Perdamaian di Afganistan Sekadar Utopia

Preview Bola Eropa
Preview Bola Eropa menghadirkan prediksi pertandingan dari liga-liga top Eropa.
Konten dari Pengguna
10 November 2020 19:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Preview Bola Eropa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika Afganistan mulai memasuki musim gugur, tidak hanya daun yang jatuh dari pohonnya, tetapi gedung-gedung di Kota Kabul juga ikut runtuh. Tiga orang bersenjata yang diklaim sebagai anggota Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) menyerang Universitas Kabul, pada Senin (1/11/2020).
ADVERTISEMENT
Sedikitnya 22 orang tewas dalam serangan tersebut dan puluhan lainnya luka-luka. Kebanyakan korban merupakan mahasiswa dan civitas akademik Universitas Kabul. Selain itu, 3 orang pelaku juga tewas setelah terjadi baku tembak dengan pasukan pemerintah.
Pagi hari sebelum serangan tersebut, Profesor Sayed Rateb Mozzafari, masih melakukan aktivitas sebagai biasanya di Universitas Kabul. Dia datang ke kampus dan mengajar mahasiswa smester 5 di kelas dalam situasi pandemi COVID-19 yang melanda dunia.
Di akhir perkuliahan Zayed, berpesan supaya mahasiswanya rajin belajar supaya mendapat hasil yang bagus. Tapi, yang paling penting dia berpesan kepada mahasiswanya untuk tetap hidup.
“[Profesor Zayed berpesan] Anda sudah berada di smester lima dalam gelar sarjana Anda. Jadi, berperilakulah seperti mahasiswa di fase ini,” tutur Freshta Hashimi, salah satu korban selamat dalam insiden tersebut kepada BBC.
ADVERTISEMENT
“Tapi, yang paling penting usahakan tetap selamat. Jangan sampai tertabrak mobil dan mati,” tambah Sayed Rateb Mozzafari, sembari tersenyum kepada mahasiswanya.
Namun, nasihat Zayed untuk tetap hidup rupanya tidak dapat diamalkan oleh semua mahasiswanya. Bahkan, dia sendiri tidak dapat menunaikan ucapannya tersebut. Profesor Zayed Rateb Mozzafari, jadi salah satu korban tewas dalam insiden penembakan di Universitas Kabul.
Masih dari penuturan Freshta Hashimi, kepada BBC penyerangan tersebut terjadi kurang lebih 6 jam. Dimulai dari sebuah bom bunuh diri di gerbang kampus, dan berlanjut dengam ledakan granat serta bunyi tembakan, yang membuat suasana di Universitas Kabul mencekam.
Pelaku penyerangan masuk ke dalam salah satu gedung universitas dan memberondong tembakan dengan membabi buta. Seluruh mahasiswa panik, tetapi terjebak di lantai atas sementara pelaku memblokade tangga menuju lantai bawah.
ADVERTISEMENT
Freshta Hashimi, berhasil selamat setelah nekat melompat dari jendela lantai 2. Tapi, dia kehilangan sahabatnya Ziba Ashgari dan Haseena Hamdad, yang terlambat melompati jendela. Ziba meninggal karena ledakan granat, sementara Haseena karena serangan jantung.

Serangan Bom di Universitas Kabul Menghancurkan Masa Depan Afganistan

Insiden tersebut langsung menuai kecaman dari banyak pihak. Pasalnya, serangan tersebut ditujukan pada perguruan tinggi yang merupakan simbol dari masa depan peradaban umat manusia.
Shaharzad Akbar, kepala Hak Asasi Manusia Independen Afganistan menyebut serangan tersebut sebagai tindakan tidak bermoral. Lebih lanjut tindakan itu tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Pasalnya, para mahasiswa yang mewakiliki generasi muda Afganistan adalah harapan terciptanya Afganistan yang lebih baik di masa depan. Generasi muda itu, merupakan harapan dari Afganistan yang damai dan tanpa peperangan di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
“Mereka [mahasiswa yang tewas] adalah bagian dari generasi yang dapat membangun Afganistan, yang dapat melakukan perubahan dan menyembuhkan trauma masyarakat [dari konflik bersenjata],” kata Shaharzad Akbar.
“Generasi muda Afganistan, dapat memerbaiki wacana kita [politik Afganistan] yang sensitif. Mereka dapat berdiskusi bagaimana Afganistan di masa depan dapat menjadi bagian masyarakat dunia [tanpa ada kekhawatiran],” tambahnya.
Pendapat Shaharzad Akbar, sangat beralasan. Di negara yang memiliki populasi 31,17 juta jiwa (berdasar sensus 2018) 70% penduduknya berusia di bawah 25 tahun. Besarnya populasi angkatan muda ini tidak terlepas dari banyaknya kematian yang diakibatkan oleh konflik bersenjata sejak awal 2000an.

Harapan Perdamaian yang Pupus

Namun, ancaman kelompok bersenjata yang mulai mengincar pusat pendidikan jadi tanda tanya besar, apakah generasi muda Afganistan saat ini akan punya kesempatan untuk melakukan perubahan bagi negaranya. Sebagian orang mulai meragukan itu.
ADVERTISEMENT
Sayed Haseebullah, salah satu kerabat korban serangan Universitas Kabul menyebut tidak ada lagi harapan untuk perdamaian di Afganistan. Pasalnya, sepupunya Marziah, yang memiliki semangat besar untuk menciptakan perdamain Afganistan di masa depan meninggal dalam serangan di Universitas Kabul.
“Ini [serangan di Universitas Kabul] merupakan kerugian besar bagi generasi kita. Tidak ada lagi yang dapat saya katakan, tanah ini tidak menghargai kehidupan manusia,” kata Sayed Haseebullah, dikutip The Guardian.
Bukan hanya Sayed, yang merasakan perdamain di negerinya sebagai utopia. Tapi, angkatan intelektual muda di Afganistan juga mulai merasa putus asa. Salah satunya Mushtaba Ashgari (27 tahun), kakak dari Ziba Ashgari, salah satu korban serangan Universitas Kabul.
Mengikuti jejak Mushtaba, yang seorang Sarjana Hukum, Ziba Ashgari, mengambil jurusan Hukum di Universitas Kabul. Ziba memiliki tekad besar untuk bisa memerbaiki konflik di negaranya yang kian rumit.
ADVERTISEMENT
Namun, tekad Ziba Ashgari, harus berhenti pada Senin (1/11/2020), di tempat yang dia yakini dapat belajar menciptakan perdamain Afganistan. Tubuhnya berlumuran darah dan tekadnya tidak lagi terlihat saat dijemput keluarganya.
“Kami [generasi muda] berjuang keras untuk melakukan perubahan mencapsi Afganistan yang damai, tetapi kami hidup dalam ketakutan yang terus menerus,” kata Mushtaba Ashgari, dikutip The Guardian.
Sementara itu, dari laporan Aljazeera pada Senin (9/11/2020), kembali terjadi serangan bom bunuh diri di pangkalan polisi Provinsi Kandahar. Sedikitnya 4 orang tewas, dan puluhan lainnya luka-luka termasuk warga sipil.
Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab, tetapi pemerintah Afganistan meyakini serangan tersebut kembali dilakukan kelompok ISIS. Padalnya, di waktu yang sama pemerintah Afganistan sedang bernegosiasi damai dengan kelompok Taliban.
ADVERTISEMENT
Serangan tersebut semakin menegaskan keraguan banyak pihak bahwa perdamaian di bumi Afganistan akan sulit diwujudkan. Ia terus menjadi Utopia, bahkan setelah milisi Taliban mulai berdamai.