Konten dari Pengguna

Kemiskinan, Stunting, dan Kerusakan Hutan Lampung

Dedi Idwin
Fungsional Perencana Ahli madya Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, peminatan pada bidang sosial ekonomi kehutanan dan lingkungan
14 Juni 2022 14:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dedi Idwin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap manusia tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupannya, begitu juga dengan sebuah negara. Tujuan negara Indonesia tercantum dalam alinea ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tujuan tersebut di antara adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
ADVERTISEMENT
Variabel yang dapat digunakan untuk melihat kesejahteraan masyarakat yaitu sandang, pangan dan papan. Jika ketiga unsur tersebut terpenuhi, masyarakat dapat dikatakan sejahtera.
Adapun tujuan pencerdasan kehidupan bangsa yaitu memastikan masyarakat Indonesia memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan yang layak dan berkualitas. Lalu, apakah tujuan mulia tersebut telah tercapai?
Masalah kemiskinan merupakan isu penting sejak dahulu sampai sekarang. Jumlah penduduk miskin tahun 2021 di Provinsi Lampung mencapai 1,08393 juta orang (12,62 persen). Dari jumlah tersebut 14,18 persen berada di desa (BPS, 2022).
Di Provinsi Lampung terdapat 2.435 desa. Dari jumlah tersebut 683 desa berada di sekitar dan dalam kawasan hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa 36,37 persen penduduk miskin berada di sekitar kawasan hutan. Dengan demikian diperkirakan sejumlah 55.901 orang miskin berada di sekitar kawasan hutan. Angka yang tidak dapat dikatakan sedikit.
ADVERTISEMENT
Pada umumnya, masyarakat sekitar dan atau di dalam kawasan hutan itu miskin dan berpendidkan rendah. Desakan ekonomi dan terbatasnya lahan garapan menyebabkan mereka melakukan pembukaan kawasan hutan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa luas lahan di muka bumi ini tetap. Di lain sisi pertumbuhan penduduk dan kebutuhan semakin meningkat. Hal inilah yang mendasari alih fungsi lahan hutan menjadi areal perkebunan. Alih fungsi lahan tersebut berdampak pada rusaknya hutan. Di Provinsi Lampung, 53,34% kawasan hutan mengalami kerusakan akibat alih fungsi lahan.
Selain dampak kerusakan hutan, kemiskinan masyarakat di sekitar dan dalam kawasan hutan berdampak pula pada kondisi kesehatan generasi yang akan datang. Entah ini suatu kebetulan ataukah memang berkaitan, faktanya angka stunting di desa sekitar kawasan hutan lebih tinggi dibanding desa yang jauh dari hutan.
ADVERTISEMENT
Data pada Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri menyebutkan setidaknya ada 52 kasus stunting di desa Kota Besi Kabupaten Lampung Barat, 108 di desa Sidoharjo Lampung Selatan, dan 50 kasus di desa Napal Kabupaten Tanggamus.
Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting merupakan salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya
Beberapa faktor yang menyebabkan stunting di antaranya kurangnya gizi dalam waktu lama, pola makan, tidak melakukan perawatan pasca melahirkan, gangguan mental dan hipertensi pada ibu, sakit infeksi yang berulang, dan faktor sanitasi.
Akar penyebab beberapa faktor yang disebutkan di atas kembali lagi adalah kemiskinan. Begitu dahsyatnya dampak yang ditimbulkan oleh kemiskinan ini. Tidaklah mengherankan jika agenda tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang disahkan pada tanggal 25 September 2015 di markas besar PBB menjadikan pengentasan segala bentuk kemiskinan di semua tempat menjadi agenda pertama yang harus diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pemanfaatan hutan maka lahirlah kegiatan perhutanan sosial. Perhutanan sosial merupakan program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi.
Perhutanan sosial adalah perwujudan nawacita: Ke-1, negara hadir melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara Indonesia. Ke-6, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Ke-7, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat. Program ini menjadikan masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama. Ada 5 bentuk perhutanan sosial yaitu: hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan rakyat, hutan adat dan kemitraan kehutanan.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks kebijakan, perhutanan sosial dipercaya akan mampu menjawab kebijakan pemerataan ekonomi melalui pemberian akses legal kelola kawasan hutan oleh masyarakat. Program perhutanan sosial digulirkan dalam rangka mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pengelolaan/ pemanfaatan kawasan hutan. Selain itu, program perhutanan sosial juga diharapkan mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya hutan.
Sampai saat ini terdapat 90.169 kepala keluarga yang telah mendapatkan izin kelola perhutanan sosial di Provinsi Lampung. Total luas areal izin perhutanan sosial sejumlah 199.232,45 ha dengan jumlah izin sebanyak 332 izin.
Antusiasme masyarakat mengikuti program perhutanan sosial ini harus diikuti kegiatan fasilitasi dan pemberdayaan. Hal ini agar pengelolaan hutan mengikuti kaidah good forest governance. Harapannya proses peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat akan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. Dengan demikian permasalah kemiskinan dan stunting masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan dapat berkurang.
pemukiman masyarakat di dalam kawasan hutan lindung register 39 kotaagung utara (sumber gambar: Dokumen Pribadi)