Cerita Pesugihan: Kisah Tragis Matinya Sang Lintah Darat

Konten dari Pengguna
21 April 2020 20:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi dukun. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dukun. (Foto: kumparan)
ADVERTISEMENT
Hari ini aku membawa seluruh keluarga dari kampung ke kota untuk tinggal bersama, bukan tanpa alasan aku melakukan ini, pasalnya tanah ibu dan bapak harus di gusur oleh pemerintah desa karena tidak memiliki surat izin. Walaupun aku masih tinggal di sebuah rumah petak, namun dosa sekali rasanya jika melantarkan orang tua beserta adikku yang masih kecil.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya aku baru saja pindah merantau dan dapat pekerjaan di sini, jadi belum tahu apakah uang yang tersisa bisa untuk menghidupi seluruh anggota keluarga. Malam itu setelah membereskan rumah dan meletakkan semua barang. Aku memutuskan untuk keluar sebentar mencari angin karena terlalu penat dan beragam pikiran yang belum tentu akan terjadi selalu terngiang di kepala.
Sedang asyiknya menyesap sebatang rokok, tiba-tiba Izul tetangga samping kontrakanku menyapa.
“Abdul sendirian aja lu”
“Eh iya nih Zul, suntuk”
“Zul sebenarnya dari tadi gue cariin lu untuk minta tolong, jaga bengkel milik saudara gue. Kan lu sudah terbiasa sama bongkar pasang tuh,”
“Kenapa engga kamu aja Zul?”
“Gabisa, gue sering shift malam di kantor. Kalau lu mau nanti gue kenalin sama orangnya, lumayan sehari dapat Rp 150.000”
ADVERTISEMENT
Tanpa pikir panjang kali itu aku langsung menyetujui permintaan Izul, tawaran tersebut seperti rezeki mendadak yang tidak boleh untuk ditolak, ditambah lagi kegiatan sampingan tersebut tidak akan menggangu pekerjaan aku di pabrik.
Karena harus bekerja sampai malam, kadang aku jarang sekali untuk mengobrol dengan bapak dan ibu. Hingga suatu hari adikku yang masih duduk di bangku SMP meminta untuk dibelikan laptop untuk keperluaan sekolah. Namun, aku belum bisa menyanggupi karena gaji yang pas-pasan. Mungkin laptop bisa dibeli dengan memakai uang gajian selama 5 bulan, tetapi itu sungguh mustahil karena aku harus menanggung biaya rumah beserta listrik serta uang makan untuk kedua orang tua dan adikku.
“Sabar ya dek, nanti mas belikan kalau sudah ada uangnya,”
ADVERTISEMENT
Tampak raut wajah adikku berubah seketika, ia langsung pergi ke kamarnya. Aku tahu jika ia sangat sedih karena tidak bisa seperti teman lainnya di sekolah. Namun, tak ada yang bisa kuperbuat dengan uang sebanyak itu.
Tuk..tuk..tuk..
“Ini ibu mas”
Langsung saja kubukaan pintu, sebenarnya aku tahu apa yang akan ibu ingin katakan malam ini.
“Maaf ya mas, ibu bapak pindah ke sini hanya buat susah kamu”
“Bu enggak usah ngomong seperti itu, ini sudah kewajiban Abdul”
“Adik kamu jangan terlalu dipikirkan, biar ibu sama bapak yang urus”
***
Keesokkan hari setelah pulang dari bengkel saat ingin menuju kamar mandi, aku melihat adik sudah asyik dengan laptop barunya.
“Wih, dapat uang dari mana beli laptop?”
ADVERTISEMENT
“Ibu mas”
Dalam hati bertanya, ibu bisa dapat uang sebanyak itu dari mana, apalagi bapak belum mendapat pekerjaan di Jakarta.
Hingga menjelang pagi di tempat tidur aku selalu memikirkan dari mana uang yang didapat ibu, aku hanya takut nanti kedepannya terjadi hal yang tidak diinginkan.
Benar saja setelah kejadian tersebut ibu selalu terlihat murung, wajah yang biasanya ceria tidak terpancar lagi melainkan hanya raut kegelisahan dan ketakutan. Sering kali aku berkata sebenarnya kenapa, tetapi ibu tak pernah mau menjawab. Hari demi hari aku masih bingung akan sikap ibu hingga akhirnya Izul temanku berkata ia pernah lihat ibu keluar dari rumah Pak Dirman, parahnya Izul menceritakan jika Pak Dirman dikenal sebagai lintah darat yang bengis di kampung. Jadi banyak yang tidak berani untuk meminjam uang ke sana.
ADVERTISEMENT
Percakapan dengan Izul sedikit membuka rasa penasaran ku mengapa akhir-akhir ini ibu bersikap seperti itu. Tak lama aku langsung mencerca pertanyaan ke ibu berapa utang yang sudah dipinjam, aku berani untuk membantu. Ibu pun bilang bunganya sudah 2 kali lipat dari uang yang pertama dipinjam. Ia berulang kali meminta maaf karena selalu saja merepotkan.
Besoknya aku langsung mengunjungi rumah Pak Dirman untuk meminta keringanan cicilan. Namun, yang aku dapatkan sungguh di luar ekspektasi. Benar apa yang dikata Izul dia sangat bengis hingga aku diusir dari rumah mewahnya dan ibu disuruh membayar secepat mungkin.
Berjalannya waktu, kini ibu sering sakit-sakitan, badannya terlihat kurus seperti hanya kulit yang menyelimuti tulangnya. Kami tak pernah tahu apa penyakit yang diderita ibu. Badannya tak bisa digerakkan hingga untuk makan saja harus dengan bantuan bapak. Hari berganti keadaan ibu tidak semakin membaik hingga kami harus rela untuk kehilangan sosok ibu di rumah. Ya, ibu dinyatakan meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa hari aku sangat sedih karena kepergian ibu, namun ada satu hal yang masih mengganjal di hati, selama ini kami tidak pernah tahu apa penyakit yang diderita ibu. Hingga aku mulai berpikir apa ini ada hubungannya dengan uang pinjaman ke lintah darat itu.
Seminggu setelah kematian ibu, aku langsung mencari tahu bagaimana sosok Pak Dirman di kampung, kebanyakan warga tidak ada yang mau menjawab pertanyaanku hingga seorang kakek menghampiri dan memberikan pencerahan.
“Pak Dirman ini lintah darat yang sudah melakukan perjanjian dengan setan, setiap orang yang meminjam uang dengannya jika tidak bisa membayar akan dijadikan tumbal. Kalau kamu bisa lihat di depan rumahnya ada makhluk gaib berwujud genderuwo yang selalu menjaga. Itu akibatnya ibu kamu mati mendadak”
ADVERTISEMENT
Sontak mendengar hal itu aku marah sejadi-jadinya, hingga berkata kepada kakek itu apa yang bisa kuperbuat sekarang. Ia pun menyarankan untuk menengok bantal yang digunakan ibuku, apakah di sana terdapat bulu-bulu atau tidak. Jika iya langsung saja dibakar hingga tak tersisa.
Benar apa yang dikatakan si kakek, selepas pulang saat ingin mengecek kamar ibu di bawahnya terlihat bulu-bulu berwarna hitam dan teksturnya sangat kasar seperti sapu ijuk. Dari sana aku langsung membakar dan membaca doa yang telah diberikan si kakek.
Keesokkan hari, warga dibuat geger karena kematian Pak Dirman yang mendadak. Lebih parahnya, ia meninggal dengan sekujur tubuh yang dipenuhi luka bakar.
Tulisan ini merupakan rekayasa dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.
ADVERTISEMENT