Kisah Pesugihan Jenglot yang Habisi Majikannya Sendiri

Konten dari Pengguna
13 Oktober 2020 18:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bisnis skripsi (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bisnis skripsi (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
"Lancar jaya. Dijamin cumlaude dan lulus sidang dengan mulus. Hubungi Wijaya Skripsi."
ADVERTISEMENT
Begitulah isi pamflet iklan joki skripsi milik Junaidi, seorang dosen kampus swasta yang honornya sering dipangkas entah untuk apa. Sengaja ia membuka jasa haram tersebut untuk memenuhi kebutuhan perutnya.
Junaidi sebenarnya belum menikah. Belumlah ia punya tanggungan yang mendesak. Namun, mimpinya terlampau tinggi. Ia terobsesi dengan kekayaan dan harta yang melimpah.
Dengan mengandalkan gaji pokoknya sebagai dosen honorer, jelas mimpinya tak akan mampu ia beri makan. Kecuali, ia halalkan segala cara. Ya, macam bisnis jasa pembuatan skripsi yang ia geluti saat ini.
Dalam sebulan, sudah pasti dua hingga tiga pesanan skripsi mampir ke dalam list pekerjaannya. Sekali membuat skripsi, Junaidi pasang tarif dua hingga tiga juta rupiah tergantung tingkat kesulitan.
ADVERTISEMENT
Namun, larisnya jasa haram milik Junaidi tak mungkin bisa terjadi kalau bukan karena bantuan "alam" lain. Ya, ia benar-benar menggunakan bantuan makhluk gaib untuk menarik pelanggan.
"Sudah kau buka bisnis tipu-tipu, kau gunakan juga jenglot untuk bikin laris usaha harammu itu. Itu namanya haram kuadrat, Jun."
Begitu kata Jimmy, teman sepermainan Junaidi, sekali waktu. Benar katanya, Junaidi sengaja pelihara Jenglot agar bisnis skripsinya banjir pelanggan. Ia mendapatkan jenglot dengan harga mahal itu dari seorang dukun. Pantas saja usaha dosen pesakitan itu lancar jaya.
***
"Kau simpan saja jenglot itu di sebuah tikungan jalan raya yang menurutmu paling berbahaya setiap malam bulan purnama. Lalu, biarkan jenglot itu yang mencari tumbalnya sendiri."
ADVERTISEMENT
"Baik, Ki, akan ku lakukan apa katamu."
Junaidi sudah sangat kehilangan akal. Ia rela mengorbankan para pengguna jalan demi kekayaan pribadinya. Sejak saat itu, ia telah menjalin janji dengan jenglot peliharaannya.
"Jika ikatan janji itu kau rusak. Kau tahu akibatnya. Jenglot itu bukan makhluk yang loyal, ia hanya lapar. Jika kau tak memberinya makan, kau tahu bagaimana akhirnya."
"Ba... Baik, Ki. Saya akan ja... jamin hal itu tak akan terjadi."
Mendengar penuturan Aki Sueb yang terakhir itu, Junaidi gemetar bukan main. Jelas, sejahat apapun seseorang dan sedingin apapun ia membunuh orang lain, tak mungkin ia berani dan tega membunuh dirinya sendiri.
Buru-buru ia pamit dan membawa jenglot menyeramkan itu di tas gendongnya bercampur dengan berkas nilai mahasiswa-mahasiswanya. Jenglot itu tampak mati sebenarnya, tetapi matanya yang merah dan melotot membuatnya tampak hidup. Junaidi bergidik bukan main setiap kali melihat wajah si jenglot.
Ilustrasi jenglot (Foto: Pixabay)
Agar tak terlalu membuatnya takut, ia membungkus jenglot tersebut dengan kain berwarna putih dan menaruhnya di sebuah galian kecil yang sengaja ia buat untuk di jenglot di bawah tempat tidurnya.
ADVERTISEMENT
***
Tiap malam Junaidi bermimpi buruk sejak jenglot itu bercokol di rumahnya. Kadangkala ia bertemu kuntilanak, pocong, genderuwo, dan berbagai makhluk gaib lain yang menakutinya.
Kadang juga ia bermimpi dililit dan dimakan ular raksasa atau bermimpi dibakar di dalam neraka. Meski demikian, Junaidi tetap akan menahan "penderitaannya" itu yang penting ia bisa kaya.
Hingga suatu malam, Junaidi mengalami mimpi buruk yang lain dan tak pernah ia alami. Di dalam mimpinya, Junaidi sedang duduk merenung di bawah sebuah pohon mangga besar yang ia tak ingat.
Junaidi pun tak tahu mengapa ia bisa ada di saja. Namanya juga mimpi, mana bisa ia kendalikan sendiri. Udara malam itu terasa begitu dingin. Bahkan, sampai-sampai suhunya menusuk ke dalam tulang.
ADVERTISEMENT
Di dalam mimpinya, Junaidi menggigil bukan main. Ia memeluk erat kedua lututnya agar tubuhnya tetap hangat. Ia terus memejamkan mata sembari berharap bangun dari tidurnya.
Saat Junaidi sudah mulai terjaga, tiba-tiba ia melihat dua pasang mata berwarna merah terang bercokol tepat di hadapannya. Dua pasang mata itu dengan tajam menatap Junaidi.
Tanpa aba-aba, tiba-tiba dua pasang mata itu terbang mendekati Junaidi. Ia mendekat begitu cepat sampai-sampai Junaidi berteriak kencang. Namun, saat sadar bahwa mata misterius itu adalah milik jenglot peliharannya, Junaidi buru-buru kembali merasa sombong.
"Jenglot bajingan! Besok tak akan kau ku beri makan. Kau mengerjaiku di saat aku merasa takut."
Tanpa pikir panjang, Junaidi dengan lantangnya menghina makhluk peliharaannya itu. Ia tak tahu risiko besar apa yang mendekatinya.
ADVERTISEMENT
***
"Ahh... Tolong! Ada mayat, ini ada mayat!
Pagi buta, seorang ibu-ibu yang sedang pergi ke pasar, menemukan sesosok mayat yang menggantung di pohon mangga besar. Buru-buru warga menghampirinya untuk membantu.
Belum lagi mayat tersebut diturunkan, tiba-tiba terdengar suara anak muda yang sedang menahan nangis berteriak sekencang-kencangnya.
"Innalillahi! Pak Junaidi?! Ini dosen saya, Pak. Saya mengenalinya."
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.