Cerita Seorang Anak Pembantu yang Berakhir Jadi Tumbal Pesugihan Majikannya

Konten dari Pengguna
24 Oktober 2020 18:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi uang (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Wati baru saja diterima kerja oleh sepasang suami istri yang kaya raya. Perusahaan yang mereka miliki menyebabkan kedua orang itu kelabakan mengurus rumah mewahnya. Alhasil, mereka terpaksa menyewa pembantu untuk sekaligus menjaga rumah.
ADVERTISEMENT
Saat ditanya Wati mengapa baru mencari pembantu saat diwawancara kerja, mereka menjawab sebenarnya sudah banyak pembantu yang bekerja di sana. Hanya saja, mereka sering bergonta-ganti.
“Kemarin ada yang baru bekerja 2 bulan lalu berhenti. Saya juga gak tau kenapa,” kata majikannya.
Aneh sekali, pikir Wati. Bekerja di rumah sebesar ini sudah pasti membuat Wati betah. Terlebih punya majikan baik seperti mereka berdua.
Ya, Wati benar-benar disambut dengan ramah meskipun hanya akan menjadi pembantu di rumah itu. Setelah kurang lebih satu bulan bekerja di sini, ia merasa semakin betah.
Memang banyak yang harus dia kerjakan. Tapi, kalau dia bisa menyelesaikannya dengan cepat, dia akan dapat “bonus”. Dan bonusnya adalah, dia bisa jadi ratu di rumah itu.
ADVERTISEMENT
Selain sibuk bekerja, majikannya itu juga suka pelesir. Hampir setiap tiga hari sekali, mereka menitipkan rumah itu kepada Wati.
Entah karena urusan pekerjaan ataupun untuk liburan keluar kota. Kesempatan itu tentu tidak disia-siakannya. Wati bisa berlagak jadi pemilik rumah saat mereka tak ada.
Dia mencoba baju istri majikannya, mencoba perhiasan, memakan makanan yang mereka makan, hingga meniduri tempat tidur beludru milik majikannya.
Tapi, yang dia herankan, kok bisa majikannya itu sangat percaya kepadanya meskipun ia baru saja bekerja.
“Dasar, orang kaya mah sibuk sama uangnya sendiri. Sampai-sampai gak sadar kalau orang macam saya itu gak polos-polos amat,” gumam Wati sambil tersenyum dalam hati.
Hingga suatu hari, Wati menemukan segepok uang di atas nakas tempat tidur milik majikan. Sontak, Wati yang sedang memakai perhiasan itu segera menaruhnya. Matanya berbinar tatkala memegang uang yang ternyata jumlahnya sangat besar itu.
ADVERTISEMENT
“Mungkin, mereka lupa menaruh ini di brangkas. Hmm, kalau aku ambil sedikit saja sepertinya nggak bakal ketahuan, hihihi,” gumam Wati.
Ia akhirnya berani mengambil sedikit dari uang itu dan memasukannya di kantong. “Lumayan lah buat belikan Aldo mainan baru,” gumamnya lagi.
Sepulang dari rumah itu, Wati membelikan mainan baru yang mahal harganya untuk Aldo, putra semata wayangnya. Betapa senangnya Aldo saat ibunya pulang membawa mobil keren yang sudah diinginkannya jauh-jauh hari.
“Terima kasih ibu,” kata Aldo.
“Sama-sama, Nak. Sudah sana main sama teman-temanmu,” jawab Wati.
Ia lalu menuju kamar tidurnya sendiri untuk tidur untuk beristirahat.
---
Wati sedang berdiri di tengah rumahnya. Aneh. Rumah itu terlihat berkabut dan lebih gelap. Bukannya tadi dia sudah menyalakan lampu ya? Wati juga tak mendengar suara Aldo yang suka ramai kalau sedang bermain.
ADVERTISEMENT
Ah, ya juga. Aldo tadi dia suruh bermain mobil-mobilan bersama temannya. Wati tiba-tiba merasa lapar. Ia lalu menuju dapur untuk memasak makan malam. Namun, saat hendak menanak nasi, Wati mendengar suara anak kecil yang berteriak dari arah depan rumahnya.
Ilustrasi kolor ijo (Foto: Pixabay)
Karena penasaran, ia lalu keluar rumah. “Aldoooo!!!” teriaknya. Suara teriakan itu ternyata milik Aldo. Ia diseret oleh sosok hijau besar seperti kolor ijo. Teriakan Aldo sangatlah menyayat kuping. Ia terlihat kesakitan sekali.
Wati berusaha mengejar anaknya itu. Tapi, dia seperti tak punya daya untuk berlari. Ia lalu hanya terduduk lemas di depan rumahnya sambil menangisi anaknya. “Aldo anakku, hiks hiks,” gumamnya.
Tiba-tiba, Wati terbangun. Ternyata semua itu hanyalah mimpi. Ia baru ingat sekarang kalau ia tadi tidur, bukan berniat untuk memasak nasi. Syukurlah, kata Wati.
ADVERTISEMENT
Namun, kelegaan itu ternyata hanya sementara. Sebangunnya Wati dari tidur, teman-teman Aldo berbondong-bondong mendatangi rumahnya. “Bude, Aldo Bude,” kata salah satu temannya.
“Aldo kenapa?” tanya Wati panik.
“Aldo kejang-kejang di lapangan Bude,” jawab mereka.
Wati lalu segera menuju lapangan untuk melihat kondisi anaknya. Di sana, sudah ada Ki Marjo yang sedang memeriksa Aldo.
“Maaf Bude, kami tadi panik lalu memanggil Ki Marjo ke sini,” terang salah satu teman Aldo.
“Ki, anak saya kenapa?” tanya Wati sesenggukan.
Aldo lalu dibawa ke pos kamling yang ada di dekat lapangan. Ki Marjo menenangkan Aldo terlebih dahulu. Tak lama kemudian, Aldo sudah tidak kejang-kejang lagi. Namun, ia masih tak sadarkan diri. Lalu, Ki Marjo mengajak Wati bicara berdua perihal apa yang terjadi dengan anaknya.
ADVERTISEMENT
“Sepertinya, jiwa Aldo dibawa oleh makhluk halus. Dia berteriak meronta ingin dilepaskan, karenanya dia kejang-kejang,” terang Ki Marjo.
“Kenapa bisa terjadi begini, Ki?” tanya Wati.
“Bu Wati sebaiknya segera berhenti bekerja di rumah itu karena ibu telah salah ambil uang. Mereka sengaja menjebak ibu agar mengambil uang pesugihan itu,” kata Ki Marjo.
Wati lemas mendengar itu. Ia tidak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya. Wati juga bersalah karena sudah bertindak tidak sopan kepada mereka. Andai saja ia lebih berhati-hati.
Tentu saja korbannya adalah Aldo karena uang itu ia belikan mainan untuknya. Wati sangat membenci dirinya sendiri. Karena dialah, anaknya menjadi seperti ini.
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan belaka.
ADVERTISEMENT