Konten dari Pengguna

Melawan Pernyataan Sesat Sekolah Adalah Scam

Waode Nurmuhaemin
Doktor Manajemen Pendidikan , Penulis Artikel dan Buku Pendidikan
7 April 2023 10:53 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Waode Nurmuhaemin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Shutterstcok Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Shutterstcok Foto
ADVERTISEMENT
Dalam buku “Matinya Kepakaran” karya Tim Nichols tahun 2019, penulis sudah menggambarkan dengan jelas bahwa abad 21 atau abad internet membuat semua orang merasa sebagai pakar.
ADVERTISEMENT
Bisa kita lihat dengan sangat jelas saat ini siapapun bisa menjadi pakar atau ahli ekonomi, ahli olah raga, ahli pendidikan bahkan ahli kesehatan. Semua orang merasa tiba-tiba saja menjadi pakar dalam segala bidang hanya dengan mendengar satu podcast, menonton satu vidio, dan mengikuti satu masalah lewat kanal-kanal berita maupun medsos.
Ibarat pertandingan bola ada seratus penonton, maka ada seratus pakar bola di lapangan itu. Saat ini, media sosial tengah diguncang satu opini yang dilemparkan dengan penuh keyakinan oleh salah seorang influencer yang saya juluki dengan influencer “how to” vidio-videonya berfokus kepada motivasi bagaimana menjadi kaya di usia muda dengan terjun di bisnis bitcoin salah satunya.
Dalam salah satu unggahannya sang influencer mengatakan bahwa sekolah adalah “scam” tentu saja kita semua paham bahwa scam adalah penipuan. Latar belakang si influencer adalah drop out dari Universitas Binus tahun 2018. Dia memiliki platform edukasi finansial untuk investor muda dengan nama Peternakan Uang Nusantara.
ADVERTISEMENT
Melontarkan pernyataan sesat kepada publik tentu saja memiliki konsekuensi yang tidak main-main. Terlebih jika pernyataannya ini kemudian dipercayai mentah-mentah oleh anak-anak berjiwa labil yang belum matang dan baru duduk di bangku SMA atau kuliah di semester awal tentu saja hal ini akan sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan Indonesia mengalami “lost generation”.
Sejak perkembangan pesat teknologi, konten kreator memang menemukan momentum sebagai pekerjaan yang bisa menjadikan seseorang menjadi “sultan” tanpa harus kerja keras. Terlebih, para konten kreator yang berhasil mengumpulkan pundi-pundi uang dengan mudah tersebut sering flexing di media sosial dan banyak dari mereka bahkan hanya tamat SMA.
Tidak ada yang salah dengan itu. Semua menjadi bertambah sensasional, manakala media-media juga tak putus-putusnya memberitakan bahwa perusahaan-perusahaan startup ternama di miliki oleh orang-orang drop out kuliah.
ADVERTISEMENT
Yang jadi ikon adalah Steve job, Bill Gates dan Marck Zukerberg, serta Ellon Musk. Tanpa mereka ketahui, orang-orang tersebut awalnya berkuliah di kampus-kampus ternama dan top dunia. Kemudian di kampus-kampus tersebutlah mereka menemukan ide-ide hebat untuk membangun perusahaan teknologi mereka.
Di perusahaan-perusahaan itu, yang direkrut adalah tamatan-tamatan terbaik dan jenius di angkatanya. Merekalah yang jadi inovator penyumbang ide temuan-temuan terbesar di perusahan-perusahaan teknologi mapan tersebut.
Sudah saatnya pakar pendidikan dadakan tersebut melihat lebih jauh fungsi sekolah dan tidak asal mengeluarkan pernyataan dangkal yang meresahkan. Fungsi sekolah adalah lembaga pendidikan yang memberikan bekal yang memadai kepada siswa dan mahasiswa baik secara mental, dan psikologi dengan mengisi IQ dan EQ mereka secara berkesinambungan di segala bidang ilmu.
ADVERTISEMENT
Dalam buku “Matinya Kepakaran” karya Tim Nichols tahun 2019, penulis sudah menggambarkan dengan jelas bahwa abad 21 atau abad internet membuat semua orang merasa sebagai pakar di dunia.
Di sekolah kita belajar mengenal dasar-dasar pengetahuan, baik itu ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, maupun ilmu-ilmu lain yang membuat kita bisa untuk kemudian merekonstruksi seluruh tatanan alam dan masyarakat.
Di sekolah diajarkan bagaimana menjadi orang yang berkarakter, tidak melakukan kejahatan, memiliki keterampilan dan menjadi orang yang cinta ilmu. Sekurang-kurangnya pada waktu menamatkan SMA kita sudah paham bagaimana kita memaknai hidup dengan semua ilmu pengetahuan dasar yang kita dapatkan.
Sumber :Shutterstock Foto
Di perguruan tinggi, barulah ilmu-ilmu yang kita dapat di SMA kita perdalam pada program studi pilihan kita. Kemudian setelah itu kalau mau mengkaji dan memahami lebih dalam kuliah sarjana kita—kita melanjutkan master—di sini kita akan mendapat hal-hal yang lebih mendalam lagi tentang ilmu yang kita pelajari di tingkat sarjana.
ADVERTISEMENT
Kita akan menguji teori-teori yang kita dapat di jenjang itu. Barulah di tingkat doktor kita sudah bisa dikatakan ahli di bidang kita dengan menemukan teori di bidang tersebut. Itu langkah-langkah yang harus kita lalui ketika kita mau menjadi pakar dalam salah satu bidang. Kita sudah khatam baik teori maupun praktik, bukan asal nyomot sana-sini dengan contoh-contoh yang kemudian dilakukan”cocoklogi”.
Legitimasi lembaga formal masih sangat penting. Contoh kecil saja, jika ada yang membangun jembatan, kemudian jembatannya roboh akan ditelusuri siapa tenaga ahlinya dari kampus mana dia belajar dan sebagainya.
Berdirinya jembatan-jembatan megah di Indonesia, di balik kokoh dan megahnya jembatan-jembatan tersebut ada ribuan ahli konstruksi di sana, ada ratusan arsitek, ahli teknik sipil, teknik rekayasa dan masih banyak lagi ahli-ahli lain berkolaborasi memadukan ilmu yang mereka miliki.
ADVERTISEMENT
Salah satu jembatan megah yang berdiri di Indonesia adalah jembatan teluk Kendari. Jembatan yang membelah teluk Kendari itu, diresmikan Presiden Jokowi tahun 2021 lalu itu adalah hasil kerja tamatan-tamatan Universitas top dalam negeri. Sehingga sangat naif kalau dikatakan bahwa sekolah adalah scam atau penipuan.
Kalau dikatakan bahwa sistem pendidikan harus mengikuti perkembangan zaman bisa diterima. Tapi mengatakan sekolah sebagai penipuan, siapa yang pernah tertipu dengan sekolah?
Tanpa sekolah-sekolah impres yang digagas di zaman Pak Harto, negara ini tidak akan cepat bertransformasi menjadi negara yang cepat menghilangkan angka buta aksara. Mayoritas orang Indonesia belajar membaca dan menulis di sekolah sebagai jembatan mengenal ilmu-ilmu.
Ada salah satu contoh yang parah, bagaimana pernyataan sesat yang dikeluarkan pakar dadakan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa adalah apa yang terjadi di Afrika Selatan tahun 1990-an.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu, ada sekelompok orang di sana yang menentang bahwa virus HIV bukanlah penyebab AIDS, dan parahnya, pernyataan sesat itu dipercayai presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki. Ia tidak mau menerima bantuan obat-obatan dan berbagai bentuk bantuan lain untuk memberantas penyebaran virus HIV di negerinya jelas saja hal ini sangat fatal.
Sekitar 300 ribu orang meninggal dan sekitar 35 ribu lebih anak lahir dengan HIV positif yang infeksinya semestinya sangat bisa di-counter kalau saja sang presiden tidak mempercayai peryataan sesat tersebut.
Tentu saja saat ini, kita tidak perlu menjadi pakar instan untuk semua masalah. Biarkan ahlinya yang berbicara dan menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Jangan sampai, pernyataan-pernyataan sesat pakar-pakar instan tersebut bisa saja membuat anak-anak muda usia sekolah dan kuliah secara membabi buta memutuskan tidak lagi mau sekolah dan drop out dari kuliah.
ADVERTISEMENT
Jangan mencontoh sang influencer, yang membuat dia bisa berhasil adalah modal yang dimilikinya sebagai anak orang kaya juga tidak main-main. Lihatlah saat ini, perusahaan-perusahan startup gulung tikar dan berlomba-lomba melakukan PHK massal.
Pekerjaan incaran milenial ini, memasuki masa suram. Sehingga sekolah dan kuliah sangat penting untuk memberikan mereka bekal menghadapi dunia kerja yang tidak pasti.
Konten-konten mendidik perlu disebarluaskan untuk melawan konten-konten yang hanya membuat opini-opini liar dan menyesatkan. Seperti salah satu sabda Rasulullah yang menyebut, jika pekerjaan tidak diserahkan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.