Kisah Pesugihan: Rela Pelihara Tuyul Demi Poligami

Konten dari Pengguna
23 September 2020 17:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi tuyul (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tuyul (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
"Ini sudah prinsip, Mas! Lebih baik kau tinggalkan aku daripada harus mendua."
ADVERTISEMENT
Itulah teriakan terakhir Muslihah yang didengar Marsudi. Sepasang suami istri itu bertengkar keras sebelum akhirnya berpisah. Tiada angin tiada hujan, Marsudi ujug-ujug meminta izin poligami kepada sang istri.
"Aku tak mau meninggalkannya, Rul. Aku mencintai dua wanita itu sekaligus. Tak bisa ku pilih satu untuk yang lainnya. Aku harus hidup bersama keduanya," kata Marsudi kepada Arul, teman sepermainannya.
Marsudi sudah lama berhubungan dengan wanita lain. Namanya Hinda. Ia bertemu dengan wanita itu kala melakukan perjalanan kerja ke luar kota. Selama tiga bulan perjalanannya, Hinda lah yang menemani Marsudi.
Sementara Musliha mengurus rumah dan ketiga anaknya di kampung halaman, Marsudi malah menjalin cinta terlarang dengan wanita lain. Bagi Marsudi, itu hal wajar.
ADVERTISEMENT
"Hati lelaki tak bisa dibohongi, Rul. Kita akan selalu mencintai orang baru seiring kita hidup."
Dalam pandangan Marsudi, sosok lelaki adalah sosok yang sah-sah saja mencintai wanita lain. Sedangkan, seorang perempuan tak boleh sama sekali menaruh rasa kepada lelaki lain.
Pernah suatu ketika, Musliha diantar pulang oleh Joni, tetangga sekaligus teman SMP Musliha. Betapa marahnya Marsudi melihat kejadian itu berlangsung di hadapan wajahnya.
"Dasar bejat! Jadi perempuan tidak boleh banyak tingkah. Lebih baik diam di rumah. Bagaimana kalau si Joni begundal itu menyukaimu, hah?!"
Selama menjalin hubungan rumah tangga, Marsudi lebih banyak memarahi istrinya karena cemburu. Ia seakan suci dari perasaan menduanya kepada wanita lain. Seakan sudah kodratnya lelaki melakukan perselingkuhan.
ADVERTISEMENT
***
"Bajingan! Kau mau mempermainkan anakku, hah?! Sekarang kau urus surat ceraimu. Ceraikan anakku, sebelum kau ku penggal!"
Ayah mertua Marsudi berteriak-teriak di depan rumah. Semua tetangga berkumpul memerhatikan pertengkaran hebat antara menantu dan ayah mertua itu. Tak cuma memarahi, sang ayah mertua bahkan menggedor-gedor pintu rumah hingga rusak.
Di sore pertengkaran itulah, Musliha dibawa pergi oleh ayahnya. Sejak saat itu, hingga berbulan lamanya, Marsudi tak lagi tinggal dengan istrinya karena dilarang sang mertua.
"Tak akan ku biarkan apa yang telah dilakukan si tua bangka itu, Rul. Aku harus balas dendam. Aku sudah mengatakan sebaik-baiknya apa yang ku mau."
Api dendam membara di dalam hati Marsudi. Ia merasa malu karena perilaku ayah mertuanya. Ditambah, Musliha hanya diam melihat suaminya dibentak-bentak oleh ayahnya sendiri. Barangkali itulah yang semakin membuat Marsudi marah.
ADVERTISEMENT
***
"Pergilah kau ke rumah berwarna jingga. Di sebelah rumah tersebut berdiri pohon kelapa. Masuklah ke dalam rumah tersebut, ambil hartanya. Kalau perlu, ambil juga anak perempuannya."
Begitulah bagian mantra yang dibaca Marsudi di dalam kamarnya. Berbagai sesajian telah ia siapkan. Kemenyan dan dupa pun sudah mengeluarkan bau melalui asapnya.
Marsudi nekat memelihara tuyul demi membalaskan dendam kepada keluarga mantan istrinya. Atau, lebih tepatnya istrinya yang berstatus cerai secara sepihak. Masalahnya, hingga saat itu, Marsudi belum resmi mengucap talak.
Perpisahan mereka terpicu karena peselingkuhan Marsudi dan amarah sang ayah mertua. Tak ada kata cerai apalagi hitam di atas putih melalui pengadilan. Semua terjadi begitu cepat.
"Kali ini, aku ambil bagianku untuk menghabisi keluarga itu. Betapa sakit hatiku karena dihina-hina oleh keluarga mereka," begitu Marsudi bergumam usai menugaskan tuyul peliharaannya.
ADVERTISEMENT
***
"Mas, maafkan semua kesalahanku. Aku tak tahu mengapa akhirnya malah seperti ini. Aku minta maaf. Aku akan menjaga anak-anak kita," ucap Musliha menangis tersedu di hadapan nisan Marsudi.
Tiga hari yang lalu Marsudi ditemukan tewas di rumahnya sendiri. Berjam-jam polisi melakukan autopsi, tak ada tanda-tanda kriminalitas selain payudaranya yang habis seperti dicabik-cabik hewan buas.
Seluruh warga di kampung tersebut merasa aneh sekaligus ketakutan atas kejadian tersebut. Pasalnya, kampung padat penduduk itu tak mungkin menyimpan hewan buas yang dapat mencabik-cabik seseorang hingga tewas.
Menurut rumor, Marsudi tewas karena dihabisi oleh tuyul peliharaannya sendiri. Ia gagal dalam melakukan ritual pesugihannya akibat targetnya melakukan serangan balik kepada Marsudi.
***
"Nak, ayah ingin mengatakan sesuatu. Namun, ayah tidak mau kamu merasa sedih. Suatu malam, ada seorang anak kecil yang memasuki rumah ini. Anak itu tak mengenakan pakaian, hanya celana putih yang kusam."
ADVERTISEMENT
"Ayah tak tahu siapakah dia. Entah manusia, atau makhluk gaib. Betapa kagetnya ayah ketika tahu bahwa si anak kecil tersebut berbalik melihat ayah dan menyeringai. Giginya tajam. Itu bukan anak kecil biasa. Mungkin tuyul atau sejenisnya."
"Karena kaget, seketika ayah lemparkan tasbih pemberian kakek buyutmu ke tubuhnya. Makhluk itu kemudian tampak kesakitan dan berlari kencang ke arah luar. Sejak malam itu, ayah mencari tahu makhluk apakah itu."
"Menurut penuturan seseorang pintar, makhluk itu adalah tuyul kiriman seseorang. Katanya, karena dilemparkan tasbih keramat, tuyul itu lari ketakutan dan akan kembali kepada pemiliknya untuk marah. Tuyul tersebut akan marah karena tugasnya gagal."
"Mendengar hal itu ayah merasa lega. Hingga beberapa hari kemudian, suamimu ditemukan tewas karena dicabik-cabik hewan buas, katanya."
ADVERTISEMENT
Mendengar penuturan ayahnya, Musliha seketika terhuyung-huyung. Ia ambruk dan jatuh pingsan.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.