Misteri Bayi-Bayi Meninggal yang Diduga Jadi Tumbal Pesugihan

Konten dari Pengguna
18 Oktober 2020 18:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bayi (Foto: Iwnsvg.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bayi (Foto: Iwnsvg.com)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sudah seminggu adik bayi berjenis kelamin laki-laki itu lahir. Ia sangat tampan dan lucu sekali. Ini adalah adikku yang nomor dua. Sebelumnya, aku sudah mempunyai adik perempuan berusia tiga tahun. Jadi, ini adalah anak ibu yang ketiga.
ADVERTISEMENT
Karena adikku yang ini adalah laki-laki, aku senang bukan kepalang karena akhirnya aku akan mempunyai saudara yang bisa aku ajak main mobil-mobilan. Namun, kebahagiaan atas kehadiran adikku di keluarga kami itu menjadi kesedihan yang mendalam beberapa minggu setelahnya.
Aku ingat sekali, malam itu, setelah kami mengadakan selamatan atas kelahiran adikku, ia tiba-tiba rewel. Badannya panas dan tangisnya tak kunjung berhenti. Tentu ibu sangat khawatir melihat keadaan anaknya itu.
Ia sampai rela tidak tidur demi menenangkan adikku. Aku tidak tega melihat adikku yang terus menerus menangis. Pun juga ibuku yang kerut wajahnya tak pernah lepas memperhatikan anak yang digendongnya.
Karenanya, malam itu aku menemani ibu di kamar adik. Aku memperhatikan sesuatu yang aneh di sana. Saat menenangkan adikku, ibuku terus-terusan menutup mata adikku seakan melarangnya untuk melihat ke atas.
ADVERTISEMENT
Aku sontak melihat ke arah atas adikku itu dan tidak ada apa-apa. Anehnya, ibuku terus menerus melakukan itu. Lalu, ibu berkata kepadaku kemudian.
“Yudi, kamu tidak pernah melihat adikmu jatuh dari kasur kan?” tanya ibu.
“Tidak pernah bu. Memangnya kenapa?” aku bertanya balik.
“Tidak, hanya memastikan saja. Soalnya ada bekas luka lebam di siku adikmu,” kata ibu.
Hal mengherankan itu tidak dapat dipecahkan oleh siapapun sampai fajar menyingsing. Dan, adikku juga tak kunjung tenang. Ayah terpaksa mengambil libur kerja hari itu untuk menemani ibu merawat adikku yang rewel. Sedangkan, aku tetap disuruh masuk sekolah untuk belajar.
Namun, waktu sekolahku hari itu tidaklah lama. Aku dijemput paksa ayahku sebelum bel istirahat berbunyi untuk ikut mengantarkan adikku berobat ke rumah sakit di kota. Maklum, tempat tinggalku adalah sebuah desa kecil yang jauh dari layanan kesehatan yang layak.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, setelah perjalanan cukup jauh, kami sampai di rumah sakit tersebut. Dokter mengatakan adikku hanya demam biasa sehingga dia cukup mendapat perawatan intensif beberapa hari di rumah sakit. Karenanya, kami memutuskan untuk merawat inapkan adikku selama beberapa hari.
Akan tetapi, kami harus menerima takdir. Adikku meninggal setelah tiga hari dirawat di rumah sakit. Kami yang awalnya sudah menganggap adikku akan baik-baik saja merasa sangat terpukul. Kematiannya sangat tiba-tiba. Hingga saat ini, dokter tidak bisa menjelaskan penyebab kematian adikku itu.
---
Ilustrasi pohon besar (Foto: Mongabay)
Beberapa bulan berlalu setelah kejadian nahas yang kami alami, ada kejadian aneh yang menimpa salah satu tetangga kami. Meski tidak sama, namun korban kejadian ini jugalah seorang bayi. Bayi yang dikandung tetanggaku yang katanya sudah tujuh bulan itu tiba-tiba menghilang dari perutnya.
ADVERTISEMENT
Jujur saja, serentetan kejadian ini belum pernah terjadi sebelumnya. Tapi, kami berusaha positif dan tidak berpikir macam-macam. Namun, hal itu mustahil dienyahkan dari pikiran kami ketika kejadian serupa terjadi lagi kepada keluarga kami.
Dua tahun setelahnya, ibuku melahirkan lagi. Kali ini, ayah benar-benar menjaganya. Ia datang ke pemuka agama yang dihormati orang-orang di desaku untuk membentuk sebuah “benteng” untuk melindungi adikku.
Setiap paginya, adikku juga diberi percikan air suci yang didapat ayah dari pemuka agama tersebut. Namun, seperti sia sia, adikku yang keempat ini menjadi rewel suatu hari. Tanda-tanda yang sama juga ditemukan ibuku saat adikku rewel. Luka lebam di siku dan sering melihat ke arah atas.
Tak menunggu waktu lama, kami langsung menuju rumah sakit agar tidak terlambat menyelamatkan adikku. Tapi nahas, ia meninggal di perjalanan. Kehilangan untuk kedua kalinya membuat kami benar-benar putus asa. Ayah memutuskan untuk memanggil pemuka agama tadi untuk menerawang rumah kami.
ADVERTISEMENT
“Kalian sebaiknya menebang pohon yang ada di sebelah rumah itu,” kata pemuka agama itu sambil menunjuk pohon tua yang besar dan rimbun.
“Kenapa dengan pohon itu?” tanya ayah.
“Dia jadi media pesugihan seseorang yang jahat yang mencari tumbal bayi di daerah ini. Tetangga kalian pasti juga ada yang mengalami hal aneh terhadap bayinya bukan?” tanyanya.
Kami semua mengangguk mengiyakan pertanyaan menodong pemuka agama itu. Sekarang kami tau alasannya mengapa bayi-bayi keluarga kami meninggal dengan cara tak wajar.
Setelah memberitahukan itu kepada tetangga yang lain, warga sepakat untuk menebang pohon itu. Namun, sampai sekarang, kami belum tahu siapa pelaku yang tega melakukan perbuatan jahat itu.
Tulisan ini hanya rekayasa. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanyalah kebetulan belaka.
ADVERTISEMENT