Misteri Tumbal di Jalan Raya untuk Dijadikan Pesugihan

Konten dari Pengguna
6 April 2020 19:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pesugihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kematian. Foto: medium.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kematian. Foto: medium.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kami sekeluarga baru saja pindah ke sebuah perumahan yang jauh dari hiruk pikuk kota. Daerahnya bisa dibilang kurang strategis karena hanya ada satu jalan raya besar menuju kompleks ini, sisanya harus lewat jalan kecil perkampungan warga.
ADVERTISEMENT
Karena baru di daerah ini dan belum terlalu mengenal tetangga, untuk mengurangi jenuh di rumah kuputuskan untuk nongkrong di salah satu warung kopi depan kompleks. Di sana terlihat ada beberapa anak muda sepantaranku yang asyik bernyanyi diiringi dengan gitar dan nyanyian lagu indie. Pas banget nih, pikirku.
“Malam bang..” sambil menepuk salah satu mas-mas berambut gondrong dengan topi bertuliskan Supreme di depan.
Sontak saja seluruh orang yang ada di sana memandangiku seolah-olah bertanya.
“Baru pindah di kompleks sana. Gabung ya bang,” ucapku.
Sama seperti tongkrongan cowok pada umumnya yang enggak susah-susah banget untuk diajak ngobrol. Mereka pun menerima dengan suka cita.
“Udah berapa hari bro di sana?,”
“Jalan 3 minggu,” jawabku.
ADVERTISEMENT
Sedang asyik-asyiknya membagi pengalaman dengan mereka tak lama datang seseorang dengan motor yang yang terlihat habis terjatuh karena ada goresan di samping kanan motor dan spion patah dibagian yang sama.
Orang tersebut meletakkan motornya begitu saja dan menghampiri kami. Dahinya terus menerus mengernyit tanda kesakitan, kulihat celana panjang coklat miliknya terlihat kotor dan di bagian dengkul robek menyisakan kulit yang berdarah.
Serentak kami bangun, dan bertanya kepada mas tadi.
Dia hanya terdiam dan sesekali terlihat seperti orang kebingungan. Tak mau mengambil risiko, kita memutuskan untuk menenangkan dahulu baru diajak bicara. Ibu warung meletakkan teh manis hangat untuk diminum si pengendara.
Saat kondisi lumayan baik, mas tersebut baru menceritakan kejadian yang ia alami.
ADVERTISEMENT
“Tadi ban saya dililit ular bang,” ucapnya dengan lirih.
Kami tentu kebingungan dong, pasalnya ular seperti apa yang bisa melilit ban sampai orang yang mengendarai terjatuh.
“Ularnya besar seperti siluman,” tambahnya kembali.
“Di jembatan gantung atas sungai bukan bang?” tanya salah seorang dari kami
“Ya,iya benar jembatan gantung merah,”
Ternyata setelah kejadian tersebut, orang di perumahan ini cerita jika jembatan gantung merah memang terkenal dengan kejadian anehnya, mulai dari kecelakaan tunggal, melihat sosok anak kecil yang berjalan di malam hari, hingga penampakan yang seperti dikatakan pengendara tadi, yakni siluman ular.
Mereka meyakini jika orang yang meninggal di sana sejatinya untuk dijadikan tumbal pesugihan, hal ini diyakini karena warga setiap pagi selalu melihat ada sesajen yang diletakkan di pinggiran jembatan tersebut. Namun, hingga kini tidak ada yang tahu siapa dalang di baliknya.
ADVERTISEMENT
***
Kisah yang beredar tersebut cukup membuatku sedikit ketakutan, pasalnya aku belum terlalu tahu daerah sini dan bukan orang yang berani-berani amat. Tapi berpikir positif sudah sepantasnya menjadi pilihan yang tepat bukan.
Sampai suatu hari, saat ingin membelikan makan untuk ibu, mau engga mau aku harus melewati jembatan yang dinilai angker tersebut. Tapi yasudahlah toh saat itu aku juga tidak mengganggu.
Tepat pukul 09.00 malam ku mulai mengendarai motor ke tempat tujuan, tak berselang lama jika sudah melewati belokan ketiga sudah dipastikan di depan akan ada jembatan gantung berwarna merah.
Perlahan-lahan aku mencoba mengendarai, sesekali bernyanyi sedikit untuk menutupi keheningan. Namun tiba-tiba saja setelah setengah jalan melewati jembatan itu, kulihat ada perempuan dengan rambut yang menjulang panjang dan pakaian serba merah dengan cepatnya menyebrang.
ADVERTISEMENT
Sontak saat itu aku membelokkan motor ke arah kanan dan membentur pegangan besi di jembatan. Setelah itu pandangan hitam dan tidak ingat apa yang terjadi selanjutnya.
Sampai akhirnya selang beberapa lama, aku sudah bangun di ruangan rumah sakit dengan perban di kepala. Orang tuaku berkata jika sudah hampir satu bulan aku hanya terdiam tak berdaya di tempat tidur.
Namun yang lebih parahnya, ketika sudah sembuh dan dibolehkan untuk pulang, teman-teman di rumah cerita, sebelum dibawa kerumah sakit ternyata aku sempat mengalami kesurupan di jembatan tersebut.
Berulang kali aku menyebut
“Iki tumbalku, ojo mbok gowo lungo (Ini tumbalku, jangan kamu bawa pergi),” dengan nada marah-marah.
Entah bagaimana sampai akhirnya petugas medis dan warga sekitar bisa mengangkat ke ambulance dan membawa ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Dari sana aku mulai berpikir dan bersyukur, karena selamat dari jeratan tumbal pesugihan jembatan merah.
Tulisan ini merupakan reka ulang dari kisah yang berkembang di masyarakat. Kesamaan nama dan tempat kejadian hanya kebetulan belaka.