katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk saat ini, keinginannya hanya satu. Yaitu memeriksakan istrinya agar bisa diketahui penyakitnya. Kemudian dia juga sangat berharap anaknya bisa sembuh agar bisa sekolah seperti anak-anak yang lain.
"Kalau ada bantuan saya hanya ingin istri dan anak saya sehat dan anak saya bisa sekolah, agar mempunyai masa depan. Melihat dua orang itu sehat, saya sudah bahagia banget," pungkasnya. (*)