Cerita Maling yang Jadi Korban Pelaku Pesugihan

Konten dari Pengguna
26 Oktober 2020 7:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi maling (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi maling (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Malam itu kampung Cikadu benar-benar sepi. Hampir mayoritas penduduknya pulang kampung karena pandemi. Sementara, Hendardi sibuk menyiapkan perlengkapannya. Ia adalah pencuri berpengalaman. Hendardi spesialis pencurian barang antik hingga perhiasan.
ADVERTISEMENT
Sudah satu rumah ia targetkan. Rumah itu tak begitu besar. Bahkan, tampak biasa saja. Namun penghuninya, Mas Bakar, dikenal paling kaya sekampung itu. Ia adalah juragan ternak lele yang tanahnya ada di mana-mana.
Kalau istri Mas Bakar lari pagi, orang-orang kampung akan membicarakan deretan emas yang bergelantungan di kedua lengannya. Kalau ada acara kampung, sumbangan dari Mas Bakar selalu besar.
Karena itu lah, Hendardi menargetkan rumahnya untuk dicuri. Selain kaya raya, kabarnya Mas Bakar juga sedang pulang kampung ke Jawa Tengah. Jadi, ini waktu yang cocok untuk mencuri.
Hendardi bukan orang situ sebenarnya. Ia sengaja menyewa kontrakan di Cikadu hanya untuk mencuri. Biasanya, kalau sudah berhasil "berburu", Hendardi akan menghilang begitu saja dari kampung yang sudah ia incar.
ADVERTISEMENT
***
"Maafkan aku, Kanjeng Ratu. Aku tak tahu kalau perempuan itu sudah tidak perawan. Maafkan aku. Ampuni aku."
Subakar Ahmadi, atau orang-orang kampung biasa memanggilnya Mas Bakar, menangis tersedu-sedu. Ia duduk bersimpuh di depan sesajian dan bebakaran kemenyan yang sudah ia siapkan.
"Aku selalu setia memberimu tumbal. Mohon ampuni aku, Kanjeng Ratu. Kali ini aku yang tidak tahu. Sungguh, itu jauh di luar kesengajaanku."
Bakar gagal memberi tumbal yang sesuai dengan keinginan dedemitnya. Karena itu, ia terancam terkena petaka karena kesalahan tersebut. Pesugihan tentu lahir dari hasil perjanjian antara seseorang dengan lelembutnya. Sekali melanggar, maka si pelaku pesugihan akan mengalami hal buruk. Bahkan, bisa sampai nyawa menghilang.
Mas Bakar mengalami itu. Perjanjian pesugihannya adalah untuk secara rutin memberikan tumbal perempuan perawan kepada lelembut yang ia panggil "Kanjeng Ratu". Namun, entah karena kesialan apa, Bakar justru memberikan seorang yang katanya tidak lagi perawan.
ADVERTISEMENT
"Kalau kau melanggar perjanjian itu, Kanjeng Ratu akan mengambil jiwamu. Orang-orang akan mengira kau telah mati. Maka, berhati-hatilah."
Kalimat yang dilontarkan Eyang Husni, dukun sewaan Bakar, itu selalu terngiang di dalam pikiran Bakar. Ia sangat takut kalau-kalau jiwanya diambil. Malam itu, Bakar sengaja pergi dari kampung halamannya di Jawa Tengah hanya demi melakukan ritual pengampunan.
Ia memanfaatkan situasi rumah yang sedang sepi dan kampungnya juga sedang sepi. Masalahnya, kalau sampai istrinya tahu bahwa selama ini pesugihan yang diamalkan Bakar menuntut tumbal, maka Bakar tak cuma kehilangan jiwa, tetapi juga kehilangan sang istri dan tentu keluarganya akan hancur.
Kalaupun Bakar diampuni, artinya tak mati karena melanggar perjanjian, ia juga akan kehilangan arus rezekinya yang selama ini berasal dari pesugihan. Bisa-bisa ia dan keluarganya jatuh miskin karena terlilit utang.
ADVERTISEMENT
Meskipun telah kaya raya dari hasil pesugihan, utang Bakar sangat banyak. Barangkali, karena keuangan yang dijamin tak habis-habis, Bakar berani mengutang ke bank atau ke rentenir dalam jumlah yang besar.
Namun, kini hidupnya sedang diambang kehancuran. Bakar tinggal memilih, apakah ia mampus direnggut siluman, atau ia harus bangkrut dan mampus juga karena dilahap stress dan tekanan utang.
"Kanjeng Ratu, jika kau tak mengampuniku, lebih baik aku mati saja."
***
Hendardi berhasil mencongkel jendela rumah bertembok putih itu. Mudah saja rasanya, karena Hendardi sudah terbiasa. Ia lalu masuk melompat ke dalam ruangan yang ia congkel.
Senyumnya menyeringai dalam kegelapan. Hendardi senang karena tak satupun warga yang melihatnya. Ia kemudian meraba-raba dinding kamar untuk mencari saklar lampu. Ditemukannya saklar itu di samping pintu keluar kamar.
ADVERTISEMENT
Saat lampu sudah menyala, Hendardi sebentar mengernyitkan dahinya karena silau. Saat pandangannya sudah mulai jelas, betapa kagetnya ia melihat sesosok mayat bergelantung di atap kamar. Ia ingin berteriak, tetapi ia menahannya.
"Sialan. Kenapa dia malah bunuh diri di sekarang?"
Di bawah mayat itu, berceceran sesajian yang tampak acak-acakan. Melihat sesajian tersebut, bulu kuduk Hendardi seketika berdiri. Ia gemetar sekaligus bertanya-tanya, gerangan apa yang terjadi dengan si tuan rumah yang gantung diri itu?
"Masa bodoh! Ku lanjutkan saja pencurian ku. Biarkan mayat si Bakar itu bergelantung di sana. Aku tak ada hubungannya."
Hendardi memilih untuk tidak peduli dengan mayat si tuan rumah. Ia memilih untuk melanjutkan misi pencuriannya malam itu. Namun, saat ia berbalik badan, betapa kagetnya Hendardi kala melihat sesosok perempuan berbadan tinggi berkaki ekor ular yang berdiri tepat di hadapannya.
ADVERTISEMENT
"Ikutlah denganku."
Seketika Hendardi ambruk dan tak sadarkan diri.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.