Pabrik Beton di Tegal Tutup, Karyawan Tuntut Pesangon

Konten Media Partner
23 Desember 2020 22:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perwakilan karyawan pabrik beton mengadu ke Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Tegal, Rabu (23/12/2020)
zoom-in-whitePerbesar
Perwakilan karyawan pabrik beton mengadu ke Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Tegal, Rabu (23/12/2020)
ADVERTISEMENT
TEGAL – Sejumlah karyawan pabrik beton dan bahan pengaspalan jalan yang berlokasi di Desa Padaharja, Kecamatan Kramat menuntut pesangon karena sudah tidak bekerja akibat pabrik sudah tutup sejak adanya pandemi COVID-19. Perwakilan mereka pun mengadu ke Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Tegal, Rabu (23/12)..
ADVERTISEMENT
Salah seorang karyawan PT Jadi Kuat Bersama (JKB), Bambang Irawan (47), mengatakan bahwa pihak perusahaan akan memberikan pesangon. Ia dijanjikan akan diberikan pesangon sebesar Rp 2,5 juta, namun sampai sekarang tidak diberikan.
"Saya minta pesangon segera diberikan. Apalagi saya sudah bekerja sekitar 7 tahun," katanya.
Untuk karyawan lain, lanjut Bambang, yang sama kerjanya di bawah 7 tahun akan diberikan nominal yang ia terima. Namun, sejumlah karyawan tidak setuju dengan kebijakan yang diterapkan perusahaan. Sebab, jumlah nominal pesangon tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Pihak perusahaan memberikan pilihan, mau mendapat pesangon atau dimutasi ke kantor cabang yang berada di Banyumas. Kami sepakat tidak mau, karena tunjangan yang kami peroleh tidak sesuai keinginan kami," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Senada dikatakan oleh karyawan lain, Harmazi (26). Ia mengaku juga akan diberikan pesangon Rp 2,5 juta dan ditawari mutasi di kantor cabang di Purwokerto. Ia pun menolak karena nilai tunjangan tidak sebanding dengan kebutuhan hidup. Ia minta, tunjangannya sebesar Rp 200 ribu perminggu untuk biaya transportasi. Selain itu, karyawan juga harus diberi mess atau tempat tinggal. Namun, perusahaan hanya bisa merealisasikan Rp 300 ribu per bulan.
"Jelas kami tidak mau karena biaya hidup di perantauan juga besar. Sementara gaji hanya Rp 1,8 juta. Kalau masih di Tegal, tidak masalah. Kami masih bisa makan di rumah. Tapi kalau merantau, kami harus mengeluarkan uang sendiri," ujarnya.
Mediator Hubungan Industrial Dinas Perinaker Kabupaten Tegal, Krisyanto mengatakan, pihaknya sudah menerima aduan dari pimpinan PT JKB bahwa perusahaan tersebut akan tutup. Ia pun sempat menyarankan agar perusahaan memberikan pesangon kepada karyawan sesuai UU. Meski begitu, antara pihak perusahaan dengan karyawan belum ada kesepakatan. Sehingga akan dimediasi lagi pada 29 Desember 2020. Mediasi hanya bisa dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan dengan durasi waktu selama 30 hari.
ADVERTISEMENT
"Jadi sampai tiga kali. Kalau tidak ada kesepakatan, akan kami serahkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Dan jika di PHI masih buntu, maka dilanjutkan ke Mahkamah Agung (MA)," terangnya.
Sementara itu, Kepala Plant PT JKB Cabang Tegal, Boni mengatakan, pihaknya membenarkan jika perusahaan telah tutup akibat dampak COVID-19. Selain itu, juga karena kontrak tanah kantor tersebut sudah habis.
Pihak perusahaan telah bertemu dengan seluruh karyawan yang berjumlah 43 orang. Perusahaan berkeinginan para karyawan setuju jika dimutasi ke kantor cabang di Purwokerto dan Banjarnegara. Namun, sebagian besar karyawan menolak dimutasi. Karena itu, pihak managemen menyarankan agar karyawan mengundurkan diri dengan suka rela.
Selain ada yang menolak, ada beberapa karyawan yang mengikuti saran dari managemen yakni mengundurkan diri secara suka rela. Mereka juga mendapatkan pesangon yang jumlahnya sesuai dengan kehendak perusahaan.
ADVERTISEMENT
"Yang menolak karena mereka mereka tidak sepakat dengan pesangon yang kami berikan. Padahal saat komunikasi di lingkungan internal, mereka sudah sepakat," jelasnya.
Menurutnya, jika karyawan tetap menolak dengan pesangon tersebut, terpaksa akan diselesaikan atau dimediasi di kantor Dinas Perinaker. Pihaknya juga sudah melakukan konsultasi di dinas tersebut. "Ya intinya dari pihak managemen menyarankan seperti itu. Diselesaikan di Dinas Perinaker," pungkasnya. (*)