Kisah Tragis Tukang Tambal Ban Penebar Paku, Mati Lantaran Ulahnya Sendiri

Konten dari Pengguna
22 Mei 2020 16:11 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto: lekab.com7
zoom-in-whitePerbesar
foto: lekab.com7
ADVERTISEMENT
Bertahun-tahun lamanya, Agus menjalani hidup yang melarat. Dua orang tuanya telah tua dan tak mampu bekerja seperti dulu. Di sisi lain, ia memiliki adik-adik yang masih kecil. Mereka butuh disekolahkan. Alhasil, Aguslah yang menanggung semua kebutuhan keluarganya. Hal itu dilakukan karena ialah satu-satunya laki-laki dewasa di keluarga itu yang fisiknya masih sehat dan kuat.
ADVERTISEMENT
Guna mengusahakan hal itu, pada suatu hari, ia memutuskan membangun sebuah rumah kecil di pinggir jalan raya, tak jauh dari tempat tinggalnya. Di sana, Agus membuka jasa tambal ban, di samping juga menerima servis sesekali apabila ia mendapati kerusakan motor yang tak terlalu parah. Jalan itu merupakan jalur utama antarprovinsi yang berada di tempat tinggal Agus. Dengan membuka jasa tambal bal di jalan itu, Agus berharap uang akan mendatanginya tanpa menunggu lama.
Keinginan soal uang itu memang terjadi seperti yang diharapkan Agus. Setiap hari, ia melayani puluhan kendaraan yang, entah mengapa, bannya selalu bocor apabila melewati jalan tempat Agus membuka usahanya. Alhasil, dari usaha itu, Agus bisa cukup menghidupi keluarganya. Pendapatannya bahkan sisa untuk membiayai kebutuhan hidup orang rumah dan menyekolahkan adik-adiknya.
ADVERTISEMENT
Kondisi itu membuat Agus dan keluarga hidup dengan nyaman. Walaupun hanya bermata pencaharian sebagai tukang tambal ban, ia tergolong hidup cukup mewah, dan cenderung mencolok.
Pertama-tama, suatu hari Agus membeli motor dari pendapatannya. Selanjutnya, setelah beberapa bulan ia merenovasi rumahnya yang sebelumnya sangat sederhana. Rumah itu dicat dan dibangun ulang. Jadilah Agus seperti orang yang kaya mendadak.
*
Semenjak mulai hidup dengan mencolok, orang-orang jadi bertanya-tanya soal kehidupan Agus. Mereka bingung, jika saat ini Agus telah hidup dengan sedemikian mapannya, dengan penghasilan yang juga lebih dari cukup, mengapa ia tak memutuskan berhenti menjadi tukang tambal ban dan memulai usaha lain?
Pertanyaan itu hanya merembet dari bibir ke bibir. Ia tak pernah sampai langsung kepada Agus. Sementara di saat yang sama, Agus tetap menjalankan bisnisnya dengan lapang.
ADVERTISEMENT
*
Pada suatu malam yang dingin, kebingungan orang-orang itu agaknya sedikit terjawab. Seorang penduduk mendapati Agus sedang mengendap-endap ke jalan raya. Dari jauh, orang itu melihat Agus sedang menaburkan paku di tengah jalan.
Melihat kejadian itu, orang itu lebih memilih untuk diam. Ia tak memutuskan untuk memergoki Agus pada saat itu juga, mengingat perilaku menaburkan paku—sepanjang yang ia tahu—agaknya juga kerap dilakukan beberapa tukang tambal lain yang memang licik. Akhirnya, ia lebih memilih menjaga rahasia itu.
Di sisi lain, orang itu masih tak menyangka, bahwa hanya karena usahanya ramai dengan menyebarkan paku di jalan, Agus bisa menjadi kaya raya seperti sekarang. Ia berpikir, di balik ini semua, pasti ada hal lain yang belum ia ketahui.
ADVERTISEMENT
*
foto: gridoto.com
Jalan tempat Agus membuka jasa tambal ban itu memanglah jalur antarprovinsi satu-satunya yang ada di tempat itu. Setiap hari, meskipun tak berada di tengah kota dan dekat dengan hutan, jalan itu dilewati banyak kendaraan dari luar kota.
Selain itu, orang-orang mengenal jalan itu sebagai “jalur maut”. Tak jarang, setiap sebulan sekali, pasti ada pengendara yang mengalami kecelakaan tunggal. Korban kecelakaan itu seringkali berakhir dengan kematian.
Orang-orang lalu mulai menghubungkan hal itu dengan kekayaan Agus. Mereka curiga, banyaknya korban kecelakaan yang meninggal di jalan itu berhubungan dengan cara Agus menjalankan usahanya. Kecurigaan itu tentu saja bukan hanya soal paku. Lebih jauh, orang-orang berpikir tentang pesugihan.
Sampai pada suatu malam, orang-orang pada akhirnya mendapat jawaban atas kebingungan mereka selama ini. Mereka gempar dengan kabar bahwa Agus telah mati dalam sebuah kecelakaan tunggal, tak jauh dari usaha tambal bannya.
ADVERTISEMENT
Para penduduk lalu berkerumun mendatangi tempat kejadian itu. Di sana, mereka mendapati tubuh Agus mati berlumuran darah. Mereka menggeleng-gelengkan kepala, menyesali keapesan yang menimpa Agus akibat ulahnya sendiri.
Di ban motor Agus, orang-orang menemukan beberapa paku yang menancap sekaligus, dan itu mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan itu. Selain itu, tak jauh dari tempat kecelakaan, penduduk yang sebelumnya memergoki Agus menaburkan paku di tengah jalan menemukan sebuah besek yang diletakkan di bawah sebuah pohon besar.
Di dalam besek, ada beberapa jenis makanan yang lebih mirip dengan sesaji. Di atas sesaji, terdapat setumpuk uang yang, jumlahnya, tak mungkin dihasilkan oleh tukang tambal manapun, meskipun ia telah bekerja selama bertahun-tahun. Dari kejadian itu, orang-orang lalu mengambil banyak pelajaran.
ADVERTISEMENT
Tulisan ini merupakan rekayasa dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.