Cerita Pesugihan Sate Gagak: Kekayaan yang Harus Dibayar dengan Nyawa

Konten dari Pengguna
31 Maret 2020 20:52 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi praktik perdukunan. Foto: Aditia Noviansyah/ kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi praktik perdukunan. Foto: Aditia Noviansyah/ kumparan.
ADVERTISEMENT
Wawan sesekali menendang kaleng kosong di depannya. Wajahnya lesu, tatapan mata kosong hingga berjalan seperti mengikuti datangnya arah angin. Hari itu merupakan kejadian tersial dalam hidup Wawan, bagaimana tidak motor yang sehari-hari dipakai untuk mengojek diambil oleh pihak leasing karena tidak bisa membayar, kemudian rumah kontrakan sepetak di belakang pabrik sudah diancam harus dibayar dalam waktu dekat , kalau tidak ia harus keluar dari rumah itu.
ADVERTISEMENT
Ia mendongak ke atas mempertanyakan nasibnya, apakah bisa bertahan di saat seperti ini. Wawan pun menyadari betapa menyesalnya dia meninggalkan keluarga di kampung untuk merantau ke kota, tetapi malah menjadi sengsara.
Siang itu sebelum pulang ke rumah ia mampir ke warung kopi langganan milik Mas Darto.
“Mas 1 kopinya kaya biasa,” ujar Wawan.
“Siaaap”
Melihat raut muka yang lesu dari Wawan, lantas mas Darto mempertanyakan dan duduk di meja kayu samping Wawan.
“Kenapa lagi lu Wan, jangan ditekuk gitu muka,”
“Eh bukan apa-apa, cuma lagi mikirin aja gimana cara dapetin uang buat bayar kontrakan,” ucapnya.
Dengan berbisik-bisik Darto menyarankan untuk melakukan pesugihan sate gagak, karena baru-baru ini tetangganya melakukan hal klenik itu dan ternyata ampuh. Mendengar saran dari Mas Darto, sontak saja Wawan kaget bukan main, ia berpikir masih ada kah orang yang percaya hal mistis seperti itu.
ADVERTISEMENT
“Kalau mau besok lu gue kenalin sama orang saktinya,” ucapnya
“ Okedeh mas besok kalau jadi gue samper ke sini,”ujarnya.
Selama perjalanan pulang Wawan dibuat bingung, di dalam hatinya yang terdalam tidak meyakini apa hal seperti itu masih ada, tetapi di sisi lain ia juga berpikir, jika ia bisa mendapatkan uang secara cepat untuk membayar kontrakan agaknya itu bisa jadi pilihan yang pas.
Keesokan hari Wawan menyambangi rumah Darto, pertanda jika ia menyetujui untuk melakukan pesugihan. Mereka berdua lantas ke rumah orang yang dikenal sakti itu.
Di sana Wawan bertanya kepada orang yang dipanggil mbah itu, jika pesugihannya menumbalkan nyawa ia tidak mau, karena buat apa punya uang tetapi ujung-ujungnya mati.
ADVERTISEMENT
Si mbah pun menjelaskan jika pesugihan sate gagak tidak termasuk pesugihan ilmu hitam, yang dibutuhkan hanya keberanian dan kekuatan mental dari si pelaku.
Nantinya Wawan harus menjalani sebuah ritual di sebuah pemakaman karena itu menjadi tempat berkumpulnya jin dari alam gaib, selain itu saat melakukan ritual Wawan tidak diperbolehkan untuk membaca doa-doa yang diajarkan agama, ia diharuskan untuk fokus ke tujuan mendapat kekayaan.
***
Setelah perjanjian dengan si mbah, sebelum malam datang. Wawan terlihat sibuk mempersiapkan segala ritualnya mulai dari burung gagak yang sudah ia tangkap beberapa waktu silam, bambu tipis penusuk sate, arang hingga tempat panggangan sate.
Pertama-tama Wawan bingung mengapa harus burung gagak yang dipakai dalam ritual ini, namun sekarang ia menyadari jika gagak dijadikan persembahan karena tubuhnya berwarna hitam layaknya ayam cemani yang identik dengan hal berbau mitos.
ADVERTISEMENT
Langkah pertama ia pisahkan antara daging gagak dengan darahnya di mangkok. Kemudia ia memotong daging gagak menjadi beberapa bagian, ia mengingat kata si mbah kalau bisa berbentuk potongan yang besar karena makhluk gaib suka dengan porsi yang besar.
Setelah tusukan sate tersebut lengkap, lantas Wawan mengeluarkan alat-alat pembakaran ke gerobak kecil yang sudah ia pinjam dari teman. Satu demi satu perlengkapan yang akan ia gunakan selesai, sekarang tinggal mental yang kuat yang harus Wawan miliki.
Malam tiba, tepatnya pukul 00.00 Wawan mulai menuju ke pemakanan sepi yang jauh dari rumah warga ataupun jalan raya. Di sana ia buru-buru melepaskan seluruh pakaiannya hingga tidak ada yang tertinggal sedikit pun.
ADVERTISEMENT
Saat ini dengan keadaan tanpa sehelai benang Wawan bersama gerobak kecilnya berjalan mengitari area pemakanan. Di sana terdengar jelas suara burung dan jangkrik yang saling bertautan. Ada perasaan takut di hati Wawan, tetapi ia ingat perkataan mbah bahwa ia harus melakukan sebagaimana tukang sate menjajakan dagangannya.
Tak lupa sebelum berteriak layaknya tukang sate, Wawan melumuri daging gagak dengan darah yang sudah ditampung di mangkuk sebelumnya.
“Sate gagak… sate gagak…. Ayo dibeli…. Dilihat dulu juga tidak apa-apa,” teriak Wawan di keheningan malam.
Ia harus terus menerus melakukan perkataan tersebut sampai makhluk penunggu makam menghampiri dan memakan dagangannya. Tak lupa di tangan kiri Wawan sudah diletakkan uang Rp 100 ribuan sebagai bentuk nantinya si makhluk gaib harus membayar dengan pecahan uang sebesar itu.
ADVERTISEMENT
Tanda-tanda kehadiran sosok dari dunia lain mulai dirasakan Wawan. Bau anyir mulai tercium hingga udara dingin tambah menusuk tubuh Wawan yang tidak dihalangi dengan sehelai benang. Ia mengingat kata-kata si mbah, jika tanda sudah muncul segera berkata berapa harga sate yang dijual, nantinya harga tersebut yang akan Wawan dapatkan dari ritual pesugihan sate gagak. Jangan lupa beri harga rasional layaknya berjualan dengan manusia.
“Satee gagak….. harganya Rp 100 juta… silakan di…beli….,” ucap Wawan dengan terbata-bata karena di ujung seberang tempat ia berdiri sudah ada makhluk berukuran 10 kali lebih besar dari tubuh Wawan dengan bulu lebat yang menutupi sekujur tubuhnya.
Kaki Wawan bergetar, tangannya mulai lemas saat mengipas sate yang dijual, keringat dingin turun dari atas kepala.
ADVERTISEMENT
Sosok tinggi besar itu menghampiri Wawan, hembusan napasnya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata karena lebih tercium seperti tumpukan bangkai di tempat sampah. Satu demi satu sate gagak buatan Wawan dimakan makhluk itu.
Setelah selesai, peristiwa yang tidak dibayangkan Wawan terjadi, karena di dalam gerobaknya sudah ada tumpukan uang ratusan ribu memenuhi bagian dalam, ia tidak menghitung berapa jumlahnya tapi yang pasti uang tersebut sudah lebih dari cukup untuk membayar kontrakan.
***
Setelah kejadian itu, hidup Wawan perlahan berubah, ia mulai membeli motor, terbebas dari biaya kontrakan selama 5 tahun hingga mempunyai toko sendiri di depan rumah. Hidupnya kini jauh lebih senang seperti tanpa beban.
Namun di saat ia merasa mempunyai kebebasan secara finansial, hal yang tak terduga terjadi. Pasalnya setiap hari ia selalu bermimpi didatangi oleh berbagai bentuk makhluk astral yang terlihat melotot ke arah dirinya. Wawan merasa hidupnya tidak tenang seperti hampir gila.
ADVERTISEMENT
Hingga hari ini tepatnya di pukul 00.00 ia terbangun karena bermimpi makhluk yang pernah ia temui di pemakaman. Makhluk itu terlihat berteriak dan menunjukan taring giginya ke arah Wawan.
Wawan membuka matanya, namun tak disangka tepat di depan kepala Wawan ada sosok yang kepalanya melebihi besar kasur Wawan berkata
“Mana sateku…”
Ternyata itu tumbal yang sesungguhnya dari pesugihan ini, ia harus merelakan jiwanya seumur hidup untuk melayani makhluk gaib hingga ia mati.
Tulisan ini merupakan reka ulang dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.