Kisah Tobatnya Penjual Barang Antik yang Memakai Pesugihan

Konten dari Pengguna
3 Agustus 2020 18:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi barang-barang antik. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi barang-barang antik. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Rumahku penuh dengan barang-barang antik. Memang, telah sejak lama, aku mendapatkan uang dengan cara demikian: menjual barang-barang itu ke para kolektor kaya yang mau merogoh banyak kocek untuk urusan hobi sekalipun.
ADVERTISEMENT
Karena antik, barang-barang yang aku simpan di rumah memanglah amat tua. Beberapa dari mereka ada yang berumur ratusan tahun, dan, bahkan (aku sendiri agak kurang percaya dengan ini), ada yang berumur berabad-abad. Di setiap kota, aku punya kolega yang menyetokku barang-barang itu.
Barang-barang yang antik dan tua dan jarang tentu bukanlah perkara remeh. Di dalamnya, tersimpan banyak sekali unsur sejarah, dan karena itulah harganya menjadi amat mahal.
Namun, di balik semua itu, tak banyak yang tahu bahwa di hampir setiap barang-barang tua itu, terhadap 'khodam' atau jin penunggu. Hal itu biasa belaka. Bayangkan, misal, ada kursi kayu tua berumur 100 tahun yang telah dipindahtangankan berkali-kali, dan beberapa pemiliknya terdahulu ada yang telah meninggal: mungkinkah kursi itu tak punya penunggu? Berdasar pengalamanku yang cukup di dunia semacam itu, tentu akan aku jawab: tidak.
ADVERTISEMENT
Lantaran terbiasa berhadapan dengan hal-hal semacam ini, kemampuan batinku pun lama-lama terlatih. Aku jadi bisa merasakan hal yang tak bisa orang lain rasakan. Aku juga bisa melihat apa yang orang lain tak bisa lihat. Singkatnya, karena berususan dengan barang antik, aku sedikit banyak dekat dengan ilmu hitam.
Kalau melihat kehidupanku secara kasat mata, tentu orang-orang akan berpikir bahwa rumahku yang mewah, istriku yang muda dan berpenampilan menarik (meskipun aku sendiri telah menginjak umur 60 tahun), serta kekayaanku yang melimpah ruah, semuanya ialah hasil dari bisnisku menjual barang-barang antik itu.
Ya, itu memang betul. Akan tetapi, di balik semua itu, justru bukanlah jual-beli yang aku lakukan terhadap barang-barang antik itulah yang membuatku amat kaya raya: 'khodam' atau jin penunggu barang antik itulah yang membuat uang datang berjubelan ke arahku.
ADVERTISEMENT
Di sebuah lemari khusus yang aku pakai untuk menyimpan barang-barang antik di rumah, terdapat sebuah kotak kayu yang aku pelihara dari dulu. Dari semua barang antik yang aku punya, kotak itulah yang paling tua dan yang paling punya kekuatan magis.
Tak pernah sekalipun aku berniat untuk menjual kotak kayu itu, dengan harga semahal apapun. Dan, tak ada seorang pun yang tahu, bahwa di dalam kotak itu, aku menyimpan seekor jenglot yang dengan rutin bisa mendatangkanku kekayaan. Sebanyak apapun.
Jenglot tentulah hewan biasa. Tapi, lewat jenglot itulah jin penungguku yang berbentuk siluman naga bersemayam, mendatangkanku banyak uang pesugihan. Dan, sekali lagi, tak ada seorang pun yang tahu perihal ini.
*
Seorang lelaki mendatangi rumahku. Berdasarkan penghilatanku, kira-kira, ia mungkin berumur 30-40 tahunan. Penampilannya mirip dengan seorang ustaz, bersarung dan mengenakan peci di kepalanya.
ADVERTISEMENT
Kepadaku, ia bilang bahwa ia sedang mencari kotak kayu antik. Mendengarnya, karena menghubungkannya dengan rahasiaku yang tak seorang pun tahu, aku tentu kaget.
"Maksud kamu kayu apa?" tanyaku.
"Ya kayu, Mbah. Pasti Mbah paham apa yang saya maksud," jawabnya singkat. Oleh para pembeli, aku memang kerap dipanggil dengan sebutan 'Mbah'.
Namun, karena melihatku kebingungan mendengar permintaannya, lelaki itu pun akhirnya meminta izin untuk melihat koleksi barang-barang antikku sendiri.
"Kalau begitu, saya izin melihat-lihat sendiri ya, Mbah," pintanya.
"Silakan," aku menjawab singkat, tak tahu harus mengatakan apalagi.
Ketika aku lihat bahwa ia mendekati lemari tempat aku menyimpan kotak kayu tua rahasiaku, dadaku gemetaran. Telah aku tebak, lelaki yang mirip dengan ustaz itu tak datang ke rumahku hanya untuk membeli barang antik. Di baliknya, ia pasti berniat untuk melakukan sesuatu yang lain.
ADVERTISEMENT
"Jangan dekat-dekat lemari itu!" perintahku panik. Aku sudah tak bisa mengontrol emosi.
"Loh, kenapa, Mbah? Saya kan ingin lihat-lihat..." katanya singkat.
Maka, melihat gelagatnya yang tak beres sedari awal, aku pun menanyakan maksud kedatangannya sebenarnya.
"Aku tahu siapa kamu. Coba jelaskan, apa maksud kedatanganmu ke sini," kataku. Mendengar kalimatku itu, ia pun hanya tersenyum. Seperti tak terancam oleh sikapku yang mengeras sedikit pun.
"Saya minta, Mbah tobat. Dunia hitam seperti ini akan menyelakai Mbah sendiri suatu saat," katanya singkat.
Mendengar dia mengucapkan demikian, aku tentu saja geram. Maka, meresponnya, aku tantang ia untuk menghilangkan jenglot (siluman naga) itu dari tempat asalnya, yakni kotak kayu itu.
"Kalau kau bisa melakukannya, aku berjanji akan tobat dan berguru padamu," kataku.
Ilustrasi jenglot. Foto: kumparan
Dan, benar saja, menanggapi tantanganku, ia lantas langsung menunduk dan membacakan beberapa ayat suci, juga solawat.
ADVERTISEMENT
Satu menit, dua menit, tak ada hal apapun yang terjadi. Akan tetapi, setelah sekitar lima belas menit ia membaca doa terus-menerus, lemari tua tempat aku menyimpan kotak kayu itu bergetar amat keras. Kekuatan lelaki itu benar-benar tak tertanggungkan.
Dan, akhirnya, selang beberapa saat, getaran itu pun akhirnya merobohkan lemari itu. Kotak kayu tempat aku menyimpan jenglot pun keluar. Dan, astaga, di dalamnya, sudah tak ada lagi jenglot yang aku pelihara selama ini.
Melihat kejadian itu di depan mataku sendiri, aku pun mengaku kalah.
"Kau memang hebat. Aku telah berjanji untuk tobat, dan itu benar-benar akan aku lakukan," kataku.
Mendengar kalimatku, ia masih hanya tersenyum. Aku lihat, ia masih bernapas terengah-engah. Pasti saja, ia kehilangan banyak tenaga dalam ketika bertempur dengan siluman naga milikku.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan tempat dan kejadian hanyalah kebetulan belaka.