news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Seprai Pesugihan yang Mengubah Orang Jadi Pocong

Konten dari Pengguna
23 Juni 2020 18:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pocong. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pocong. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Siang yang terik. Kulihat banyak orang berlalu lalang di dalam tokoku, memilih barang untuk kemudian mereka beli dan bawa pulang.
ADVERTISEMENT
Aku menyukai keadaan semacam itu. Sambil duduk di kursi empuk tempat orang akan membayar barang belanjaan mereka, aku hanya tinggal menunggu uang datang berjubelan. Hidup praktis terasa begitu mudah dan semua keinginanku selalu bisa terpenuhi.
Bisnis yang kukembangkan sebenarnya juga tak terlalu rumit. Di tokoku ini, aku hanya menjual satu jenis produk: seprai kasur. Seprai-seprai itu langsung kuproduksi sendiri, dengan proses dan bahan yang hanya aku dan keluargaku saja yang tahu.
Meskipun hanya menjual satu barang itu, kebutuhan ekonomiku amat tercukupi. Hampir setiap hari orang seperti tersihir untuk memberi seprai-seprai buatanku. Padahal, pikirku, secara kasat mata tak ada yang spesial dari seprai itu.
*
Malam selalu jadi waktu yang tepat bagiku dan istri beristirahat. Setelah seharian melayani pembeli yang selalu tak habis-habisnya berdatangan, ketika magrib tokoku sudah kututup, dan setelahnya, aku tinggal leyeh-leyeh dan bersantai sekeluarga.
ADVERTISEMENT
Namun, ketika tengah malam, aku dan istri tak pernah absen melakoni apa yang selama ini berhasil meramaikan toko kami: sebuah ritual rahasia. Ritual itulah yang jadi satu-satunya alasan mengapa seprai buatanku selalu habis dibeli konsumen.
*
Di salah satu ruang gelap di dalam rumahku, keperluan ritual itu sudah kusiapkan dengan baik. Ada sebuah lilin, beberapa batang dupa, juga bunga-bunga yang harum, dan yang paling penting: kain kafan.
Dalam kesunyian, aku dan istri mulai membakar dupa-dupa itu dan merapalkan beberapa mantra. Istriku mengikuti apa yang kuucapkan dengan serius. Dan setelah selesai soal urusan mantra, kain kafan yang sudah kusiapkan kutaburi air bunga hingga basah seluruhnya.
Tak ada seorang pun yang tahu bahwa kain-kain itulah yang nantinya kujadikan seprai dan kupajang di toko untuk dijual. Semua itu kulakukan sebagai syarat pesugihan yang kulakoni beberapa waktu belakangan.
Ilustrasi seprai kasur. Foto: kumparan
Namun tiba-tiba, tak ku sangka setelah selesai melangsungkan semua rangkaian ritual, terdengar derap langkah dari luar ruangan. Detik demi detik, suara itu semakin mendekat.
ADVERTISEMENT
Saat itu, anakku telah tertidur pulas. Maka ketika suara itu datang sekonyong-konyong, bisa kupastikan bahwa hal yang tak beres sedang terjadi.
Istriku lalu memelukku. Ia ketakutan. Sementara sambil saling memandangi mata satu sama lain, aku tak punya rencana sama sekali selain menunggu suara itu menghilang.
Tapi, sumpah mati, ia malah makin mendekat.
Ketika aku dan istri tak punya kesanggupan sama sekali untuk menebak apa yang terjadi, tiba-tiba, pintu ruangan yang kugunakan untuk ritual mulai tampak digedor-gedor. Lantaran saking kerasnya, pintu itu pun akhirnya terbuka.
Maka betapa kagetnya aku.
Dengan mata kepalaku sendiri, kulihat di depanku pocong sedang berdiri meringis. Istriku telah menjerit ketakutan. Sementara karena hal lain, kengerian yang ada di depanku agak tertutupi oleh pikiran lain yang berjubel di dalam otak: kupikir, aku mengenali wajah pocong itu.
ADVERTISEMENT
Setelah kulihat dengan teliti, ternyata benar bahwa pocong itu ialah salah seorang pelangganku. Kuingat-ingat, ia baru datang ke tokoku tadi siang dan membeli selembar seprai.
Maka di malam itu, barulah aku sadar bahwa kain seprai yang kujual bisa merenggut nyawa orang. Pesugihanku ternyata membutuhkan tumbal.
Mereka yang mati akan hadir dalam bentuk pocong yang dibalut kain kafan: dan itu memang bahan yang kugunakan untuk membuat seprai-seprai itu.
Maka dengan menjelaskan istriku segalanya, ia akan siap mendapati kengerian-kengerian semacam itu ke depan, sewaktu-waktu.
Dengan keberanian , aku tetap terus menjalankan tokoku, sementara mendapatkan kekayaan kini hanya semudah membalikkan telapak tangan.
Tulisan ini merupakan rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.
ADVERTISEMENT