Kisah Pesugihan Menumbalkan Sahabat untuk Biaya Tunangan

Konten dari Pengguna
18 September 2020 18:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sesajian (Foto: Kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sesajian (Foto: Kumparan)
ADVERTISEMENT
Rezeki memang sudah diatur. Sebagai manusia, kita hanya bisa sabar sembari terus berusaha. Sayangnya, Ardiansyah Ramadhan, atau biasa dipanggil Ardian, tidak berpikir begitu. Ia ingin semuanya serba cepat tanpa mau melalui proses.
ADVERTISEMENT
Padahal, jauh sebelum hasil yang memuaskan tiba, manusia harus terlebih dahulu menjalani proses. Terkadang, proses yang dilalui itu sangatlah berat sampai-sampai terasa tak mampu dijalani.
Ardian seakan tak mau itu semua. Ia mau apa yang diinginkannya segera terkabul secepat mungkin. Bulan depan dirinya akan melamar Karimah, wanita pujaannya. Ardian ingin segera membelikan cicin tunangan yang indah dan tentu saja mahal.
Saat ini ia tidak bekerja sama sekali. Bukannya tak mendapat lapangan pekerjaan, Ardian memang tampak tak mau bekerja. Masalahnya, ayahnya sudah sering menyampaikan info lowongan pekerjaan, baik industri besar atau cuma konter HP belaka.
Tiap kali ditawari pekerjaan, Ardian akan bertingkah seolah-olah ia super selektif terhadap pekerjaan yang ditawarkan ayahnya itu. Banyak alasan selalu dilontarkan Ardian.
ADVERTISEMENT
"Tidak, lah, Pak. Saya kan maunya kerja yang gajinya besar, tempatnya nyaman, dan tidak tampak norak."
Demikianlah Ardian kalau sedang ditawari pekerjaan. Ia akan selalu mencari-cari alasan agar tak dipaksa kerja. Ardian tak suka proses, ia lebih menyukai harta melimpah.
***
Sore itu Ardian sangat sedang bingung. Prosesi lamarannya akan digelar kurang dari seminggu lagi. Namun, hingga kini belum ada duit yang mampir ke kantong celana Ardian.
Diam-diam, Ardian ternyata mengamalkan sebuah pesugihan. Pesugihan yang diikuti Ardian tampak sangat sulit. Untuk membuka gerbang alam manusia dan alam jin, Ardian harus mengobarkan satu orang yang ia kenal.
"Apa aku sudah gila? Mengapa aku harus mengikuti pesugihan bedebah itu?" gerutu Ardian dalam hati.
ADVERTISEMENT
Namun, kebutuhan tetaplah kebutuhan. Ardian berpikir, jika ia tak kunjung ambil tindakan, maka keadaan ekonominya akan begini-begini saja. Bahkan, bisa jadi acara lamarannya akan batal.
Saking khawatirnya, Ardian nekat menumbalkan seorang sahabatnya, Robi. Entah apa yang dipikirkan Ardian sehingga memilih Robi untuk dijadikan tumbal. Dia juga tak tahu, nama Robi tiba-tiba saja muncul di kepalanya.
***
Entah dengan cara apa, Ardian akhirnya berhasil membujuk Robi untuk mendatangi rumahnya pada suatu malam. Saat itu hujan turun cukup lebat. Namun, Robi tetap menyambangi rumah Ardian.
Pada mulanya, mereka mengobrol sebagaimana biasa. Mereka bukan sahabat yang tinggal terlalu jauh. Rumah saja berdekatan. Tak ada urusan untuk mereka bertukar pikiran di rumah Ardian. Setiap harinya saja dua sejoli itu sudah saling bertemu.
ADVERTISEMENT
Namun, tak ada rasa curiga di hati Robi. Wajar saja, saling menginap di kediaman masing-masing adalah hal yang biasa mereka lakukan. Sesampainya di rumah Ardian, Robi buru-buru masuk ke dalam karena kedinginan.
Belum lama ia masuk, Ardian buru-buru memiting leher Robi dari belakang. Sambil memiting, Ardian pelan-pelan membawa Robi ke dalam sebuah ruangan. Jelas saja Robi kaget bukan main. Ia bertanya-tanya apa yang sahabatnya itu lakukan.
Meski berusaha melepaskan diri, cengkraman Ardian terlampau keras. Robi dipiting dan dibawa ke sebuah ruangan yang sudah dipenuhi asap dupa dan berbagai sesajian.
"Apa yang kau lakukan padaku, Bajingan? Ruangan apa ini? Kau ikut pesugihan, hah?"
"Sudah diam saja. Jangan buat aku batal melakukan ini."
ADVERTISEMENT
Sebelum membunuh sahabatnya, Ardian terlebih dahulu membius Robi. Ia tak mau kerepotan dan sudah cukup menghilangkan rasa empatinya terhadap sahabatnya itu.
Setelah berhasil membius Robi, ia menidurkan tubuh Robi di hadapan sesajian-sesajian yang telah disiapkan itu. Saat akan mulai merapal mantra, tiba-tiba HP dari saku Robi berdering.
Seketika Ardian merogoh saku celana Robi dan mengambil ponsel tersebut. Ia ingin tahu siapa yang menelepon. Ia berjaga-jaga, siapa tahu yang menelepon itu adalah orang yang mereka kenal.
Saat ponsel Robi dibuka, betapa terkejutnya Ardian ketika melihat siapa orang yang menelepon. Ia adalah Karimah, calon tunangan Ardian yang minggu depan akan dilamarnya.
"Halo? Sayang? Halo? Robi?"
Tak mau lebih lama lagi merasa sakit hati, Ardian melemparkan ponsel Robi. Ia tak paham, mengapa semua ini terjadi. Sahabatnya sendiri mengkhianatinya dari belakang. Kekasihnya pun demikian.
ADVERTISEMENT
Ardian yang tadinya niat menumbalkan Robi, seketika itu juga menghabisi nyawa Robi tanpa niat pesugihan. Ini murni rasa sakit hati. Setelah menghabisi sahabatnya, Ardian menangis kencang. Ia terduduk lesu sembari bersimbah darah sahabatnya sendiri.
***
Pagi itu, kantor polisi mendadak ramai. Seorang tersangka pembunuhan yang belum lagi melaksanakan sidang pertamanya ditemukan tewas gantung diri di dalam sel. Tak ada yang tahu apa penyebabnya.
"Ini bermula saat anggota kami yang sedang piket pagi, akan membangunkan tersangka A untuk sholat shubuh. Saat itulah tersangka A sudah dalam posisi gantung diri," kata Kapolsek memberikan keterangan kepada media.
"Pak, nama lengkap tersangka tersebut siapa, ya?" kata seorang wartawan.
"Namanya Ardian. Ardiansyah Ramadhan. Pihak keluarga sudah dihubungi dan sedang dalam perjalanan ke sini. Ini nama tersangka mohon jangan di-publish, ya. Pakai inisial saja."
ADVERTISEMENT
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.