Cerita Pesugihan, Tukang Bakso yang Ludahi Mangkok Agar Dagangannya Laris

Konten dari Pengguna
26 Juni 2020 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bakso. Foto : Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Bakso. Foto : Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mampus, aku ketahuan meludah ke mangkok pembeliku. Sial sekali rasanya. Padahal baru saja ilmu ini aku praktekkan, eh sudah tertangkap saja – benak Wahyu seorang tukang bakso.
ADVERTISEMENT
**
Wahyu sudah jadi tukang bakso selama 8 tahun. Selama itu pula ia berdagang berkeliling menjajakan baksonya. Tiap pukul 6 pagi ia sudah keluar berkeliling komplek-komplek perumahan. Biasanya dagangannya baru habis saat jam 6 sore.
Hidup di Jakarta memanglah bukan hal yang mudah. Apalagi bila orang rantau seperti Wahyu yang tak memiliki keahlian khusus. Walhasil ia terpaksa kerja serabutan daripada luntang-lantung di bawah jembatan layang.
Sejak 2012 lalu, selepas SMA anak tertua dari 7 bersaudara itu sudah memiliki niat untuk merantau ke Jakarta. Terlebih mendengar kisah sukses tetangganya yang berhasil merenovasi rumah orangtuanya. Hidup di kampung memang serba salah. Orangtuanya ingin Wahyu menikah setelah tamat sekolah. Tapi Wahyu menolak, bukannya ia tak mau, tapi Wahyu merasa belum siap. Apalagi dirinya belum memiliki pekerjaan tetap. Bisa-bisa ia dan keluarga kecilnya nanti terjerat kemiskinan seperti ia dan orangtuanya.
ADVERTISEMENT
Hanya ada dua pilihan saat itu. Menikah atau merantau. Lastri, sang kekasih juga tak mempermasalahkan keputusannya. Lastri pun tak ingin masuk ke jurang kemiskinan. Perempuan desa itu bahkan meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Dia akan menunggu Wahyu sampai memiliki cukup uang untuk membangun keluarga. Wahyu senang, mereka memiliki visi yang sama. Tekadnya pun makin bulat meski bermodal nekat.
Contoh meme abang tukang bakso yang sering digunakan di media sosial. Foto: Istimewa
Jualan baksonya gampang-gampang susah. Kadang ia pulang dengan gerobak kosong kadang pula hanya laku semangkok. Meski begitu ia tak mengeluh. Ia sudah paham bahwa ini risikonya tak memiliki skill. Terlebih ia harus berebut pelanggan dengan abang-abang bakso lainnya.
Selama hidup di Jakarta, Wahyu sangat mengirit. Ia kost di sepetak ruangan kumuh yang murah. Minumnya hanya air putih tawar isi ulang dan ia hanya makan bakso yang tak laku. Ia tak suka membuang-buang makanan. Bila abang bakso lain yang tergabung dalam komunitas Maling (Mamang Bakso Keliling) suka nongkrong-nongkrong selepas kerja, Wahyu memilih untuk menyendiri. Bukannya ia tak ingin nongkrong. Tapi ia hanya tak ingin keluar duit.
ADVERTISEMENT
Dari hasil berhematnya, Wahyu dapat melamar sang pujaan hati. Orang menyebutnya sebagai tunangan. Lasti dilamarnya setelah tiga tahun ia merantau di Jakarta. Dibelikannya cincin perak sebagai bukti keseriusan hati. Lastri tak meminta banyak. Ia mengerti kekasihnya sedang berjuang mencari uang untuknya dan keluarga kecil mereka nanti.
Tetapi 5 tahun berlalu, Wahyu masih belum menampakkan tanda-tanda ingin menikahinya. Lastri jadi sedikit tak sabar. Ditambah kedua orang tua Lastri yang segera ingin menimang cucu dari anak semata wayangnya. Lastri meyakinkan ibu-bapaknya bahwa Wahyu sedang mencari modal kawin. Tapi tak didengarkan omongan anaknya itu, ibu-bapaknya lebih mendengarkan omongan tetangga yang bikin kuping mereka panas.
Sebenarnya uang tabungan Wahyu sudah cukup banyak untuknya menikah dan memberikan tempat tinggal yang sedikit layak. Tapi Wahyu tak mau, ia benar-benar ketakutan bila anaknya nanti tak bisa sekolah lantaran miskin. Ia ingin terbebas secara finansial terlebih dahulu sebelum meminang kekasihnya.
ADVERTISEMENT
Dengan tekad itu, ia makin giat bekerja. Kini ia tak hanya menjadi tukang bakso. Tetapi ia juga berjualan aksesoris jepit rambut tiap minggu pagi. Baru berjalan seminggu, jualannya harus tutup. Lantaran isu pandemi covid-19 sudah masuk ke Indonesia. Jakarta langsung ditutup. Praktis, ia tak berjualan bakso tak laku, apalagi aksesoris. Padahal Wahyu belum balik modal.
Tiga minggu ia habiskan di Jakarta dengan luntang-lantung. Jakarta di lockdown. Ia benar-benar tak ada penghasilan, begitu juga dengan anggota komunitas Maling yang memilih pulang kampung. Wahyu pun mengikuti jejak mereka. Ia pulang ke Garut.
**
Sesampainya di kampung, Wahyu langsung menemui kekasihnya. Tetapi ia malah disembur oleh ayah Lastri. Menuduhnya hanya mempermainkan anak semata wayangnya lantaran tak kunjung dikawini.
ADVERTISEMENT
Wahyu lesu seketika. Ia gundah tak tahu harus berbuat apa. Ia mencoba menenangkan pikirannya di pinggir kali Manuk.
“Eh Wahyu, sudah pulang dari Jakarta?” tanya kakek yang merupakan tetangganya.
“iya ini mbah, Jakarta di lockdown ada corona, saya gak bisa kerja. Ya pulang saja” tuturnya lesu.
“saya habis disemprot sama ayah Lastri, dikiranya saya gak serius. Padahal saya cinta setengah mati sama itu Lastri. Saya cuma gak mau dia hidup miskin gara-gara saya. Makanya saya ini lagi kerja keras cari uang, eh malah corona” sambungnya.
Lelaki paruh baya itu malah terkekeh. Seusai tertawa, kakek itu menyodorkannya minuman. Baunya menyengat, seperti rempah-rempah yang bercampur dengan dupa. Meski begitu, Wahyu menurut. Kakek itu dikenal dengan ilmu saktinya yang mandra guna. Usai meminum, Wahyu menyerengit. Rasanya pahit bukan main.
ADVERTISEMENT
“Apa itu mbah?” tanyanya polos.
“Itu yang akan membantumu. Kamu Cuma perlu meludahkan sedikit ke mangkok baksomu. Niscaya mereka akan membeli baksomu terus. Tapi ingat, kamu harus yakin” tutur kakek itu.
**
Sesampainya di Jakarta, Wahyu mencoba pesugihan yang diberi kakek itu. Ia tahu itu tindakan menyekutukan Tuhan, tetapi ia juga takut dengan calon mertuanya. Wahyu tak ada pilihan. Ia memutuskan mencoba ilmu yang baru didapatnya.
Perasaannya sudah tak enak dari pagi berangkat. Sebetulnya ia ragu-ragu, tapi apa mau dikata. Ia tak mungkin kehilangan Lastri hanya karena rasa takutnya. Lamunan Wahyu buyar ketika seroang pembeli menghentikan langkahnya.
Ibu itu ingin membeli dua mangkok bakso untuknya dan si anak.
“Sebentar ya pak, saya ambil uang dulu di dalam” tutur ibu itu sembari meninggalkannya sendiri.
ADVERTISEMENT
Wahyu tahu, itu kesempatannya beraksi. Dengan takut-takut ia melancarkan aksinya.
Bismillah tuturnya. Dilanjutkan dengan dirinya meludah sedikit di mangkok bakso.
Ibu itu kembali dengan uang dan menerima mangkok bakso yang ia berikan.
Untung saja ibu itu tidak sadar ucap Wahyu dalam hati.
Meski lega aksinya tak diketahui, tetapi Wahyu tetap gelisah. Dirinya lantas meninggalkan ibu itu cepat-cepat.
Sesampainya di kosan, Wahyu segera istirahat. Tidurnya diganggu orang-orang yang menggedor pintu kos. Ternyata sudah banyak polisi yang mengepungnya.
Pikirannya melayang.
Mampus, aku ketahuan meludah ke mangkok pembeliku. Sial sekali rasanya. Padahal baru saja ilmu ini aku praktekan, eh sudah tertangkap saja.
Tulisan ini merupakan rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.
ADVERTISEMENT