Kisah Pesugihan Gagal: Dihabisi Begal Sebelum Bertemu Genderuwo

Konten dari Pengguna
16 Oktober 2020 18:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi genderuwo (Foto: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi genderuwo (Foto: Kumparan)
ADVERTISEMENT
"Ini gelap sekali, Kang. Aku takut. Tak ada lampu jalan, bulan pun tak terlihat."
ADVERTISEMENT
"Tenang saja, Ning. Ada aku di sini. Kau mau kaya, tidak? Kalau mau, kau harus mau sabar."
Malam-malam, sekitar pukul 23.00 WIB, Ningsih dan Mulyana, sepasang suami istri beranak satu, menelusuri hamparan kebun tebu dengan sepeda motor. Mereka melewati jalanan tanah yang tak berlampu.
Mulyana nekat melakukan itu karena sehari sebelumnya, ia mendatangi seorang dukun untuk meminta amalan pesugihan. Membayar mahar sekitar Rp 2 juta, dukun tersebut memberikan berbagai macam pernak-pernik dan arahan.
"Bayarkan maharmu, lalu akan ku berikan jimat yang telah ku persiapkan. Aku juga akan memberikanmu kandangan untuk menyimpan bulu genderuwo. Bulu itu yang akan membawakanmu harta melimpah."
"Bulu genderuwo, Mbah? Apakah sudah ada di situ?"
"Tentu saja tidak. Kau harus mengambilnya sendiri dengan tanganmu. Aku sudah menghubungi jin peliharaanku untuk menangkap genderuwo buruanku. Jika sudah tertangkap, silakan kau ambil bulu bagian dahinya lalu masukkan bulu tersebut ke dalam kandangan ini."
ADVERTISEMENT
"Apa itu tidak apa-apa, Mbah?"
"Jangan takut. Jinku akan menjagamu. Besok malam, tepat jam 12 malam, datanglah ke kebun tebu di daerah Lembah Legok. Di sanalah jinku akan menangkap si genderuwo. Nanti akan ku tunjukan petanya."
Mulyana benar-benar sudah kehabisan akal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Atau, mungkin benar apa kata Ningsih. Mulyana melakukan itu bukan karena butuh uang, tetapi memang karena gengsi dan serakah.
"Kau kan seorang staf desa, Kang. Gajimu sudah cukup untuk menghidupiku dengan Putri. Apalagi yang kau cari, Kang? Pesugihan itu hanyalah bentuk dari keserakahanmu saja."
Sekali waktu Ningsih protes kepada suaminya karena masalah pesugihan itu. Namun, protesnya berhenti seketika oleh tamparan keras suaminya yang tepat mendarat di pipi Ningsih.
ADVERTISEMENT
"Bangsat! Tahu apa kau soal gengsi? Tugasmu di rumah saja, jangan mau tahu masalah keuangan. Serahkan saja semuanya padaku!"
***
"Haha. Ternyata mudah mendapatkan bulu itu. Ku kira, genderuwo itu adalah makhluk yang menyeramkan. Ternyata, ia tak ubahnya pria gempal yang bodoh."
Mulyana telah berhasil mencabut bulu dahi genderuwo yang dikatakan dukunnya kemarin. Genderuwo tersebut seperti pria gemuk yang berbulu lebat. Saat Mulyana mendekatinya yang sedang duduk di atas batu, makhluk itu hanya diam tanpa bicara.
Sementara Ningsih terus menerus menahan tangisnya saking takut. Namun, ia tak berani menampakkan rasa sedihnya. Kalau tidak, suaminya akan memukulinya habis-habisan.
Sepasang suami istri itu seperti air dan api, tak akur dan tak sama. Mereka memang duduk di atas motor yang sama. Namun, Mulyana tertawa terbahak-bahak, sedangkan Ningsih terus mengkerut dan menyembunyikan tangisnya.
ADVERTISEMENT
Kebun tebu yang mereka lewati sangat luas sekali. Jalanan yang penuh batu, tanah, dan sesekali kubangan air, membuat mereka jalan melambat. Ningsih benar-benar sangat takut malam itu.
Belum lagi kebun tebu berakhir, tiba-tiba mereka dihadang oleh sekelompok orang bersenjata tajam. Ningsih jelas berteriak. Mulyana yang sok jago itu juga mengkerut.
"Turun kau. Kasih kami duit dan motor ini. Atau, ku tebas lehermu!"
"Silakan... Silakan, Bang. Ampun, jangan bunuh kami."
Ilustrasi begal (Foto: Kumparan)
Motor dan beberapa uang sisa yang mereka miliki diserahkan ke sekelompok penjahat itu. Setelah si penjahat menerima rampasannya, mereka menyuruh Mulyana dan Ningsih berbalik arah.
Dengan takutnya, Mulyana dan Ningsih berbalik arah dan berjalan. Tiba-tiba, sebilah golok mendarat di lehernya dan ia tewas seketika. Ningsih kalap, ia menjerit dan berlari sekencang-kencangnya. Entah kenapa, si kelompok penjahat itu hanya tertawa dan tak mengejar Ningsih.
ADVERTISEMENT
***
Satu tahun pasca suaminya meninggal, Ningsih pindah kampung. Ia sudah tak lagi bersedih dan trauma karena kejadian tahun lalu. Kini menjadi penjaga toko sayuran milik pamannya di pasar.
Setiap pagi hari, warung sayurnya akan dipenuhi oleh ibu-ibu yang berbelanja. Mereka biasanya mengobrol panjang sembari berbelanja. Biasanya, Ningsih ikut nimbrung dengan para ibu-ibu itu. Namun, pagi itu ada obrolan tak biasa. Obrolan yang mengingatkan Ningsih dengan masa lalunya.
"Kau tahu tidak? Dukun yang membuka praktik di kampung sebelah, yang punya ajian bulu genderuwo itu, ternyata kepala sindikat begal. Baru kemarin ia digrebek polisi. Karena melawan, polisi menembak kepalanya."
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.
ADVERTISEMENT