Konten dari Pengguna

Kisah Pesugihan: Teror Babi Ngepet di Perumahan, Ditemukan Mayat Misterius

15 Oktober 2020 18:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi babi ngepet (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi babi ngepet (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
"Subhanallah, Pak! Ada suara aneh di samping rumah."
Malam itu istriku tiba-tiba bangun dari tidurnya. Aku yang saat itu masih mengerjakan lemburan dari kantor, sontak saja kaget. Awalnya aku meremehkan ketakutannya.
ADVERTISEMENT
"Ah, mungkin mimpi saja, Bu. Banyak-banyak istighfar."
Baru saja ku nasihati istriku, suara aneh yang disebut-sebut itu kemudian terdengar jelas. Aku baru mendengar suara macam itu selama tinggal di perumahan ini. Suara itu tentu saja tampak aneh bagiku. Kecuali, satu hal.
"Seperti suara babi, Bu. Tunggu di sini, biar ku cari tahu."
Aku buru-buru berlari ke luar. Tanpa ku lupakan sebilah golok yang ada di rak perabotan ku bawa untuk berjaga-jaga. Akhir-akhir ini memang banyak laporan kehilangan kepada Bu RT. Imajinasiku sudah pergi ke mana-mana.
Ku buka pintu depan rumah dengan perlahan. Sejurus kemudian aku tengok tembok di samping rumah. Benar saja, di kejauhan ku lihat seekor hewan besar seperti anjing hitam berlari menjauh. Seketika ku kejar hewan aneh itu.
ADVERTISEMENT
"Babi ngepet! Babi ngepet!"
Sekitar tujuh orang warga sudah berlarian mencari hewan yang bisa jadi ku cari juga. Lalu buru-buru ku tanya kepada mereka apa yang mereka kejar. Karena hewan aneh itu sulit dikejar, mereka duduk sejenak menghela nafas sembari bercerita.
***
Malam itu adalah jadwal rondaku. Bu RT sudah berkoordinasi dengan warga agar jadwal ronda tidak bentrok dengan pekerjaan masing-masing warga. Aku yang seorang guru honorer, tentu saja hari Sabtu bukan jadwal kerjaku. Jelas malam itu, malam sabtu, aku mendapatkan jadwal.
Bersama Sueb, tetangga di blok lain, juga Pak Parman, saudara Bu RT, juga Misra, anak muda yang masih menganggur, aku bermain kartu poker di pos ronda perumahan. Deretan lagu koplo kami nyalakan dari aplikasi streaming musik hasil crack dari ponselku.
Ilustrasi kartu poker (Foto: Pixabay)
Setiap ronda, begitu saja kegiatan kami. Jikalau patroli, itu dilakukan sembari mengambil uang iuran warga yang sudah disimpan di tempat yang telah disediakan di setiap depan rumah. Selesai berkeliling, kami kembali ke pos dan melanjutkan permainan.
ADVERTISEMENT
Kala itu udara cukup dingin sehabis gerimis. Kami baru saja kembali dari patroli dan duduk di pos. Buru-buru kami nyalakan dispenser untuk menyeduh kopi agar hangat. Belum lagi air di dispenser memanas, tiba-tiba sesosok hewan besar berwarna hitam berlari tepat di hadapan kami.
"Astaghfirullah. Awas-awas! Apa itu, cak?! Astaghfirullah. Kejar kejar!"
Misra berteriak kencang saking kagetnya. Tentu saja tidak ada satupun di antara kami yang berani mengejar. Sampai akhirnya tiga orang anak muda yang juga warga sekitar berlarian mengejar hewan aneh itu.
"Babi ngepet! Babi ngepet!"
Sontak kami ikut turun dan membantu mereka bertiga. Sulit sekali kami mengejar. Tak ada senter, hanya ada lampu ponsel. Aku lempari hewan itu, tetapi tak kena. Sungguh sulit mencari hewan hitam di kegelapan.
ADVERTISEMENT
Kami mengejarnya sampai rumah Pak Anwar yang jauhnya beberapa blok. Kami lelah. Usai bertemu, ternyata Pak Anwar juga sedang mengejar hewan yang sama. Akhirnya kami berhenti mengejar dan duduk-duduk di pelataran rumah bos pabrik itu untuk menceritakan apa yang terjadi.
"Istriku yang pertama mendengar. Saat ku cari tahu, ternyata dia sedang berada di samping rumahku," begitu cerita Pak Anwar.
***
"Haha. Mampus kau, Goplek! Mana bisa kau mengalahkanku. Sepertinya kalau DPR dibubarkan, baru kau bisa mengalahkanku."
Si Abel memang tukang mem-bully. Habis-habisan si Goplek dicemooh gara-gara terus menerus kalah dalam gim Moba mode custom. Aku hanya tertawa-tertawa saja melihat kelakuan mereka berdua.
"Goplek... Goplek... Lebih baik kau uninstall saja itu gim. Sayang-sayang hape-mu nanti kehabisan kuota."
ADVERTISEMENT
"Asu, kau. Ini kan baru sembilan kali kita bertanding. Lihat saja, di pertandingan yang ke sepuluh, akan ku habisi turet-mu dengan cepat."
"Mimpi saja kau, Plek!"
"Sudah, ayo main lagi!"
Tiap kali mereka berdua bermain gim, selalu saja ramai. Untung saja Bu Hamdan yang punya warung tidak rewel dan gampang risih. Beliau malah senang jika warungnya ditongkrongi oleh anak-anak muda pengangguran macam kami.
Goplek dan Abel siap untuk bermain gim yang kesepuluh. Namun, ada suara aneh kala mereka baru saja akan memasuki gim. Seketika kami kaget dan melihat ke sekitar. Tidak apa-apa dan tampak aman.
"Mungkin angin," kata Abel.
Aku setuju dengan Abel. Mungkin saja angin. Maklum, malam itu gerimis baru saja turun. Namun, belum lama Abel mengatakan kalau itu angin, tiba-tiba tepat di samping kami muncul sesosok babi hutan hitam dan besar. Jelas saja kami kaget bukan main.
ADVERTISEMENT
"Astaga. Plek, babi itu, Plek!" Abel berteriak sangat kencang.
"Babi ngepet! Babi ngepet!" teriak Goplek.
Benar saja, babi itu seketika berlari. Tentu saja kami kejar. Kami khawatir ia baru saja mencuri dari rumah Bu Hamdan. Pasalnya, perumahan ini sedang ramai-ramainya kehilangan.
Babi hitam yang disebut Goplek babi ngepet itu lari melewati pos ronda. Aku melihat beberapa warga sedang duduk-duduk di sana. Agar mereka membantu mengejar, seketika ku teriaki lagi babi itu.
"Babi ngepet! Babi ngepet!"
Orang-orang di pos ronda itu lalu ikut mengejar bersama kami. Namun, begitu cepatnya babi itu berlari, hingga kami tak kuat untuk berlari lagi. Akhirnya kami bertemu Pak Anwar dan beristirahat di pelataran rumahnya. Aku menceritakan semua yang ku lihat kepada Pak Anwar dan warga yang sedang ronda.
ADVERTISEMENT
***
Seekor babi tiba-tiba berhenti tepat di hadapanku. Saat itu aku sedang mencari rumput untuk kambing-kambingku makan esok pagi. Biasanya, aku memang keluar selarut itu untuk mencari rumput agar tak berebut dengan penggembala lain.
Jelas saja aku kaget melihat babi sebesar itu. Awalnya ku kira sapi, tetapi ia bersuara seperti babi. Khawatir babi jadi-jadian, langsung saja ku tebas babi itu tepat di lehernya menggunakan celurit yang sedang ku pegang. Ia bersimbah darah seketika lalu berlari lagi.
Cepat-cepat ku kejar babi itu dengan mengikuti jejak darahnya. Aku tak menemukan bangkainya di manapun. Padahal, jejak darahnya sudah berhenti tepat di sebuah rumah kosong. Ku dobrak rumah tersebut berharap menemukan bangkai babi tersebut.
ADVERTISEMENT
Ternyata, bukan bangkai babi yang ku temukan, melainkan mayat seorang lelaki tua yang tampaknya baru saja meninggal. Di lehernya, seperti ada bekas tebasan. Darah bersimbah di lantai rumah kosong itu.
Ku pegangi urat nadinya, ia sudah tak lagi bernyawa. Karena takut, buru-buru aku keluar, berlari mencari warga yang mungkin saja masih bangun untuk meminta bantuan.
Setelah sampai di rumah Pak Anwar, aku melihat sekumpulan warga sedang duduk-duduk. Buru-buru ku hampiri mereka dan mengatakan kalau ada mayat di rumah kosong dekat situ.
Mereka kemudian beranjak dan bersamaku mendatangi rumah itu. Di perjalanan, ku ceritakan apa yang ku lihat. Ternyata, mereka juga melihatnya. Salah seorang warga kemudian bertanya.
"Apakah itu si pelaku pesugihan babi ngepet?"
ADVERTISEMENT
Cerita ini digubah dari kisah nyata. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan.