Kisah Pesugihan Penjual Cendol Online, Campur Darah ke Dagangannya Supaya Kaya

Konten dari Pengguna
26 Juli 2020 18:11 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cendol. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cendol. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Matahari bersinar amat terik, seperti menyedot semua tenaga yang sebenarnya bisa aku keluarkan siang itu melakukan banyak kegiatan. Tapi, bagaimana lagi, di tengah kondisi tak menyenangkan, orang memang seringkali tak bisa berbuat apa-apa.
ADVERTISEMENT
Aku terbiasa mengelilingi komplek perumahan ini hampir dua puluh kali dalam sehari, pada kondisi matahari sedang panas-panasnya, menjual barang daganganku ke penduduk komplek. Maklum, kondisi panas memanglah peluang besar bagi aku untuk mendapatkan uang.
Di udara yang amat terasa panas, siapa yang tak suka minum es? Maka, dalam kondisi itu, akulah yang memenuhi keperluan orang-orang. Telah bertahun-tahun, aku geluti profesi untuk menjual es cendol. Hasilnya tentu tak seberapa. Tetapi, karena tak punya keterampilan apapun lagi untuk mendapatkan uang, sudah pasrahlah aku mencari berbagai macam pekerjaan lain.
Udara panas memang kerap membuatku kewalahan. Kadang, hanya karena kondisi itu, aku tak melanjutkan kegiatanku berjualan. Padahal, es cendol buatanku masih tersisa amat banyak. Hal itulah yang sedikit banyak menyebabkan aku tak kaya-kaya sampai sekarang.
ADVERTISEMENT
Siang itu, tanpa aku ketahui alasannya, seorang pria paruh baya dengan penampilan eksentrik mendatangiku yang sedang beristirahat dan meneduh di sebuah pos ronda setelah selesai berjualan. Ia menanyai perihal bagaimana perasaanku terhadap pekerjaanku sekarang, berapa uang yang aku dapat dalam sehari, dan, tak tahu apa juntrungannya, ia menawariku sebuah pertolongan.
“Kau tak perlu keliling dan berpanas-panas lagi. Aku bisa membantumu,” kata lelaki itu ringkas.
*
Semenjak bertemu dengan lelaki paruh baya misterius yang menemuiku di suatu siang yang panas itu, aku benar-benar melakukan apa yang ia katakan sampai sekarang. Kini, tak lagi perlu berpanas-panasan, akulah yang tinggal menunggu para pembeli mendatangi kedaiku. Dan, astaga, jumlah pembeli cendolku dalam sehari jadi amat banyak.
ADVERTISEMENT
Dalam sehari, aku hitung-hitung sepertinya tak kurang dari Rp 1 juta sebagai keuntungan bersih berhasil aku dapatkan. Menghadapi kondisi itu, aku, tentu saja, merasa amat senang.
Saat ini, selain tinggal menunggu para pembeli datang ke kedai, aku mulai menjual cendolku secara online. Orang-orang akan membeli cendolku melalui jasa kurir atau driver ojek online. Dan, praktis saja, karena menerapkan sistem jualan seperti itu, kekayaanku kini meluber ke mana-mana. Penjualanku mencapai titik adimanusiawi.
Tapi, sungguh, tak ada seorang pun yang tahu termasuk istriku, bahwa salah satu saran si lelaki paruh baya misterius itu untuk membuat cendolku laku keras adalah mencampurinya dengan darah tikus.
Ilustrasi tikus. Foto: kumparan
Aku memang telah kewalahan menghadapi kemelaratanku selama ini. Dan, setelah mengikuti perintah itu, astaga, benar saja, aku benar-benar kaya raya dalam sekejap.
ADVERTISEMENT
Setiap pagi, sebelum mulai membuat cendol, aku kumpulkan banyak tikus yang aku dapat dalam durasi waktu satu minggu. Sepele saja, semua hewan itu selalu berkeliaran di rumahku.
Untuk seluruh darah yang berasal dari satu tikus, aku perkirakan itu bisa digunakan untuk sekitar dua puluhan porsi cendol.
Dan, benar saja, setelah secara kontinyu melaksanakan cara itu, pembeli entah mengapa selalu mendatangiku setiap hari. Dalam sehari, dari penjualan online saja, keuntungan yang aku dapat mencapai Rp 600 ribu sendiri.
Dengan kondisi ekonomiku yang telah mentereng macam begini, tak tahu lagi mau sampai kapan aku melangsungkan cara licik ini. Ya, bagaimana lagi, selain dengan pesugihan darah tikus ini, bagaimana aku bisa kaya raya?
ADVERTISEMENT
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan tempat dan kejadian hanyalah kebetulan belaka.